Pengampunan Tuhan di Kala Dosa
Anak Yang Telah Ditebus-Nya — Inggris
“Apakah kamu pernah melihat ini? Apakah kamu pernah melihat itu? Kamu harus mencobanya!” Membiarkan pikiran-pikiran seperti ini masuk dan bersemayam di hati adalah kesalahan terbesar dalam hidup saya.
Pada masa sekolah menengah atas, saya hanya punya sedikit teman. Mereka membicarakan tentang pornografi dan hal-hal duniawi lainnya. Seiring berjalannya waktu, saya semakin penasaran, dan saya melakukan kesalahan fatal dan melihat hal-hal tersebut. Selama sembilan tahun, saya terjerumus dalam pornografi. Hubungan saya dengan keluarga, saudara-saudari seiman, dan Tuhan, memburuk. Saya juga terjerumus dalam kecanduan bermain video game dan mengalami depresi.
Kita sering melihat dosa dari sudut pandang rohani – bagaimana Setan menyerang kita dengan keinginan mata, keinginan daging, dan keangkuhan hidup. Kita tahu dampaknya pada kerohanian kita – bagaimana hal tersebut menjauhkan kita dari Tuhan. Tetapi dampak lahiriahnya tidak sering dibicarakan. Ketika dosa telah menetap dalam hati dalam waktu yang cukup lama, dosa pun membuahkan perbuatan daging yang nyata (Gal. 5:19).
Lebih jauh lagi, dosa tidak hanya berdampak pada pelakunya saja, namun pada orang-orang di sekitarnya juga. “Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan.” (Gal. 5:9) Ini bukan saja berarti dosa dapat menular ke orang lain, tetapi keseluruhan adonan juga dapat merasakan dampaknya. Jika kita tidak menyingkirkan dosa sesegera mungkin, orang-orang terdekat kita, keluarga kita, bahkan seluruh gereja, akan merasakan dampaknya.
DAMPAK DOSA
Hubungan Kita dengan Keluarga
Ketika dosa masuk ke dalam hati, hal pertama yang dirasakan oleh keluarga saya adalah saya lebih banyak menghabiskan waktu sendirian di dalam kamar. Hampir setiap malam saya pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Saya tidak memberitahukan orang tua saya tentang apa yang sedang saya kerjakan, atau kapan saya akan pulang karena saya tidak ingin mendengar omelan mereka. Ketika tiba di rumah, saya tidak tidur dan menonton pornografi atau YouTube hingga larut malam (Yak. 1:14). Ketika orang tua bertanya apa yang sedang saya lakukan, saya akan memberikan merespon dengan jawaban yang menyiratkan kekesalan saya. Ketika mereka meminta saya untuk membantu melakukan pekerjaan rumah, saya pun selalu menolaknya. Ketika mereka mulai menyatakan apa yang salah dengan diri saya, saya menjadi semakin frustrasi dan menghabiskan lebih banyak waktu di kamar, memuaskan kedagingan saya dengan pornografi, bermain game, dan menonton YouTube. Betapa bodohnya saya karena tidak mau lagi mendengarkan nasihat orang tua (Ams. 15:5).
Komunikasi saya dengan orang tua pun menjadi rusak. Mereka ingin tahu apa yang menyebabkan perubahan tingkah laku saya untuk bisa memberikan saran dan dukungan. Namun awalnya saya menganggap orang tua saya tidak akan memahami tekanan yang saya alami dari teman-teman, dan mereka hanya akan menyalahkan saya, serta mengatakan bahwa saya tidak cukup baik. Maka saya memutuskan bahwa yang terbaik adalah saya tidak perlu memberitahukan siapa pun tentang apa yang sedang saya alami. Seiring berjalannya waktu, kekesalan saya kepada orang tua bertambah, demikian juga asumsi bahwa mereka tidak peduli dengan saya.
Hal ini menjadi pemicu depresi karena emosi saya yang tertahankan, dengan tidak adanya tempat untuk melepaskan tekanan tersebut. Memendam perasaan sangatlah berbahaya karena luapan emosi ini dapat meledak sewaktu-waktu tanpa terkendali. Seperti balon yang diisi terus-menerus dengan angin, pada akhirnya akan meledak.
