KOTA PERLINDUNGAN
Daniel Liew—Portsmouth, Inggris
Catatan Editor: Kota perlindungan melambangkan perlindungan Kristus bagi orang-orang berdosa. Artikel ini membahas pelajaran yang dapat kita ambil bagi gereja sejati saat ini dari kotakota tersebut dan proses pendiriannya.
KEBUTUHAN AKAN KOTA-KOTA PERLINDUNGAN
Retribusi: Darah ganti Darah
Setelah air bah, Nuh dan delapan anggota keluarganya meninggalkan bahtera. Maka dimulailah era baru yang segar dalam sejarah umat manusia. Pada saat itu, Tuhan ingin membuat perjanjian yang mencakup semuanya yang turun dari bahtera: manusia, burung, ternak, dan binatang. Pelangi akan menjadi tanda perjanjian abadi ini. Tuhan berfirman, “Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi” (Kej. 9:11). Di bawah perlindungan perjanjian Allah, kehidupan manusia tidak akan lagi menghadapi ancaman pemusnahan total akibat air bah.
Pada saat yang sama, Tuhan menganugerahkan berkat perlindungan kepada Nuh dan anak-anaknya (Kej. 9:1), serta seluruh umat manusia, dengan mengatakan:
“Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.” (Kej. 9:5-6)
Sebelum air bah tersebut, hukuman pembalasan atas pembunuhan tidak terlihat jelas. Ketika Kain—keturunan pertama yang dilahirkan manusia—membunuh saudaranya, Habel, Tuhan berfirman kepadanya:
“Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.” (Kej. 4:11-12)
Namun Tuhan memberi tanda pada Kain agar siapa pun yang menemukannya tidak akan membunuhnya. Dengan kata lain, Kain tidak perlu membayar tindakan pembunuhannya dengan nyawanya (Kej. 4:8-15). Selanjutnya, seorang pria yang lebih kejam lagi bernama Lamekh muncul. Yang lebih buruk lagi, ia berani menyombongkan diri, “Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak” (Kej. 4:23b).
Dari generasi ke generasi, kekerasan semakin memburuk dalam intensitas dan meluas. Bumi telah rusak di hadapan Tuhan dan penuh dengan kekerasan; semua orang telah merusak cara hidup mereka (Kej. 6:11-12). Begitu mengerikannya keadaan dunia ini sehingga Allah akhirnya menyatakan kepada Nuh—satu-satunya orang benar yang tersisa—sehingga karena bumi penuh dengan kekerasan, Dia akan membinasakan umat manusia dan bumi (Kej. 6:13).
Manusia pada awalnya diciptakan menurut gambar Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (Ef. 4:24). Membunuh orang lain ketika tidak sedang berperang (1 Raj. 2:5) merupakan tindakan yang bertentangan dengan kekudusan dan kebenaran tersebut. Menghargai kehidupan—baik kehidupan kita sendiri atau orang lain—adalah perwujudan utama dari rasa hormat dan takut kita terhadap Tuhan. Namun setelah kejatuhan nenek moyang kita yang pertama, manusia, dengan sifat berdosanya, telah menunjukkan bahwa ia tidak mungkin menahan diri dari kekerasan tanpa adanya pencegahan yang kuat. Oleh karena itu, di dunia pasca air bah dan tatanan dunia, Tuhan menetapkan bahwa darah ganti darah, dan nyawa ganti nyawa. Namun, Tuhan Yang Maha Kudus dan Adil sangat berhati-hati dalam membedakan antara pembunuhan yang disengaja dan pembunuhan yang tidak disengaja.
