7. Tanya Jawab: Membangun Kehidupan Bekerja Dan Melayani Tuhan
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
Philip Shee—Singapura
Tanya Jawab: Membangun Kehidupan Bekerja dan Melayani Tuhan
Catatan Penulis
Meninggalkan masa sekolah dan memasuki dunia kerja merupakan langkah yang sangat penting. Kita menghabiskan dua dasawarsa pertama hidup kita untuk mempersiapkannya, namun itu hanyalah langkah awal dari perjalanan panjang kita. Dengan pergumulan ekonomi dan harapan hidup yang semakin tinggi di era sekarang ini, generasi muda mungkin harus bekerja lebih dari enam puluh tahun sebelum mereka dapat pensiun.[1] Walaupun kelihatannya sangat masuk akal jika kita memusatkan seluruh energi kita di tahap awal pengembangan karir ini, tetapi sesungguhnya yang lebih penting adalah bagaimana kita memperkuat iman dan pelayanan kita kepada Tuhan di tahap awal ini, di mana kita masih relatif belum terbebani oleh berbagai tanggung jawab. Sebagai pemuda yang mengasihi Tuhan, kita mungkin bertanya-tanya, dapatkah kita mendedikasikan diri untuk melayani Tuhan, sembari memiliki karir yang sukses? Bagaimana kita dapat melayani dan membangun iman yang berakar seiring kita melakukan pekerjaan sekular? Tanya-Jawab ini, di mana para pemuda Singapura mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka kepada Dk. Philip Shee, diselenggarakan pada kebaktian mingguan pemuda.
1) Apa saja yang perlu diperhatikan oleh orang Kristen dalam memilih bidang pekerjaan yang akan dia geluti?
Alkitab memberikan kita prinsip-prinsipnya. Jika ada tawaran pekerjaan yang melanggar prinsip-prinsip ini, atau membuat kita dilema, pertimbangkan kembali. Contohnya, dapatkah seorang Kristen menjadi politikus? Di satu sisi kita perlu melayani negara, tetapi di sisi lain politikus harus bersikap diplomatis, yang akhirnya dapat mengkompromikan iman mereka. Atau, dapatkah seorang Kristen bekerja di kasino, atau menjadi kepala bagian riset dan pengembangan design rokok? Berjudi dan merokok melanggar prinsip Alkitab, maka hindarilah bekerja di industri seperti ini. Kita juga harus mempertimbangkan dengan saksama akan profesi yang menempatkan kita di dalam lingkungan kerja yang buruk, atau yang menyita waktu sehingga kita tidak memiliki waktu untuk Tuhan.
2) Mungkinkah kita berhasil dalam pekerjaan dengan mengutamakan Tuhan? Bagaimana kita dapat menyediakan waktu untuk mengikuti kebaktian tambahan, seperti kebaktian pemuda atau pemahaman Alkitab?
Ya, tentu saja dapat. Dengan kita mengutamakan Tuhan bukan berarti pekerjaan kita akan terbengkalai. Saya mengatakan ini berdasarkan pengalaman, dan juga melihat banyak jemaat yang mengutamakan Tuhan ketika mereka bekerja.
1. Ingat poros kehidupan kita
Dengan model mencari keseimbangan antara kehidupan-kerja dan kehidupan-iman, maka ketika satu sisi membutuhkan lebih banyak, sisi lain harus dikorbankan. Demikianlah ketika pekerjaan kita menuntut lebih banyak waktu dan tenaga, maka kita akan mengorbankan hubungan kita dengan Tuhan. Tetapi dengan model poros, ini lebih selaras dengan iman Kekristenan kita. Kristus menjadi titik tumpuan kita – pusat kehidupan kita, dan hal-hal lainnya ada mengitari-Nya. Ini membawa kita ke poin kedua.
2. Ingat tujuan kita
Agar hidup kita tetap berpusat pada Kristus, kita harus mengingat kembali tujuan kita. Mengapa kita bekerja? Karena Kristus memberitahu kita untuk melayani majikan kita seperti kita melayani Tuhan (Ef. 6:5-8), dan karena barangsiapa yang tidak bekerja janganlah ia makan (2Tes. 3:10). Tujuan kita bekerja adalah Kristus, bukan untuk kehormatan diri sendiri, mendapat kekayaan, atau bahkan mengambil keuntungan dari kebaikan orang-orang di sekeliling kita. Ketika kita dapat melihat ini sebagai tujuan, maka kita akan bekerja karena kita melayani Tuhan, bukan untuk diri sendiri ataupun mamon. Selanjutnya, jika pekerjaan kita harus dibayar dengan iman, maka pertimbangkanlah untuk mengganti pekerjaan.