Hubungan dengan Saudara-saudari Seiman
Dosa juga mempengaruhi hubungan saya dengan saudara-saudari seiman. Ketika melihat orang lain melayani Tuhan dengan setia di gereja dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan gereja, membuat saya merasa bahwa saya tidak akan dapat menyamai mereka. Saya berpikir bahwa mereka juga tidak akan dapat memahami saya karena iman mereka sangatlah kuat; jika saya memberitahukan keadaan saya kepada mereka, mereka hanya akan menyebutkan ayat Alkitab yang sudah sering saya dengar dan menasihati saya untuk berdoa kepada Tuhan. Masalah sesungguhnya bukanlah pada saran yang mungkin mereka sampaikan, tetapi karena kurangnya empati dan kedekatan hubungan antara saya dengan mereka.
Akibatnya, saya menjaga jarak dengan saudara-saudari seiman. Saya sering duduk sendirian ketika berkebaktian, dan saya mulai perlahan-lahan mengurangi kegiatan gereja. Saya mulai pergi ke gym ketimbang mengikuti persekutuan, menganggap bahwa saya tidak membutuhkan saudara-saudari seiman – satu-satunya hal yang saya pedulikan hanyalah diri saya sendiri. Reaksi saya seperti bangsa Israel ketika mereka menunggu Musa turun dari Gunung Sinai. Mereka menjadi tidak sabar dan berpaling kepada Harun agar dibuatkan patung lembu emas untuk disembah. Karena saya tidak mendapatkan dukungan secara fisik, saya pun memutuskan untuk menggantikan Tuhan dengan cara lainnya untuk membantu saya mengatasinya.
Sekali lagi, ini memperburuk depresi yang saya alami, karena saudara-saudari seiman tampaknya tidak peduli dengan keadaan saya. Walaupun saya telah menarik diri dari mereka, namun saya masih tetap berharap ada satu orang yang akan memperhatikan dan menanyakan keadaan saya. Namun ternyata, tidak ada seorang pun yang memperhatikan saya. Saat itulah pikiran untuk bunuh diri mulai merasuki pikiran saya. Saya merasa bahwa saudara-saudari seiman telah meninggalkan saya, membiarkan saya tenggelam di dalam dosa.
Hubungan Kita dengan Tuhan
Melewati semua proses ini, saya semakin menarik diri jauh dari Tuhan, dan akibatnya semakin sulit bagi saya untuk keluar dari jerat dosa. Ini serupa dengan apa yang dialami oleh Paulus:
“Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual dibawah kuasa dosa. Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.” (Rm. 7:14-15)
Saya merasa malu karena kecanduan pornografi dan video game, dan saya merasa tidak layak menerima panggilan Tuhan. Banyak khotbah yang disampaikan menusuk hati nurani saya, menasihati untuk berhenti melakukan dosa – namun karena saya tidak berdaya menghentikannya, saya rasa tidak mungkin bagi saya untuk hidup kudus di hadapan Tuhan.
Pertumbuhan rohani saya terhenti. Saya tidak lagi memperhatikan saat ibadah, dan saya juga berhenti melayani Tuhan, menganggap bahwa Tuhan tidak ingin menggunakan perabot yang kotor. Saya pun tidak lagi memperhatikan kerohanian saya secara pribadi, karena saya lebih memilih untuk memuaskan diri dalam dosa ketimbang membaca Alkitab.
Ketika kesehatan mental saya menurun, saya selalu berpikir bahwa saya sudah tidak lagi diinginkan oleh gereja dan Tuhan. Saya pun melepaskan setiap kesempatan untuk mengikuti acara-acara. Saya merasa diri saya sangatlah buruk dan layak hidup seperti ini. Saya bahkan meragukan bahwa Tuhan benar-benar mengasihi saya dan bahwa darah-Nya dapat membersihkan saya dari segala dosa. Pikiran untuk mengakhiri hidup sangatlah kuat di masa-masa seperti ini. Jika tidak ada seorang pun yang saya kenal yang benar-benar peduli pada saya, bahkan Tuhan-pun tidak, apa gunanya saya meneruskan hidup?