Perlindungan: Lari ke Tempat yang Aman
Tiga bulan setelah meninggalkan Mesir, bangsa Israel tiba di Padang Gurun Sinai. Di sini, Tuhan memberi mereka Sepuluh Perintah agar mereka menjadi umat-Nya di antara bangsa-bangsa, bangsa imam yang kudus. Hukum dan tata cara yang diberikan kepada mereka mencakup instruksi:
“Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari. Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbah-Ku, supaya ia mati dibunuh.” (Kel. 21:12-14)
Klarifikasi Tuhan kepada Musa menetapkan bahwa pembunuhan tidak disengaja akan diperlakukan berbeda dengan pembunuhan berencana. Mereka yang bersalah atas tindakan tersebut dan takut akan pembalasan dapat mencari perlindungan.
Di zaman raja-raja, mezbah Tuhan adalah tempat perlindungan utama bagi mereka yang melarikan diri untuk menyelamatkan diri. Namun tidak semua orang yang melarikan diri ke sana selamat. Adonia, putra keempat Raja Daud, lahir melalui Hagit, berencana untuk merebut takhta ketika Daud sudah tua dan kesehatannya menurun (1 Raj. 1:5–9). Namun, untuk menghormati janji sebelumnya, Daud mengangkat Salomo sebagai raja. Ketika Adonia menyadari bahwa rencananya telah gagal, dan hidupnya dalam bahaya, dia melarikan diri ke Kemah Suci Allah dan memegang tanduk-tanduk mezbah. Raja Salomo mengutus orang untuk menurunkannya dari mezbah dan menyelamatkan nyawanya pada kesempatan ini (1 Raj. 1:50–53).
Yoab adalah komandan yang memihak Adonia dalam upaya Adonia yang gagal untuk merebut takhta. Ketika Yoab mengetahui bahwa Raja Salomo telah melepaskan Abyatar, sang imam, dari tugas imamnya untuk mendukung Adonia, dia melarikan diri ke Kemah Suci Allah dan memegang tanduk-tanduk mezbah. Hal ini tidak menyelamatkannya. Raja Salomo mengirim orang untuk membunuh Yoab karena Yoab telah membunuh Abner (panglima tentara Israel) dan Amasa (panglima tentara Yehuda). Karena pembunuhan ini tidak dilakukan di medan perang melainkan di masa damai, maka pembunuhan tersebut merupakan pembunuhan berdarah dingin—penumpahan darah orang yang tidak bersalah (1 Raj. 2:5, 28–35). Oleh karena itu, Yoab harus membalasnya dengan darahnya.
Contoh Yoab ini menunjukkan kehendak Allah yang adil. Tidak ada perlindungan bagi pembunuhan berencana. Pembunuhnya akan tetap ditangkap dan dibunuh meskipun dia lari ke mezbah Tuhan. Bukan saja dia tidak akan mendapat perlindungan Tuhan, namun dia juga akan dijatuhi hukuman mati atas perintah Tuhan (Bil. 35:30-31). Hal ini diperlukan karena tanah tersebut akan menjadi cemar ketika seseorang membunuh dan menumpahkan darah orang lain; hanya hukuman berupa penumpahan darah si pembunuh yang dapat menebus dan membersihkan negeri itu. Tuhan berkata:
“Jadi janganlah kamu mencemarkan negeri tempat tinggalmu, sebab darah itulah yang mencemarkan negeri itu, maka bagi negeri itu tidak dapat diadakan pendamaian oleh karena darah yang tertumpah di sana, kecuali dengan darah orang yang telah menumpahkannya. Maka janganlah najiskan negeri tempat kedudukanmu, yang di tengah-tengahnya Aku diam, sebab Aku, Tuhan, diam di tengah-tengah orang Israel.” (Bil. 35:33-34)
Tuhan ingin menyelamatkan manusia dari hukuman dan kematian rohani yang tak terelakkan, namun manusia harus membayar sesuai dengan ketentuan Tuhan
Mengetahui bahwa pembunuhan yang tidak disengaja dapat dan akan terjadi, Tuhan menetapkan sebuah tempat bagi mereka yang melakukan pembunuhan tidak disengaja untuk melarikan diri guna menyelamatkan nyawa mereka (Kel. 21:13). Meskipun membunuh merupakan pelanggaran langsung terhadap Sepuluh Perintah Allah, Allah yang Maha Benar dengan penuh belas kasihan menyediakan jalan keluar bagi mereka yang secara tidak sengaja melakukan dosa serius tersebut. Dalam konteks kita saat ini, Tuhan ingin menyelamatkan manusia dari hukuman dan kematian rohani yang tak terelakkan, namun manusia harus membayar sesuai dengan ketentuan Tuhan.