Tujuan kita juga perlu mencakup hal-hal ini: ketika kita bekerja untuk mencukupi kebutuhan kita, ini adalah kesempatan untuk memperlihatkan nilai-nilai kita sebagai orang Kristen, memberitakan Injil, dan memuliakan Tuhan. Jika kita tidak melakukan hal-hal ini, maka poros kita bukanlah Kristus. Mungkin saja, poros kita adalah kebutuhan untuk bertahan hidup, menjadi sukses dalam pekerjaan, atau bahkan menggapai kemewahan hidup.
Langkah nyata apa yang dapat saya lakukan?
Sederhanakan hidup kita. Ada seorang saudara yang bekerja di bidang keuangan dengan jadwal yang sangat padat. Agar dapat memusatkan hidupnya pada Kristus dan menggenapi tujuan hidupnya, dia dengan tekun melakukan tanggung jawabnya, dan mengurangi kegiatan yang tidak diperlukan, seperti bersosialisasi dengan bermain golf, karena kegiatan ini memakan waktu yang lumayan banyak. Dia juga menyederhanakan hidupnya dengan tidak menonton televisi. Tujuan hidupnya memberikan arah pada tindakannya. Dia tidak ingin mendapatkan nama. Dengan menjaga dirinya low profile, dia juga tidak akan mengambil tanggung jawab tambahan, yang akan mengambil waktunya melayani Tuhan.
Dengan merenungkan poros dan tujuan hidup kita saat ini, memungkinkan kita untuk menyesuaikan kembali hidup kita. Apakah cara kita berpikir tentang pekerjaan sesuai dengan apa yang Allah inginkan? Apakah kita merasa kewalahan memenuhi tanggung jawab kita dalam pekerjaan, atau itu terjadi karena kita mengambil tanggung jawab tambahan yang tidak perlu? Kalau kita telah berusaha menjalani hidup kita menurut kehendak Allah, namun iman kita terus mengalami tekanan, mungkin sudah saatnya kita berganti pekerjaan, atau pertimbangkan untuk melepaskan beberapa kegiatan kita, seperti pekerjaan sampingan atau proyek pribadi. Hal ini mungkin berarti bahwa kita akan mendapatkan penghasilan yang lebih rendah, ataupun berjalan lebih lambat dalam mendaki gunung karir kita.
Walaupun mengikuti kebaktian tambahan kelihatannya akan menyita waktu yang bisa kita gunakan untuk bekerja atau belajar, tetapi setelah kita sibuk bekerja seharian, justru dengan mengikuti kebaktian tambahan inilah kita dapat berhenti sejenak dan melepaskan kepenatan, sambil menikmati persekutuan yang erat dengan Tuhan dan umat-Nya.
Pergumulan untuk dapat mengutamakan Tuhan dalam pekerjaan akan semakin kompleks ketika seseorang menikah, apalagi ditambah memiliki anak. Salah satu keputusan terbaik yang dapat kita ambil untuk diri sendiri, sebagai jemaat Gereja Yesus Sejati, adalah menikah di dalam Tuhan. Memiliki pasangan yang seiman akan membuat tantangan mengutamakan Tuhan ini jauh lebih mudah dilakukan.
3) Apakah boleh berhenti sejenak dari pekerjaan gereja yang membuat saya tertekan dan gelisah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Paulus memberikan beberapa prinsip yang berguna dalam Roma 12:3-8, 11-12. Prinsip pertama adalah bersikap realistis dengan apa yang dapat kita tangani.
“Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Rm. 12:3)
“Hal-hal yang lebih tinggi daripada yang patut kamu pikirkan” termasuk di dalamnya jumlah atau jenis pekerjaan yang dapat kita lakukan.