TITIK BALIK
Peringatan dari Para Pekerja Tuhan
Pada suatu malam, setelah menonton pornografi, saya menyadari bahwa saya belum memasukkan headphone saya. Kemudian pada minggu itu, saya menerima pesan dari seorang diaken untuk bertemu dengannya dan juga pendeta. Dosa saya telah terbongkar – salah satu anggota keluarga saya mendengar suara berisik pada malam itu. Saya pun mengaku bahwa saya telah berdosa terhadap Tuhan, namun saya tidak menceritakan keadaan mental saya. Saya bertekad untuk tidak lagi berbuat dosa, namun saya masih tidak merasakan damai sejahtera. Saya tetap menghabiskan sebagian besar waktu saya di kamar, sehingga pornografi tetap dalam jangkauan saya. Tidak lama setelah itu, saya pun kembali terjerumus ke dalam dosa yang sama, walaupun saya tidak menonton sebanyak ketika pertama kali kecanduan. Namun demikian, saya merasa lebih buruk karena saya telah berkomitmen untuk berhenti.
Tuhan dapat menggunakan berbagai cara dan berbagai orang untuk memberitahukan dosa kita. Hal ini dapat melalui khotbah, persekutuan, ataupun perkataan seorang saudara atau saudari. Kristus telah mengalami berbagai pencobaan, dan walaupun Ia tidak berdosa, Ia dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita (Ibr. 4:14-16). Maka setelah mendengar teguran dari pendeta, atau peringatan dari khotbah maupun persekutuan, saya berusaha belajar dari kesalahan saya, dan datang kepada Tuhan untuk mendapatkan pertolongan.
Pengakuan kepada Saudara-Saudari Dekat
Setelah bertemu dengan diaken dan pendeta, saya menerima pesan WhatsApp dari tim besuk pemuda. Saya mengabaikannya untuk beberapa waktu, karena saya pikir mereka akan menginterogasi tentang ketidakhadiran saya di gereja. Pada saat yang sama, pikiran lain melintas di kepala saya: Bagaimana jika saya mengungkapkan semuanya? Bagaimana jika saya benar-benar mencurahkan seluruh isi hati saya dan meminta pertolongan? Maka saya memutuskan untuk bertemu dengan tim besuk, lalu menceritakan tentang hubungan saya yang memburuk dengan orang tua dan saudara-saudari seiman. Tetap, saya masih merasa tidak nyaman untuk membicarakan isu pornografi. Sampai ketika saya meminta salah seorang tim besuk bertemu secara pribadi, barulah saya dapat membuka diri.
Kita semua dapat berada dalam keadaan yang unik, namun Tuhan pasti memiliki jalan keluar untuk segala kebutuhan dan masalah kita. Bagi saya, salah satu solusinya adalah dengan membuka diri kepada para pemuda dalam tim besuk. Walaupun membicarakan masalah kesehatan mental saya terasa menyakitkan, saya senang telah melakukannya, karena saudara-saudari seiman sekarang dapat turut mendoakan dan menolong perjalanan rohani saya (Yak. 5:16). Ketika ada kesempatan bagi kita untuk mengakui permasalahan diri kita, merasa malu adalah hal yang wajar, namun kita harus berani mengesampingkan perasaan-perasaan tersebut, demi mendapatkan pertolongan rohani yang kita butuhkan.
Pengakuan kepada Keluarga
Pada titik ini, saya masih belum dapat berbicara kepada orang tua saya untuk menyampaikan apa yang terjadi. Mereka senantiasa menanyakan mengapa saya selalu terlihat sedih, dan mengatakan bahwa jika saya tidak berbicara, mereka pun tidak akan dapat menolong saya. Sehingga pada akhirnya, saya mengambil langkah paling berani dan mengirimkan pesan WhatsApp kepada orang tua saya tentang semua yang ada dalam pikiran saya. Pada mezbah keluarga berikutnya, kami membicarakan masalah saya – bagaimana saya selalu merasa dibanding-bandingkan dengan orang lain dan selalu dianggap tidak cukup baik, dan bagaimana mereka hanya fokus pada kesalahan-kesalahan saya. Kami berkesimpulan bahwa kami harus bertobat kepada Tuhan, memohon pengampunan, dan berubah. Tuhan telah membuka jalur ketiga sehingga sisa perasaan saya dapat dikeluarkan sepenuhnya. Saya merasakan kelegaan di dalam hati, karena beban saya telah terangkat seluruhnya. Dan pada akhirnya, saya dapat berlari kembali kepada Tuhan.