PENDIRIAN KOTA-KOTA PERLINDUNGAN
Setelah mengembara di padang gurun selama tiga puluh sembilan tahun, bangsa Israel tiba di dataran Moab, sebelah timur sungai Yordan, pada bulan kelima tahun keempat puluh (Bil. 33:38, 48). Tuhan Allah berkata kepada Musa:
“Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila kamu menyeberangi sungai Yordan ke tanah Kanaan, maka haruslah kamu memilih beberapa kota yang menjadi kota-kota perlindungan bagimu, supaya orang pembunuh yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana. Kota-kota itu akan menjadi tempat perlindungan bagimu terhadap penuntut balas, supaya pembunuh jangan mati, sebelum ia dihadapkan kepada rapat umat untuk diadili. Dan kota-kota yang kamu tentukan itu haruslah enam buah kota perlindungan bagimu. Tiga kota harus kamu tentukan di seberang sungai Yordan sini dan tiga kota harus kamu tentukan di tanah Kanaan; semuanya kota-kota perlindungan. Keenam kota itu haruslah menjadi tempat perlindungan bagi orang Israel dan bagi orang asing dan pendatang di tengah-tengahmu, supaya setiap orang yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana.” (Bil. 35:10-15)
Allah yang setia telah menjanjikan kepada mereka pendirian kota-kota perlindungan pada awal perjalanan mereka di padang gurun (Kel. 21:12-14). Di akhir perjalanan empat puluh tahun itu, Tuhan tidak lupa memberi petunjuk kepada mereka tentang di mana kota-kota itu akan didirikan, untuk siapa kota-kota itu akan didirikan, dan bagaimana manusia dapat mempertahankan hidupnya melalui kota-kota perlindungan.
Lokasi Kota-Kota Perlindungan
Setelah bangsa Israel memasuki tanah Kanaan, mereka dipimpin oleh Panglima Balatentara Tuhan (Yos. 5:13–15) untuk mengalahkan tiga puluh satu raja di negeri itu (Yos. 12:24). Mereka mengambil alih tanah mereka dan mengepung kotakota mereka. Tentara Tuhan adalah umat Israel (Kel. 12:41), dan Panglimanya adalah Tuhan sendiri. Ketika Yosua sudah lanjut usia, Tuhan berfirman kepadanya:
“Engkau telah tua dan lanjut umur, dan dari negeri ini masih amat banyak yang belum diduduki… Aku sendiri akan menghalau mereka dari depan orang Israel; hanya undikanlah dahulu negeri itu di antara orang Israel menjadi milik pusaka mereka, seperti yang Kuperintahkan kepadamu.” (Yos. 13:1b, 6b)
Imam Eleazer, Yosua, dan para pemimpin suku Israel berkumpul di hadapan Tuhan di depan Kemah Suci di Silo untuk membuang undi untuk membagi tanah di antara kedua belas suku Israel. Efraim dan Manasye, kedua putra Yusuf, dianggap sebagai suku yang terpisah sehingga masing-masing mendapat jatah sebagian tanah. Orang Lewi tidak mendapat tanah. Sebaliknya, Allah akan menjadi milik pusaka orang Lewi, dan Dia mengalokasikan persembahan khusus dari orang Israel kepada orang Lewi (Ul. 10:9; Bil. 18:23–24). Orang-orang Lewi dapat tinggal di kota-kota yang diberikan oleh bangsa Israel lainnya, dan kota-kota tersebut juga akan memberikan tanah bersama kepada orang-orang Lewi untuk hewan yang mereka miliki dan untuk segala ternak mereka yang lain (Bil. 35:1-5). Tuhan juga bersabda:
“Mengenai kota-kota yang harus kamu berikan kepada orang Lewi itu, ialah enam kota perlindungan yang harus kamu berikan, supaya orang pembunuh dapat melarikan diri ke sana; di samping itu haruslah kamu memberikan empat puluh dua kota. Segala kota yang harus kamu berikan kepada orang Lewi itu berjumlah empat puluh delapan kota, semuanya dengan tanah-tanah penggembalaannya. Mengenai kota-kota yang akan kamu berikan dari tanah milik orang Israel, dari suku yang banyak jumlahnya haruslah kamu ambil banyak, dan dari suku yang sedikit jumlahnya haruslah kamu ambil sedikit. Setiap suku harus memberikan dari kota-kotanya kepada orang Lewi sekadar milik pusaka yang dibagikan kepadanya.” (Bil. 35:6-8)
Di antara kota-kota Lewi terdapat enam kota khusus yang akan berfungsi sebagai tempat perlindungan di mana mereka yang memenuhi syarat akan aman dari bahaya. Saat ini, Tuhan adalah tempat perlindungan dan kekuatan kita, pertolongan yang nyata dalam kesulitan (Mzm. 46:1). Tuhan menganugerahkan kedamaian sejati kepada manusia melalui gereja. Kota perlindungan adalah gambaran awal gereja spiritual sejati yang disebutkan dalam Alkitab. Gereja Yesus Sejati—tempat bersemayamnya Allah di dalam Roh (Ef. 2:22)—adalah tempat di mana kehidupan manusia dapat dilindungi dari kematian yang pasti (Rm. 6:23).
“Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang.” (Rm. 5:12-14)
Namun dosa Adam juga menjadi penghalang antara manusia dan Tuhan, sehingga manusia tidak dapat berpaling kepada Tuhan Yang Maha Kudus dan Maha Kuasa tanpa rasa takut
Meskipun umat manusia—ras Adam—tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, semua manusia jatuh ke dalam dosa yang dilakukan Adam dan ditakdirkan untuk binasa (Rm. 5:15–21). Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan mencari dan memasuki kota perlindungan. Namun dosa Adam juga menjadi penghalang antara manusia dan Tuhan, sehingga manusia tidak dapat berpaling kepada Tuhan Yang Maha Kudus dan Maha Kuasa tanpa rasa takut. Jadi, Tuhan menjadi manusia (1 Tim. 3:16), menanggung dosa manusia, dan disalibkan di kayu salib karena dosa-dosa tersebut. Beginilah cara Yesus menggenapi pekerjaan keselamatan.
Gereja adalah tubuh Kristus (Ef. 1:22–23); itu adalah tangga menuju surga (Kej. 28:12–19; Yoh. 1:51). Melalui gereja, manusia dapat dilahirkan kembali melalui air dan Roh (Yoh. 3:3-5), sehingga memungkinkan manusia untuk kembali kepada Bapa surgawi. Jadi gereja yang sejati adalah kota perlindungan bagi manusia sebelum tubuh manusia ditebus dan dikembalikan kepada Bapa surgawi (Rm. 8:18-23).
Distribusi Kota-Kota Perlindungan
Orang Lewi tinggal di empat puluh delapan kota di seluruh wilayah yang diperuntukkan bagi kedua belas suku Israel. Ketika kota-kota yang diperuntukkan bagi tempat tinggal orang Lewi tersebar di seluruh negeri, orang Israel dapat mendirikan kota-kota perlindungan di lokasi-lokasi yang strategis. Artinya, siapa pun—dari mana pun mereka berasal—dapat segera menuju kota perlindungan.