Pelayanan kepada Tuhan diawali dari kebutuhan gereja dan jemaatnya. Tujuan pekerjaan gereja adalah agar kita bertumbuh secara rohani sembari membantu orang lain bertumbuh juga. Jika pelayanan berdampak buruk pada diri kita, bagaimana kita dapat membantu orang lain bertumbuh? Inilah sebabnya Roma 12:3 mendorong kita untuk melayani menurut ukuran iman kita. Kalau suatu saat kita merasa sedemikian terbeban sampai-sampai mempengaruhi kesehatan dan iman kita, berhentilah sejenak. Namun ingatlah, perhentian ini tidak berlangsung selamanya. Memutuskan untuk tidak lagi melayani Tuhan sama sekali tidak tepat. Kita harus melayani, atau kita akan menghadapi hukuman yang sama seperti yang dialami oleh hamba yang tidak setia, yang menyembunyikan talenta tuannya di dalam tanah (Mat. 25:18, 30).
Mereka yang mengkoordinasi pelayanan di gereja perlu mempertimbangkan karunia yang dimiliki setiap orang. Kita juga perlu merenungkan karunia-karunia apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Lebih jauh lagi, kita perlu berdoa memohon karunia-karunia ini. Jika kita kewalahan dalam jabatan pelayanan tertentu yang memerlukan keahlian khusus, berdoalah kepada Tuhan untuk memampukan kita melakukan pekerjaan-Nya.
“Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.” (2Kor. 9:8)
Mungkin seseorang memiliki talenta, tetapi mereka sedang mengalami beban hidup, yang akan membuat jabatan pelayanan tertentu menjadi terlalu membebani. Dapat juga, pada saat seperti ini, mereka tidak memiliki ukuran iman yang dibutuhkan untuk melayani di bidang tersebut. Dalam kasus ini, mundurlah selangkah. Anugerah Allah bukanlah untuk meremukkan kita, melainkan mengangkat kita. Kalau kita melihat kejadian seperti ini, bersikaplah penuh pengertian: bahwa orang-orang yang kita anggap rohaninya kuat sekalipun, dapat mengalami masa-masa kelemahan. Jangan menghakimi mereka. Bantulah mereka dan ringankan beban mereka dalam masa ini.
Kadang, saat melakukan pekerjaan gereja, kita sendirilah yang membuat diri kita tertekan! Kita mungkin memiliki harapan yang kurang realistis sehingga kita tidak dapat mencapainya. Ingatlah bahwa Allah membantu kita menjalankan kehendak-Nya. Kita menabur dan menyiram, tetapi Dia-lah yang membuat pertumbuhan (1Kor. 3:6).
Selain itu, kita harus memperhatikan sikap kita saat melayani: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” (Rm. 12:11). Kita perlu merenungkan diri kita dan menemukan sumber dari tekanan atau kegelisahan kita. Apakah itu misalnya berasal dari keinginan untuk segera menyelesaikan pekerjaan Allah, sehingga kita dapat lepas dan menggunakan waktu untuk diri sendiri?
Ayat berikut ini menasihatkan kita untuk mengembangkan dan mempertahankan semangat yang dapat mengalahkan kesukaran, yaitu dengan “bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa.” (Rm. 12:12). Penyembahan kita kepada Allah harus berada di atas pelayanan kita kepada-Nya.
4) Bagaimana saya dapat mencegah kelelahan fisik dan rohani?
Di dalam Alkitab, ada beberapa orang yang mengalami kelelahan (burned out), seperti Musa dan Elia. Jika kita mengalaminya, jangan menjadi kecewa. Mengapa Musa dan Elia kelelahan? Karena mereka peduli. Mereka peduli pada umat Allah, tetapi mereka juga peduli pada diri mereka sendiri, namun dengan cara yang tidak sehat. Seperti Elia, yang berkata, “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.” (1Raj. 19:4)
1. Beristirahat secara jasmani
Jangan meremehkan pentingnya istirahat secara fisik. Kurang istirahat akan merugikan diri kita sendiri. Sediakan waktu dalam jadwal kita untuk beristirahat dan berolahraga. Misalnya, saya menyediakan waktu di Minggu pagi untuk berjalan kaki. Lakukan hal-hal yang Anda rasa dapat memberikan efek terapi; ini akan membantu Anda, baik secara fisik dan mental, yang secara tidak langsung akan memberi manfaat bagi rohani Anda juga. Jika tidur yang cukup berarti mengesampingkan kegiatan santai, seperti menonton tayangan atau bermain game, lakukanlah itu.
2. Renungkan ekspektasi kita
Apabila kita merasa semakin frustrasi atau jenuh dengan pekerjaan kita, tanyakan kepada diri kita: Mengapa saya kelelahan? Apa yang saya harapkan dari pekerjaan saya?