Mengaku pada keluarga saya adalah hal yang paling sulit saya lakukan, karena saya jarang berkomunikasi dengan mereka. Saya merasa malu untuk mengakui dosa yang telah saya sembunyikan dari mereka, walaupun tinggal di bawah atap yang sama. Namun demikian, keluarga kita-lah yang paling dapat membantu kita secara lahiriah. Walaupun sulit, janganlah takut mengumpulkan seluruh anggota keluarga untuk membicarakannya. Kita mungkin akan menerima beberapa teguran, namun orang tua kita melakukannya karena mereka mengasihi kita dan tidak ingin melihat kita jatuh dalam dosa (Ams. 13:24).
MEMPERHATIKAN YANG TERSESAT
Tindakan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa bukan hanya ditujukan pada orang-orang yang belum percaya Tuhan, tetapi juga pada saudara-saudari yang mungkin tersesat. Kita menyelamatkan mereka dari buah dosa, yang adalah maut (Yak. 5:19-20). Jika kita menyadari ada saudara seiman yang terkesan berbeda dari biasanya atau perilakunya memburuk, berikut ini adalah beberapa saran untuk membantu mereka.
Saran untuk Saudara-Saudari Seiman
Sebagai anggota gereja, kita harus lebih memperhatikan setiap perubahan perilaku di antara saudara-saudari seiman kita. Sebagai contoh, kita mungkin melihat seorang saudara yang terlihat sedih, murung, atau menjadi kurang aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan gereja. Jika kita melihatnya, segera ambil inisiatif untuk menanyakan bagaimana kabarnya, lalu secara konsisten bangunlah hubungan rohani, serta tunjukkan kepadanya bahwa Anda benar-benar peduli.
Tentu saja, kita tidak dapat berasumsi bahwa melewatkan persekutuan atau indikasi kejenuhan sebagai tanda-tanda dosa. Namun kita dapat mendekati saudara tersebut, jika kita merasakan ada sedikit perubahan yang terus menerus pada dirinya. Jika dia merasa bahwa ada orang yang peduli padanya, mungkin akhirnya ia akan membuka diri. Ketika ia membuka diri, jangan terburu-buru menghakimi. Sebaliknya, dengarkanlah apa yang ingin ia katakan. Ia mungkin saja menyimpan banyak perasaan yang dipendamnya, maka Anda dapat menjadi tempat penyaluran bagi dirinya, dengan Anda meluangkan waktu untuk mendengarkannya.
Saran untuk Para Orang Tua
Jika anak Anda menghabiskan banyak waktu di dalam kamar, atau enggan membantu melakukan pekerjaan rumah, jangan hanya fokus pada anak tersebut. Sebaliknya, fokuslah pada cara untuk mendorong seluruh anggota keluarga semakin dekat kepada Tuhan. Kumpulkan seluruh anggota keluarga untuk melakukan mezbah keluarga dengan menyanyikan Kidung Rohani, mempelajari firman Tuhan, dan berdoa bersama. Melalui penyembahan yang berkelanjutan kepada Tuhan sebagai satu keluarga, kita akan meningkatkan hikmat rohani kita, mengetahui bagaimana berjalan sesuai kehendak Tuhan dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Kita juga diingatkan bahwa melalui darah Kristus, Tuhan telah melayakkan kita untuk mendapatkan bagian di dalam kerajaan-Nya (Kol. 1:9-14).
MENJAGA DIRI SENDIRI
Dipenuhi dengan Firman Tuhan
“Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa;
Peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.
Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati;
Perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya.
Takut TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya;
Hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya,
Lebih indah dari pada emas,
Bahkan dari pada banyak emas tua;
Dan lebih manis dari pada madu,
Bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.” (Mzm. 19:8-11)
Kita harus mengisi hati kita dengan firman Tuhan dan bertekad untuk membaca Alkitab dan menerapkan ajaran-ajarannya. Renungkan terus menerus apa yang telah kita baca dan lakukan pengajarannya di dalam kehidupan kita. Ketika kita terus berjalan dalam firman Tuhan, kita akan menyadari bahwa Firman Tuhan dapat dipercaya dan sungguh benar, meneguhkan hasrat kita untuk mempelajarinya lebih dalam lagi.