“Engkau harus menetapkan jauhnya jalan, dan membagi dalam tiga bagian wilayah negeri yang diberikan Tuhan, Allahmu, untuk dimiliki olehmu, supaya setiap pembunuh dapat melarikan diri ke sana. …apabila engkau melakukan dengan setia perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, dengan mengasihi Tuhan, Allahmu, dan dengan senantiasa hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya – maka haruslah engkau menambah tiga kota lagi kepada yang tiga itu, supaya jangan tercurah darah orang yang tidak bersalah di negeri yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu menjadi milikmu dan hutang darah melekat kepadamu.” (Ul. 19:3, 9-10)
Musa secara khusus memerintahkan bangsa Israel untuk menyiapkan jalan menuju kota perlindungan dan menambah lebih banyak kota perlindungan untuk memudahkan akses bagi para pembunuh. Mempersiapkan jalan mencakup menghilangkan semua rintangan di jalan dan memasang rambu-rambu serta tonggak jalan sehingga mereka yang melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya dapat berlari di jalan yang benar, ke arah yang benar, dan akhirnya memasuki kota perlindungan. Demikian pula, gereja sejati saat ini harus mempunyai doktrin yang murni sesuai dengan Kitab Suci, kepenuhan Roh Kudus, dan kebaikan rohani orang percaya sebagai rambu jalan yang jelas bagi mereka yang mencari keselamatan, sehingga mereka yang mencari Tuhan dan rumah Tuhan dapat berjalan di jalan yang benar, mengenali gereja yang benar, dan rindu untuk memasukinya.
“Lalu orang Israel mengkhususkan sebagai kota perlindungan: Kedesh di Galilea, di pegunungan Naftali dan Sikhem, di pegunungan Efraim, dan Kiryat-Arba, itulah Hebron, di pegunungan Yehuda. Dan di seberang sungai Yordan, di sebelah timur Yerikho, mereka menentukan Bezer, di padang gurun, di dataran tinggi, dari suku Ruben; dan Ramot di Gilead dari suku Gad, dan Golan di Basan dari suku Manasye. Itulah kota-kota yang ditetapkan bagi semua orang Israel dan bagi pendatang-pendatang yang ada di tengah-tengah mereka, supaya setiap orang yang membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana dan jangan mati dibunuh oleh tangan penuntut tebusan darah, sebelum ia dihadapkan kepada rapat jemaah.” (Yos. 20:7-9)
Menaati perintah Tuhan yang diberikan melalui Musa, bangsa Israel membagi tanah di sebelah timur Yordan dan sebelah barat Yordan menjadi tiga bagian, yaitu utara, tengah, dan selatan. Sebuah kota perlindungan didirikan di tengah-tengah setiap bagian, sehingga jarak antara titik mana pun di seluruh tanah Israel dan kota perlindungan kurang dari lima puluh kilometer, yaitu satu hari perjalanan, “supaya jangan penuntut tebusan darah sementara hatinya panas dapat mengejar pembunuh itu, karena jauhnya perjalanan, menangkapnya dan membunuhnya, padahal pembunuh itu tidak patut mendapat hukuman mati, karena ia tidak membenci dia sebelumnya” (Ul. 19:6).
Kita dapat membayangkan kekacauan dan kepanikan yang terjadi ketika seorang pria terbunuh secara tidak sengaja. Pelaku pembalas darah (misalnya, kerabat korban) mungkin sangat marah sehingga mereka ingin mengejar si pembunuh dan langsung membunuhnya. Jemaah kemudian harus mengadili. Jika jemaah menilai pembunuhan itu tidak disengaja, maka jemaah bertanggung jawab untuk mengantarkan pembunuh itu ke kota perlindungan (Bil. 35:24-25). Saat membebaskan pembunuh dari tangan pembalas, jemaah harus melindunginya, memberinya makanan dan air, mengarahkan jalannya, dan bahkan menemani buronan itu dalam perjalanannya.