Penyebab kelelahan Elia adalah karena apa yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasinya. Setelah mengalahkan nabi-nabi palsu, Elia berpikir bahwa umat Tuhan akan berbalik dan peperangan akan usai. Namun, hal ini tidak terjadi.
Mungkin hari ini kita juga memiliki ekspektasi: Saya pikir jika saya menasihati teman saya, dia akan kembali kepada Tuhan. Saya berpikir gereja akan maju dengan cara ini, tetapi ternyata tidak. Saya telah sedemikian banyak mengeluarkan usaha, namun hasilnya tidak sesuai harapan.
Apakah kita juga memiliki ekspektasi yang tidak tercapai? Kita seringkali termotivasi saat melihat hasil yang memuaskan dari apa yang kita kerjakan. Namun ketika pengharapan tidak tercapai, kita menjadi kecewa, lesu, yang mengarah kepada kelelahan.
3. Ketahuilah motivasi kita
Pertanyaan penting lainnya yang perlu kita tanyakan adalah: Mengapa saya melayani? Apa motivasi saya, dan apa yang ingin saya dapatkan melalui pekerjaan saya?
Kita seringkali terpengaruh oleh perkataan orang lain dan apa yang mereka harapkan dari diri kita. Kita terpengaruh oleh hasil yang kita lihat secara lahiriah. Ingatlah ketika Nuh membuat bahtera. Bertahun-tahun, tidak seorang pun mendengarkannya. Bukan hanya itu, mereka juga menghinanya. Namun Nuh adalah orang yang benar. Ketika kita melakukan hal yang benar namun tidak terlihat hasilnya, bukan berarti apa yang kita lakukan adalah salah. Dari sini kita bisa mendapatkan dua poin untuk dipertimbangkan:
a. Apakah kita sedang melakukan hal yang benar? Jika ya, maka jika kita belum melihat hasilnya, tidak apa-apa, seperti dalam kasus Nuh.
b. Apakah kita ingat bahwa Allah itu menyertai dan bahwa kita tidak sendirian? Elia berpikir bahwa dia sendirian. Tetapi sesungguhnya Allah ada bersamanya, hanya tidak seperti yang dia pikirkan – Allah ada dalam keheningan, dengan suara yang lembut. Elia tidak tahu bahwa ada tujuh ribu orang lainnya yang dipelihara juga oleh Tuhan. Jika kita berpikir bahwa kita satu-satunya orang yang sedang membela kebenaran dan melakukan apa yang benar, lalu kita merasa seluruh dunia melawan kita, ingatlah bahwa ada orang lain yang Tuhan jaga imannya seperti kita. Tanpa mata rohani seperti ini, kita akan mudah sekali berkecil hati.
4. Memperoleh kekuatan dengan menyendiri bersama Tuhan
“Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang.Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.” (Mat. 14:22-23).
Kita seringkali mengalami kelelahan karena begitu banyaknya pekerjaan, dan kita lupa membangun hubungan pribadi dengan Bapa surgawi kita. Ketika Yesus bekerja tanpa mengenal lelah dalam pelayanan-Nya di dunia, Dia beristirahat, bukan dengan cara berbaring, tetapi dengan mengisi kembali rohaninya.
Di dalam doalah kita dapat semakin memahami kehendak Tuhan. Semakin sedikit kita berdoa, semakin sedikit pula yang kita pahami. Kita mudah terjebak dalam lingkaran setan, di mana ketika kita semakin banyak melayani, kita semakin sedikit berdoa, sehingga kita tidak memahami kehendak Tuhan. Dan akhirnya, kita hanya menghabiskan lebih banyak waktu melakukan pekerjaan. Kalau demikian, apa yang seharusnya kita doakan? Agar Tuhan memperbarui pikiran kita sesuai sudut pandang-Nya, dan menyesuaikan kembali perilaku kita dalam melakukan pekerjaan-Nya.
5. Mencari bantuan orang lain
Seiring perjalanan waktu, iman kita dapat menjadi kuat, namun di waktu lainnya dapat menjadi lemah. Ketika dalam waktu tertentu iman kita menjadi lemah, saat itulah kita membutuhkan rekan kerja kita yang sedang kuat untuk menolong kita. Tidak perlu sungkan untuk meminta bantuan, karena kita semua sedang berjalan bersama-sama menuju kerajaan surga.
