Bagian 5. Harapan dan Doa Musa yang Kelima – Mazmur 90:15
1. Sukacita Saat Mengalami Celaka
“Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka”
—Mazmur 90:15
Dalam kitab Mazmur, Musa pernah menyampaikan permohonan doa agar kiranya ia dapat bersukacita di waktu ia menderita. Jika kita membaca doanya secara seksama, Musa tidak menolak jika ia harus melalui penderitaan. Musa justru memohon sukacita dari Tuhan saat ia berada dalam celaka atau kesusahan.
Terkadang kita berasumsi bahwa percaya kepada Tuhan pastilah membawa kita pada sukacita dan damai sejahtera.
Saat kita percaya Tuhan, kita berharap tidak akan mendapatkan penderitaan atau pun kesusahan hidup. Sebab kita berpikir bahwa Tuhan pasti mengasihi kita teramat sangat. Selain itu, Tuhan adalah Tuhan yang Maha-kuasa. Ia tidak mungkin akan membiarkan kita menderita dan Ia akan menolong kita dari kesusahan.
Namun, pada kenyataannya, mengapa Tuhan membiarkan kita mengalami penderitaan—padahal Tuhan mampu menghentikan kesulitan tersebut?
Renungan:
Sesungguhnya, perjalanan iman kita adalah bentuk kedisiplinan dari pelatihan rohani. Kita memiliki tujuan dari kehidupan iman. Oleh karena itu, kita perlu memiliki iman yang sempurna, walaupun kita tidak sempurna dan memiliki keterbatasan.
Sesungguhnya, perjalanan iman kita adalah bentuk kedisiplinan dari pelatihan rohani. Kita memiliki tujuan dari kehidupan iman. Oleh karena itu, kita perlu memiliki iman yang sempurna, walaupun kita tidak sempurna dan memiliki keterbatasan.
Kita merasa bahwa diri kita baik-baik saja, karena kita menggunakan standar dari “kacamata” diri kita sendiri. Namun, jika kita menggunakan standar “kacamata” Allah, barulah terlihat bahwa diri kita yang “baik-baik saja” sesungguhnya memiliki banyak ketidak-benaran dan ketidak-sempurnaan.
Tuhan menginginkan agar kita memiliki nilai yang berharga di hadapan-Nya. Namun, bukan materi yang kita miliki, melainkan jati diri kita secara rohani. Tetapi kita justru mengejar apa yang kita inginkan—sama seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang dunia. Dengan demikian, menurut “kacamata” Allah, kita memiliki banyak ketidak-sempurnaan.
Dalam ketidak-sempurnaan, marilah kita berubah menjadi seperti Tuhan Yesus, menjadi sempurna, memuliakan Tuhan dan memiliki nilai secara rohani. Perubahan dari tidak sempurna menjadi sempurna tentunya membutuhkan pelatihan.
Pelatihan secara rohani merupakan tantangan tersendiri bagi kita. Saat kita mengalami kesusahan, mungkin kita merasa “aku sungguh tidak beruntung” atau “aku tidak diberikan kesempatan lagi.” Namun sesungguhnya, terdapat suatu nilai dan arti di dalam kesusahan tersebut.
Bisa saja, kesusahan tersebut kita alami selama sepuluh hari, atau bahkan lebih. Ada pula kesusahan yang dialami sampai tahunan lamanya.
Sama halnya dengan Musa. Pada saat ia berusia 40 tahun, ia sedang tinggal di istana dan hidupnya sangat nyaman. Namun, Musa memiliki iman yang besar, sebab ia rela meninggalkan seluruh status dan kemegahan hidupnya di istana, demi menyelamatkan umat Tuhan. Hal tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Tetapi, Tuhan tidak serta-merta memakai Musa pada saat ia berusia 40 tahun. Justru pada usia 80 tahun-lah Tuhan memakai Musa. Dengan demikian, 40 tahun adalah lamanya waktu yang digunakan Tuhan untuk melatih Musa. Selama masa itu, Musa mengalami begitu banyak kesusahan di padang gurun. Tetapi secara rohani ia diubah, agar Tuhan dapat memakainya. Secara rohani, justru ia merasakan sukacita dalam Tuhan meskipun secara fisik ia mengalami penderitaan.
Kita merasa bahwa diri kita baik-baik saja, karena kita menggunakan standar dari “kacamata” diri kita sendiri. Namun, jika kita menggunakan standar “kacamata” Allah, barulah terlihat bahwa diri kita yang “baik-baik saja” sesungguhnya memiliki banyak ketidak-benaran dan ketidak-sempurnaan.
Tuhan menginginkan agar kita memiliki nilai yang berharga di hadapan-Nya. Namun, bukan materi yang kita miliki, melainkan jati diri kita secara rohani. Tetapi kita justru mengejar apa yang kita inginkan—sama seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang dunia. Dengan demikian, menurut “kacamata” Allah, kita memiliki banyak ketidak-sempurnaan.
Dalam ketidak-sempurnaan, marilah kita berubah menjadi seperti Tuhan Yesus, menjadi sempurna, memuliakan Tuhan dan memiliki nilai secara rohani. Perubahan dari tidak sempurna menjadi sempurna tentunya membutuhkan pelatihan.
Bisa saja, kesusahan tersebut kita alami selama sepuluh hari, atau bahkan lebih. Ada pula kesusahan yang dialami sampai tahunan lamanya.
Sama halnya dengan Musa. Pada saat ia berusia 40 tahun, ia sedang tinggal di istana dan hidupnya sangat nyaman. Namun, Musa memiliki iman yang besar, sebab ia rela meninggalkan seluruh status dan kemegahan hidupnya di istana, demi menyelamatkan umat Tuhan. Hal tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Tetapi, Tuhan tidak serta-merta memakai Musa pada saat ia berusia 40 tahun. Justru pada usia 80 tahun-lah Tuhan memakai Musa. Dengan demikian, 40 tahun adalah lamanya waktu yang digunakan Tuhan untuk melatih Musa. Selama masa itu, Musa mengalami begitu banyak kesusahan di padang gurun. Tetapi secara rohani ia diubah, agar Tuhan dapat memakainya. Secara rohani, justru ia merasakan sukacita dalam Tuhan meskipun secara fisik ia mengalami penderitaan.