Selain bagi bangsa Israel, kota-kota tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi orang asing dan pendatang di antara mereka— siapa pun yang secara tidak sengaja membunuh seseorang dapat masuk ke sana (Bil. 35:15). Dalam konteks saat ini, gereja adalah tempat perlindungan bagi umat beriman. Namun, kita juga harus memperluas keramahtamahan kita kepada para pencari kebenaran (orang asing dan pendatang). Kita sebagai jemaat pilihan Tuhan hendaknya ikhlas dan giat berbagi informasi tentang iman kita serta memberikan perhatian dan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari dan rohani. Yang penting adalah berjalanlah bersama “pengungsi” tersebut dalam perjalanan iman mereka sehingga mereka bisa masuk ke dalam keselamatan Tuhan.
Kristus adalah perlindungan kita, dan gereja adalah tubuh-Nya. Saat ini, gereja sejati adalah kota perlindungan yang melindungi kehidupan. Begitu seseorang memasuki gereja yang benar, dia tidak boleh murtad
Beberapa orang percaya bahwa gedung gereja yang megah diperlukan untuk memuliakan Tuhan dan menarik perhatian orang. Oleh karena itu, mereka menginvestasikan sejumlah besar uang dalam proyek pembangunan gereja besar. Namun, sering kali sulit untuk menguraikan motivasi kita: apakah kita benar-benar melakukan ini untuk memuliakan Tuhan atau diri kita sendiri? Faktanya, terdapat perbedaan yang sangat tipis antara pemikiran seperti itu (“besar lebih baik,” “gereja yang indah menunjukkan bahwa Tuhan memberkati dan tinggal bersama kita”) dan tujuan orang-orang yang membangun menara Babel. Meskipun tidak ada salahnya menyediakan fasilitas yang baik bagi orang-orang untuk berkumpul beribadah kepada Tuhan, marilah kita selalu memeriksa motivasi pribadi kita (Ams. 21:2-3) dan berusaha agar perbuatan kasih kita yang indah memuliakan Tuhan dan membangun manusia (Yoh. 13:35).
Tuhan membagi negeri itu menjadi enam bagian, mendirikan enam kota perlindungan. Hal ini menunjukkan kerinduan-Nya agar Injil diberitakan ke seluruh dunia dan agar gereja-Nya dapat diakses dengan mudah. Jika “kota perlindungan” kita sedikit dan berjauhan, mereka yang mencari kedamaian dan kehidupan kekal mungkin akan kehilangan tekad mereka untuk mendekat kepada Tuhan dan akhirnya menyerah karena perjalanannya terlalu jauh.
Di Luar Kota-Kota Perlindungan
Di kota perlindungan, si pembunuh aman dari pembunuhan oleh penuntut darah. Agar tetap aman, dia tidak boleh meninggalkan kota perlindungan. “Tetapi jika terjadi bahwa pembunuh itu keluar dari batas kota perlindungan, tempat ia melarikan diri, dan penuntut darah mendapat dia di luar batas kota perlindungannya, dan penuntut darah membunuh pembunuh itu, maka tidaklah ia berhutang darah.” (Bil. 35:26-27) Kristus adalah perlindungan kita, dan gereja adalah tubuh-Nya (Ibr. 6:18; Ef. 1:22–23). Saat ini, gereja sejati adalah kota perlindungan yang melindungi kehidupan. Begitu seseorang memasuki gereja yang benar, dia tidak boleh murtad dan meninggalkan gereja. Kalau orang percaya keluar dari gereja, biasanya karena imannya belum matang (Ef. 4:14), imannya belum berakar (Kol. 2:6-7), cinta dunia (2 Tim. 4:10), atau dia memiliki perselisihan atau kepahitan terhadap jemaat lainnya. Jika kita mendapati diri kita berada dalam situasi yang tidak membahagiakan, kita tidak boleh cepat menyalahkan pendeta dan jemaat lainnya atau memberi label pada gereja sebagai “dingin dan kurang kasih”. Introspeksi diri untuk melihat bagaimana diri kita sendiri berkontribusi terhadap masalah tersebut. Yang terpenting, jangan biarkan keluhan ini menyebabkan kita meninggalkan kota perlindungan kita.
