Suara Sejati
Patung Dewa
“Sdr. Rusmidi Karyoko, Gereja cabang Jakarta”
Rumah harusnya menjadi tempat menyenangkan yang tidak terdapat ganjalan di hati saat kita berada di dalamnya. Saat menikah, aku tinggal menumpang di rumah orangtua, karena secara keuangan belum mampu untuk hidup mandiri.
Setiap kali pulang dan masuk ruang tamu, aku merasa tidak nyaman, karena harus melewati satu meja besar yaitu altar sembahyang yang dipakai oleh Papa serta ditambah dengan beberapa patung dewa dan aroma dupa.
Dalam hati aku berkata: “Bagaimana aku menyampaikan keberatanku pada Papa ya? Sedangkan posisiku sebagai anak, masih menumpang tinggal, jadi susah untuk mengatakannya karena tidak berhak. Apalagi Papa sembahyang patung dewa sudah cukup lama”. Maka aku hanya bisa menahan diri dan menjalani hidup saja karena tidak ada pilihan lain.
Saat istriku mengandung anak pertama, orangtua sangat perhatian karena menantikan kelahiran cucu. Aku berdoa berkali-kali dengan isi doa yang sama, “Tuhan Yesus, tolong berikan hikmat, bagaimana aku dapat memberitahukan Papa, supaya tidak ada patung di rumah keluarga kami”. Waktu terus berjalan, akhirnya anak yang ditunggu-tunggu lahir. Semuanya merasa sangat senang.
Suatu hari, saat melihat suasana hati Papa yang sedang baik, aku dalam hati meminta Tuhan Yesus memberikanku hikmat, lalu berkata, “Papa pasti sayang cucu. Aku dan istri kan ke gereja menyembah Tuhan Yesus. Jadi, kalau dewa Papa tidak senang denganku dan istri, dewa tidak bisa apa-apa terhadapku karena aku sudah punya Tuhan Yesus. Tetapi, cucu kecil ini bisa menjadi sasaran kemarahan dewa, karena dia masih bayi dan belum bisa melakukan apa-apa, dan juga belum punya Tuhan. Jadi, kalau Papa sayang sama cucu, apa tidak sebaiknya diatur supaya tidak ada patung dewa di rumah kita ini?”
Tentu, Papa pasti tidak senang mendengarnya. Raut wajah Papa langsung berubah dan tidak mau bicara lagi.
Tetapi herannya, hanya dalam beberapa hari kemudian, altar besar dengan semua patung itu diangkut pergi melalui ritual khusus untuk masuk mobil teman Papa. Padahal, Papa sembahyang kepada patung dewa sudah sangat lama. Seminggu dua kali, Papa pasti memberikan persembahan menurut kepercayaannya dan Papa sangat taat menjalani ritual ini dan itu.
Tetapi, Puji Tuhan Yesus! Benar-benar sungguh ajaib! Sekarang rumah terasa jauh lebih nyaman dan tidak ada altar besar serta patung-patung dewa.
Walaupun, di dinding halaman depan, Papa masih memasang kotak kecil merah dengan empat huruf yang artinya, “dewa langit memberi rezeki.” Setiap sore hari, Papa sembahyang di sana, membakar dupa, lalu menancapkan dupa di sana.
Saat istri mengandung anak kedua, aku sudah berpikir untuk bicara soal ini pada Papa, tetapi tidak memiliki keberanian, sehingga aku hanya bisa membawanya dalam doa kepada Tuhan Yesus.
Waktu terus berjalan dan anak kedua akhirnya lahir. Kemudian, Suatu hari aku memberanikan diri membicarakan ini ke Papa.
Aku berkata, “Papa bagus loh sekarang sudah tidak menaruh patung-patung dewa di rumah. Tapi jangan tanggung- tanggung. Kan Papa sering menasehatiku, kata Papa agama itu cukup dalam hati, dewa atau langit tahu koq hati Papa yang tidak berbuat jahat ke orang lain. Jadi kotak merah itu tidak perlu ada di rumah, Pa.”
Setelah perkataan itu aku utarakan, aku malah dimarahi habis- habisan. Kata Papa, aku kurang ajar sudah menghasut dia menyerahkan patung-patung dewa ke temannya, sekarang masih mau menghasut Papa untuk meninggalkan agamanya. Papa dengan panjang lebar memarahiku.
Hari-hari terus berlalu, minggu melewati minggu. Aku sudah mulai melupakan kejadian hari itu. Tetapi beberapa bulan kemudian, Papa membongkar kotak merah sembahyang itu. Sejak itu, Papa tidak membakar dupa lagi ataupun sembahyang lagi sore hari di sana.
Mungkin Papa masih sembahyang di tempat ibadah atau kuil di luar. Aku tidak berani bertanya. Tetapi yang pasti, aku merasa senang luar biasa. Rumah akhirnya terasa nyaman dan sangat nyaman. Puji Tuhan Yesus yang berkuasa mengubah hati manusia. Dia mengasihi setiap manusia.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.