Saat kita membantu rekan kerja yang sedang mengalami kelemahan, mereka mungkin ingin melampiaskan rasa frustrasi dan kesedihannya. Pada saat seperti itu, dengarkanlah mereka tanpa menghakimi. Setelah mereka lebih tenang, barulah saatnya bagi kita untuk mengarahkan mereka kembali, seperti memberikan sudut pandang lainnya, tanpa memposisikan diri sebagai orang yang benar.
5) Jika saya sudah terlibat dalam banyak pekerjaan gereja, bagaimana menolak pekerjaan baru dengan sopan?
Jika Anda sudah terlibat dalam banyak pekerjaan gereja, jangan merasa sungkan untuk menolak tugas yang baru. Namun demikian, penting bagi kita untuk memperhatikan beberapa hal. Pertama, biasanya seseorang terpaku pada hal-hal yang sudah dikuasainya. Apakah kita menolak suatu pelayanan karena berada di luar zona nyaman kita? Kita tidak seharusnya melakukan pekerjaan gereja hanya karena kita menyukainya. Kita harus memikirkan apa yang dibutuhkan gereja, dan kita harus memikirkan gereja secara keseluruhan. Bukankah diri kita adalah perabot Allah?
Selain itu, pikirkanlah beberapa pertanyaan di bawah ini:
- Apakah pekerjaan yang perlu kita lakukan itu penting, mendesak, dan berarti?
- Apakah ada orang lain yang dapat melakukan pekerjaan ini? Atau, apakah kita salah satu dari sedikit orang yang memiliki keahlian untuk pekerjaan ini?
- Jika pekerjaan tersebut penting atau mendesak, dapatkah saya mengatur kembali prioritas atau melepaskan tugas lain yang kurang penting atau mendesak?
- Jika pekerjaan itu tidak terlalu penting atau mendesak, dapatkah saya melakukannya di lain waktu, atau menyarankan orang lain yang dapat melakukannya?
- Dapatkah saya melebarkan sayap untuk bisa melakukan pekerjaan ini, jika saya mengatur kembali pekerjaan-pekerjaan yang harus saya lakukan?
- Apakah orang yang meminta saya adalah orang baru atau belum berpengalaman dalam mengkoordinir pekerjaan? Jika saya menolaknya, apakah dia akan menjadi kecewa? Bagaimana saya dapat mendorong atau membantunya mencarikan alternatif?
6) Saya sudah lama melayani bersama rekan sekerja, tetapi saya tidak merasa kami seperti teman. Apakah ada tips untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan mereka?
Adalah baik untuk merenungkan hubungan kita dengan rekan sekerja dari waktu ke waktu, dan menjalin ikatan persaudaraan yang lebih erat dengan mereka.
Dalam gereja, jangan terlalu fokus pada tugas; tetapi pada orang-orang. Melayani Tuhan berbeda dengan pekerjaan sekular, dan kita tidak hanya melakukan hal-hal yang tercatat di agenda kita. Pada dasarnya, yang terpenting bukanlah pekerjaan kita dapat terselesaikan, tetapi bagaimana kita melakukannya dengan orang-orang di sekitar kita, dan bertumbuh bersama-sama.
Belajarlah untuk melihat melampaui apa yang terlihat. Kenalilah lebih dalam satu sama lain, dan saling berbagilah akan hal-hal tentang iman, sehingga kita dapat menjadi penengah terhadap yang lainnya. Ketika kita melakukan hal ini, secara alami kita akan semakin peduli satu sama lain. Saling peduli ini akan membantu kita mencegah kesalahpahaman yang tidak perlu ketika melayani bersama-sama.
Lakukan aktivitas yang menyenangkan. Makan bersama-sama. Saling mengunjungi satu sama lain. Saling menanyakan tentang pengalaman pribadi. Secara rutin, tanyakan ini pada diri sendiri ketika sedang melayani: Berapa banyak orang yang dibangun hari ini? Hari ini, apakah saya sudah bertumbuh dalam iman?
[1] The Stanford Center on Longevity reports that as many as half of today’s five-year-olds can expect to live to one hundred, and work for more than sixty years.
“The 100-year life is here. We’re not ready,” Stanford Center on Longevity, accessed December 17, 2021, https://longevity.stanford.edu/the-new-map-of-life-report/#1637124315004-b149a6e6-23ec