“Gereja Tuhan yang sejati mempunyai tempat yang penting dalam sejarah keselamatan—dia adalah mempelai wanita yang menantikan Anak Domba untuk datang dan mengambil dia sebagai istri-Nya”
Sejak penciptaan, misteri Tuhan tersembunyi di dalam diri-Nya. Namun misteri dan hikmat Allah telah dinyatakan kepada semua orang melalui gereja-Nya yang sejati (Ef. 3:9-10). Gereja Tuhan yang sejati mempunyai tempat yang penting dalam sejarah keselamatan—dia adalah mempelai wanita yang menantikan Anak Domba untuk datang dan mengambil dia sebagai istri-Nya. Dia layak mendapat kehormatan dan ketundukan dari semua manusia. Sayangnya, sebagian orang percaya mengabaikan kehormatan dan kesucian gereja. Mereka menganggap gereja sebagai wadah untuk mewujudkan cita-cita pribadinya, menuntut kompromi dari gereja. Dengan melakukan hal ini, mereka meninggikan diri mereka sendiri di atas gereja. Maka tidak mengherankan jika beberapa orang percaya akhirnya memilih untuk meninggalkan gereja.
“Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.” (Ibr. 6:4-6)
Sama seperti para pembunuh yang tidak boleh meninggalkan kota perlindungan, begitu seseorang sudah percaya kepada Tuhan, menerima kebenaran keselamatan, dan masuk ke dalam gereja yang benar, maka mustahil baginya untuk kembali bertobat jika dia meninggalkan kebenaran, murtad, atau bahkan menyerang gereja (Ibr. 6:4-8).
“Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa. Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut.” (1 Yoh. 5:16-17)
Apa dosa yang menyebabkan kematian?
“Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: ”Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus: ”Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.”” (Mat. 19:16-17)
Karena seseorang harus menaati perintah-perintah untuk masuk ke dalam kehidupan, hal ini menyiratkan bahwa dengan sengaja melanggar perintah-perintah tersebut, seseorang akan melakukan dosa, yang menyebabkan kematian. Jika kita tidak dapat memasuki kehidupan kekal, satu-satunya tempat yang kita tuju adalah kematian kekal. Ketika pemuda itu bertanya kepada Yesus perintah mana yang harus dia patuhi, Yesus menjawab:
“Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat. 19:18-19)
Perintah-perintah ini tidak lain adalah Sepuluh Perintah Allah yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya di Gunung Sinai. Tuhan tidak sedang mengajar orang-orang untuk menaati setengah atau sebagian perintah. Yakobus, saudara Tuhan, memperingatkan kita, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yak. 2:10). Oleh karena itu, tidak beribadah kepada satu-satunya Tuhan yang benar, menyembah berhala, menyebut nama Tuhan dengan sembarangan (termasuk menggunakan nama Tuhan untuk mencapai agenda pribadi), tidak memelihara hari Sabat (meremehkan hari Sabat dan terus menerus menolak untuk menaatinya), atau sengaja menentang perintahperintah lainnya adalah semua dosa yang membawa maut. Gereja sejati yang diselamatkan menjunjung tinggi Sepuluh Perintah Allah dan memimpin anggotanya dalam upaya untuk menaatinya.
Tuhan Yesus berkata:
“Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat. 12:31-32)
Penghujatan terhadap Roh juga merupakan dosa yang membawa kematian. Dosa-dosa seperti itu tidak akan diampuni, baik di kehidupan ini maupun di kehidupan yang akan datang. Penghujatan terhadap Roh adalah tindakan yang dengan sengaja mencemarkan nama baik Roh Kudus, seperti menyatakan bahwa pekerjaan Roh Kudus adalah perwujudan roh jahat (lih. Mat. 12:24). Sebagaimana gereja sejati mempunyai penyertaan Roh Kudus, orang-orang percaya berbahasa roh ketika berdoa, dan terjadilah keajaiban dan mukjizat sebagai hasil pekerjaan Roh Kudus. Hal ini tidak boleh difitnah secara sembarangan.
