Suara Sejati
Bukan Harapan Kosong
“Sdri. Yenny Christy, Gereja cabang Sunter, Jakarta”
Keluarga saya bukan keluarga Kristen. Namun saat ada teman SD yang mengajak saya ke gereja mengikuti Sekolah Minggu, mereka tidak menghalangi saya. Sejak itulah saya pergi ke gereja setiap Minggu.
Seiring waktu berjalan dan usia bertambah, saya mulai kritis dalam iman. Melihat gereja melakukan hal yang tidak sesuai dengan Alkitab, hati saya bergejolak. Hal ini membuat saya berpindah gereja di tahun 1985. Sampai tahun 2000 saya terus beribadah di gereja ini, namun saya masih tetap merasa kurang bertumbuh. Saya kembali melihat banyak hal dalam gereja yang berbeda dengan apa yang tertulis dalam Alkitab. Karena itulah saya mulai sering absen. Walaupun demikian, saya masih tetap berdoa, baca alkitab dan menyanyikan lagu rohani di rumah.
Saya mengalami kerapuhan dalam iman. Walau sudah menjadi Kristen, saya menghadapi permasalahan yang rumit. Saat anak-anak sakit, saya membawa mereka berobat ke pengobatan alternatif. Ketika saya pindah rumah, rumah yang saya tempati dikatakan angker oleh tetangga. Mereka berkata bahwa para pengontrak sebelumnya pindah karena sering ada yang kerasukan. Kemudian saya mengundang dokter pengobatan alternatif itu ke rumah untuk mengusir roh halus. Saya diberikan jimat, lalu saya simpan di lemari, katanya untuk melindungi saya. Di bawah lantai rumah juga dikubur sebuah jimat yang katanya untuk menangkal roh-roh halus supaya tidak keluar mengganggu keluarga saya.
Menghadapi masalah hidup yang bertubi-tubi, saya pun mudah menjadi putus asa. Sampai suatu ketika, saya mencoba minum Baygon. Saat itu Baygon sudah ada di tangan kanan dan gelas di tangan kiri. Tapi mendadak terbayang wajah anak-anak yang masih kecil. Bila saya tidak ada, mereka akan terlantar. Saya pun membatalkan niat itu.
Setelah sekian lama terombang-ambing, atas kemurahan-Nya saya dituntun ke jalan-Nya, melalui perantaraan adik saya. Awal tahun 2000, saya mendapat undangan dari adik untuk menghadiri Kebaktian Penyegaran Iman (KPI) di Gereja Yesus Sejati. Sebelumnya memang adik sudah pernah beberapa kali mengundang saya, tapi saya tidak pernah mau hadir.
Kali ini saya menerima undangannya dan hadir dalam KPI di Gereja Yesus Sejati. Saya bertanya-tanya mengapa gereja ini beribadah di hari sabtu, bukan hari minggu. Adik pun menjelaskan dengan membuka beberapa ayat Alkitab. Besok malamnya, saya kembali hadir dalam KPI. Berbeda dengan gereja sebelumnya, saya sungguh merasakan siraman rohani yang sejuk. Saya pun memutuskan mulai sabtu depan akan beribadah di Gereja Yesus Sejati.
Karena baptisan yang saya terima sebelumnya belum dilakukan dalam nama Tuhan Yesus di sumber air hidup yang mengalir, saya berniat untuk dibaptis ulang. Seminggu sebelum dibaptis, saya menceritakan kepada pendeta kalau di rumah saya ada jimat. Kemudian pendeta dan seorang pengurus gereja datang ke rumah dan memusnahkan jimat-jimat tersebut dalam nama Yesus. Tanggal 1 April 2000, saya pun dibaptis di Gereja Yesus Sejati.
Bersyukur atas kemurahan Tuhan, saya bisa mengenal Gereja Yesus Sejati. Saya merasa seperti seekor domba tersesat yang dipimpin Tuhan ke kandang milik-Nya, di Gereja Yesus Sejati. Dan setelah menjadi jemaat Gereja Yesus Sejati, bukan berarti saya lepas dari berbagai masalah. Tetapi sekarang saya lebih bisa menghadapinya dengan berdoa. Tiap selesai berdoa, saya sungguh merasakan penghiburan dan kekuatan dari Tuhan. Sungguh sekarang bukan harapan kosong.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.