Dipenuhi dengan Doa
“Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.” (Yak. 5:15)
Ketika kita berhenti memuaskan diri dalam dosa, kita dapat merasakan tiba-tiba saja memiliki banyak waktu luang. Kita harus menggunakan waktu ini untuk berdoa. Pikirkanlah persoalan gereja, saudara saudari seiman yang memerlukan bantuan doa, keluarga kita, dan iman kita masing-masing. Lalu usahakan untuk menyebutkan setiap persoalan tersebut di dalam doa, mohon Tuhan membantu.
Menemukan Sahabat Rohani
“Berdua lebih baik dari pada seorang diri,
Karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka.
Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya,
Tetapi wai orang yang jatuh,
Yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!
Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas,
Tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas?
Dan bilamana seorang dapat dialahkan,
Dua orang akan dapat bertahan.
Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” (Pkh. 4:9-12)
Saya memiliki pergumulan untuk membuka diri pada saudara seiman karena keangkuhan. Saya tidak mau melepaskan citra yang dilihat jemaat pada diri saya: orang Kristen yang baik, yang mengikuti kebaktian dan persekutuan, dan melayani di gereja. Tetapi ketika tim besuk pemuda menghubungi, saya menyadari bahwa inilah kesempatan saya untuk membicarakan tentang semua permasalahan saya. Walaupun saya memiliki anggapan yang keliru bahwa orang lain tidak akan bersimpati pada saya, saya berdoa kepada Tuhan untuk melepaskan pemikiran itu, dan juga keangkuhan saya, agar memiliki keberanian untuk mengakui dosa saya.
Kita juga mungkin memiliki keangkuhan ini, yang menghalangi kita untuk membangun pertemanan rohani, tetapi kita harus melihat pada hasil akhirnya. Kita dapat tetap berada dalam keangkuhan, yang menyebabkan kehancuran, atau mengalami sedikit rasa malu demi hidup kekal. Melalui doa, mohonlah kepada Tuhan untuk menghapuskan keangkuhan dalam hati kita, dan memberikan kerelaan hati untuk mencurahkan perasaan kita.
Ketika merenungkan kembali, seharusnya saya tidak berfokus pada rasa akan dihakimi oleh saudara-saudari seiman. Ya, akan ada teguran, tetapi semua itu adalah bagian dari kasih – bukan hanya untuk saya, tetapi juga untuk seluruh jemaat. Hanya dengan kasih, maka tim besuk pemuda mau memberikan nasihatnya, dan yang lebih penting lagi, mau menolong saya untuk kembali kepada Tuhan. Kalau kita sudah mengungkapkan hal yang paling memalukan dari dalam hati kita, tidak ada lagi yang perlu disembunyikan dari orang lain, sehingga terbangunlah sebuah pertemanan rohani. Ikatan ini dapat semakin kuat dengan kita saling tolong menolong, dengan firman Tuhan sebagai dasarnya.
KATA-KATA PENUTUP
“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.” (Mat. 18:12-14)
Bersyukur kepada Tuhan karena anugerah-Nya yang indah telah menyelamatkan saya dari belenggu dosa. Melalui kasih dan panjangnya kesabaran-Nya, saya dapat kembali ke dalam kawanan domba-Nya, dipersatukan dengan saudara-saudari seiman di dalam persekutuan dan doa. Sungguh benar, Tuhan dapat melakukan apapun di dalam kuasa-Nya, untuk mencari satu domba yang tersesat. Entah di gunung tertinggi maupun lembah terdalam, Tuhan akan mencari dan membawa kembali domba itu. Walaupun dari sudut pandang domba keadaannya mustahil dipulihkan, Tuhan dapat menggunakan kuasa dan kasih-Nya yang besar untuk membawa mereka kembali ke dalam pangkuan-Nya.
Jika Anda merasa berada dalam cengkeram dosa dan membaca artikel ini, Anda masih memiliki kesempatan untuk berubah. Jangan takut mengakui dosa Anda (Yak. 5:16a). Kita mungkin merasa hal itu tidak ada gunanya, karena dalam anggapan kita, kita hanya akan mendapatkan teguran keras, atau nasihat-nasihat yang semu, tetapi tidaklah demikian. Ingat, Tuhan peduli pada Anda, begitu pula dengan saudara-saudari seiman di gereja. Tetapi kita harus mau merendahkan diri dan mengakui kesalahan-kesalahan kita, agar mereka dapat mendorong dan menolong kita dalam perjalanan rohani kita ke surga.
Kiranya segala kemuliaan hanya bagi Tuhan! Amin.