“Penghujatan terhadap Roh Kudus juga mencakup tindakan berbuat dosa dengan sengaja, berdosa terhadap tubuh sendiri, yang merupakan bait Roh Kudus”
Penghujatan terhadap Roh Kudus juga mencakup tindakan berbuat dosa dengan sengaja, berdosa terhadap tubuh sendiri, yang merupakan bait Roh Kudus (1 Kor. 6:18-19). Barangsiapa yang dengan sengaja berbuat dosa setelah menerima pengetahuan tentang kebenaran, telah “menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia” (Ibr. 10:26-29). Bagi orang seperti itu, tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa. Orang yang sudah masuk gereja yang benar tetapi dengan sengaja berbuat dosa dan tetap berada dalam dosa akan kehilangan kesempatan keselamatan.
MENINGGALKAN KOTA-KOTA PERLINDUNGAN
Kematian Imam Besar
“Dan haruslah rapat umat membebaskan pembunuh dari tangan penuntut darah, dan haruslah rapat umat mengembalikan dia ke kota perlindungan, ke tempat ia telah melarikan diri; di situlah ia harus tinggal sampai matinya imam besar yang telah diurapi dengan minyak yang kudus. …tetapi sesudah matinya imam besar bolehlah pembunuh itu kembali ke tanah kepunyaannya sendiri.” (Bil. 35:25, 28b)
Penuntut darah tidak boleh membunuh pembunuh setelah kematian imam besar; jika tidak, dia akan bersalah atas dosa menumpahkan darah orang lain. Tuhan menebus nyawa para pembunuh dengan kematian imam besar, sehingga mereka dapat kembali ke tanah milik mereka untuk memulai hidup baru, bebas dari siapa pun yang ingin membalas dendam. Dengan demikian mereka terbebas dari ancaman kematian karena kematian imam besar (Yos. 20:6). Allah menunjuk imam-imam besar Perjanjian Lama tanpa sumpah (Ibr. 7:21). Jika kematian seorang imam besar manusia mampu menebus nyawa orangorang yang pantas mati, apalagi imam besar abadi yang dijadikan imam dengan sumpah oleh Tuhan (Mzm. 110:4; Ibr. 7:22).
Yesus, Imam Besar Kekal kita
Tuhan Yesus telah memasuki Hadirat di balik tabir, menjadi Imam Besar selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek (Ibr. 6:19-20); Dia adalah pelayan kemah sejati di surga yang didirikan oleh Allah (Ibr. 8:2). Kemah Suci di bumi yang didirikan manusia tidak sempurna dan tidak kekal. Imam besar memasuki tempat maha kudus setahun sekali, membawa serta darah untuk mempersembahkan korban bagi dosa umat dan dirinya sendiri. Namun pengorbanan yang dipersembahkan tidak dapat menyempurnakan hati nurani orang yang melakukan pelayanan tersebut (Ibr. 9:9).
Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus mempersembahkan tubuh-Nya sendiri sebagai korban. Dia memasuki Kemah Suci sejati di surga dan menggenapi di dalam diri-Nya, Imam Besar yang kekal, semua korban bakaran dan korban penghapus dosa yang dipersembahkan dalam Kemah Suci di bumi. “[B]ukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal” (Ibr. 9:12). Yesus Kristus, Imam Besar, mempersembahkan satu korban penghapus dosa, dan menyempurnakan selamanya mereka yang dikuduskan (Ibr. 10:12–14).
“Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” (Ibr. 9:28)
Yesus akan datang kembali dan menerima kita ke tempat yang telah Dia persiapkan, yaitu warisan abadi di surga (Yoh. 14:1-4). Oleh karena itu, Rasul Petrus menulis:
“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.” (1 Pet. 1:3-4)
Sama seperti mereka yang berada di kota perlindungan menerima kasih karunia, mereka yang berada di gereja sejati saat ini mempunyai pengharapan yang hidup dan menantikan penebusan tubuh mereka (Rm. 8:18-23;