SAUH BAGI JIWA
Berduka Versus Bersuka
“Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega“ (Pengkhotbah 7:3)
“Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega“ (Pengkhotbah 7:3)
Pada tanggal 21 November 2022, terjadi gempa bumi dengan ukuran 5,6 SR (Skala Richter) yang memakan banyak korban dan juga kerugian moril serta materiil. Hal ini memberikan kedukaan besar bagi seluruh bangsa Indonesia. Kalau bisa memilih, tentu kita tidak menginginkan musibah ini terjadi. Atau, kalaupun terjadi musibah, kita berharap tidak sampai memakan korban jiwa atau kerugian yang besar. Tapi bencana alam ini merupakan salah satu peristiwa yang ada di luar kendali kita.
Saudara-saudari yang terkasih, jika diperhadapkan pada pilihan merasakan dukacita atau sukacita, kemungkinan besar kita semua akan memilih perasaan sukacita dan menghindari perasaan dukacita. Dukacita merupakan emosi negatif yang dapat membuat kita merasa putus asa dan sia-sia menjalani kehidupan kita.
Akan tetapi sang Pengkhotbah dalam tulisannya di kitab bacaan kita pada hari ini mengingatkan kita bahwa sebagai anak-anak Tuhan sebenarnya lebih berarti ketika kita mengalami dukacita dibandingkan mengalami sukacita. Ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya.
Pertama, di rumah dukalah kesudahan setiap manusia berada. Sukacita dan dukacita pasti akan terjadi dalam kehidupan setiap manusia. Kalau kita renungkan, selama ini biasanya dukacita akan lebih membekas dalam diri, meninggalkan ingatan yang sering kita ceritakan kepada orang lain dibandingkan sukacita. Dukacita juga dapat membuat kita merenungkan betapa berharganya kehidupan kita dan apa yang harus kita lakukan agar kehidupan kita menjadi berarti.
Akhir dari sukacita yang kita rasakan bisa berbeda-beda. Terkadang akhir dari sukacita adalah kita merasa bosan, seperti ketika kita menonton film komedi yang dari awal sampai akhir selalu menampilkan komedi. Awalnya kita terhibur, tapi lama-lama akan menjadi membosankan. Bisa juga akhir dari sukacita adalah digantikan dengan rasa sukacita lainnya. Selain itu, bisa juga berakhir dengan rasa yang tidak mengenakkan, misalnya rasa sakit kram perut atau rahang menjadi terasa pegal karena tertawa terlalu lama. Ketika berhenti, sukacita tersebut akan hilang dan terlupakan begitu saja.
Mengenai dukacita, Paulus menyampaikan ada dua jenis dukacita, yaitu dukacita menurut kehendak Allah dan dukacita dari dunia (2 Kor 7:10-11). Dukacita dari dunia menenggelamkan kita ke dalam kesedihan atas kehilangan yang kita alami, rasa tidak aman, atau penderitaan, tanpa kembali kepada Allah untuk memohon pertolongan dan tuntunan. Duka yang demikian menyebabkan kematian karena sifatnya merusak, baik dalam perasaan maupun kerohanian. Sementara dukacita menurut kehendak Allah adalah merasakan dukacita karena kesadaran atas dosa-dosa dan kelemahan kita. Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa kita pada pertobatan. Dukacita ini akan senantiasa mengingatkan kita untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.
Kita adalah manusia yang tidak terlepas dari kesalahan, namun kita perlu menyadarinya dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi. Mari kita renungkan: sudahkah kita berduka atas kesalahan yang kita lakukan?
Sauh Bagi Jiwa Sebelumnya
Apakah sudah melakukan Mezbah Keluarga pada minggu ini?
Berikut ini adalah Saran Pertanyaan untuk sharing Mezbah Keluarga
Tanggal: 16-17 November 2024
Bacalah renungan “LEBIH BAIK MENDENGAR HARDIKAN ORANG BIJAK”
Bagaimanakah seharusnya sikap kita ketika menerima teguran? Setiap anggota keluarga boleh berbagi pendapat dan pengalamannya.
Berdoalah bersama-sama. Mohon Roh Kudus membantu agar kita dapat dengan rendah hati menerima teguran, sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
-
- Durasi 60 menit dan waktu pelaksanaan bebas sesuai kesepakatan keluarga.
- Pembukaan:
- Dalam nama Tuhan Yesus mulai Mezbah Keluarga
- Doa dalam hati & menyanyikan 1 Lagu Kidung Rohani
- Membaca/ mendengarkan SBJ hari Sabtu/ Minggu.
- Sharing & diskusi keluarga:
- Apakah ayat atau bahan bacaan dalam seminggu yang paling berkesan.
- Adakah pengalaman rohani/ kesaksian pribadi yang berkenaan dengan bacaan yang berkesan.
- Adakah bagian bacaan yang tidak dimengerti? Jika diperlukan dapat ditanyakan kepada pendeta/ pembimbing rohani setempat.
- Apakah tantangan yang akan dihadapi dan bagaimana supaya dapat melakukan pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.
- Penutup:
- Saling berbagi pokok doa keluarga dan gereja.
- Berlutut berdoa dan memohon kepenuhan Roh Kudus.