Iman yang Sempurna: Apapun Kehendak Allah
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
Hosea – Ipoh, Malaysia
Alkitab mencatatkan banyak kesaksian luar biasa mengenai kelepasan dari Tuhan. Ada Lot, yang dibawa oleh malaikat keluar dari api dan belerang. Ada Hizkia, yang usianya diperpanjang ketika dia hampir mati. Ada Petrus, yang dilepaskan dari penjara oleh malaikat. Dan ada Paulus, yang perahunya tidak tenggelam dalam badai, karena Tuhan telah menjamin keselamatannya.
Alkitab menjelaskan apa yang akan diperoleh oleh orang-orang yang mentaati perintah Tuhan dan orang-orang yang tidak taat. Kita tahu bahwa orang yang taat akan menerima damai sejahtera, kesehatan, dan berkat berkelimpahan. Ada banyak contoh di Alkitab yang menceritakan umat Tuhan menerima perlindungan, kesembuhan, dan kelepasan dari-Nya. Di sisi lain, ketidaktaatan akan dihukum dengan kutuk, malapetaka, sampar, penyakit, dan penderitaan.
JIKA DEMIKIAN : BERIMANLAH KEPADA TUHAN DAN PEKERJAAN-NYA
Dalam Daniel pasal 3, kita dapat membaca bagaimana Nebukadnezar, raja Babel, membuat sebuah patung emas yang sangat besar. Tingginya enam puluh hasta dan lebarnya enam hasta – kira-kira setinggi bangunan enam sampai tujuh lantai, dan selebar sebuah mobil kecil. Lalu raja mengundang para pejabat tinggi dari seluruh provinsi untuk berkumpul di depan patung emas itu. Dia memerintahkan orang-orang dari berbagai bangsa dan bahasa ini untuk sujud dan menyembah patung itu ketika mereka mendengar berbagai alat musik dimainkan. Ketika saat itu tiba, semua orang melakukannya, kecuali Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, ketiga sahabat Daniel.
Dengan murka, raja Nebukadnezar memerintahkan agar Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dibawa ke hadapannya. Dia berkata kepada mereka:
“Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu? Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?” (Dan 3:14–15)
Raja memberikan mereka kesempatan terakhir untuk memilih antara hidup dan mati. Namun, bukannya segera memohon ampun dan bersujud, sebaliknya mereka berkata kepada raja Babel yang berkuasa itu:
“Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja.” (Dan 3:16–17, ESV) (1)
Singkatnya, ketiga orang itu berkata bahwa tidaklah perlu untuk memikirkan kembali pilihan mereka atau menjelaskan lebih jauh lagi. Mereka siap untuk mati. Mereka sangat yakin akan kelepasan dan perlindungan dari Tuhan. Inilah iman yang dimiliki atau harus dimiliki oleh kebanyakan dari kita. Namun, apa dasar iman seperti ini?
Yang terpenting, kita harus memiliki iman dalam keilahian Tuhan dan pekerjaan- Nya. Keilahian Tuhan mencakup kasih, kemurahan, belas kasihan, kebaikan, kekudusan, dan kebenaran. Keselamatan merupakan salah satu pekerjaan yang terkait dengan hal ini. Pekerjaan lainnya mencakup penciptaan, penghukuman, perlindungan, dan pengujian-Nya atas manusia. Kita harus percaya bahwa pekerjaan-pekerjaan Tuhan tidak dapat dan tidak akan bertentangan dengan keilahian-Nya.
Dari Alkitab, kita telah melihat Tuhan melepaskan mereka yang dilemparkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, dan berulang kali menyelamatkan umat- Nya dari tangan raja-raja yang berkuasa. Ketika bangsa Israel terperangkap di antara pasukan Mesir yang sedang mengejar dan laut yang dalam, Tuhan membelah Laut Merah sehingga mereka dapat menyeberang. Ketika seseorang meninggal karena sakit, Tuhan membangkitkannya. Inilah Tuhan yang kita sembah dan kita layani hari ini.
MENGUJI TUHAN ATAU BERIMAN KEPADA TUHAN
Walaupun kita percaya dengan segenap hati bahwa Tuhan dapat melakukan segala sesuatu, namun iman bukanlah alasan atau kesempatan bagi kita untuk menguji Tuhan. Mat 4:3 mencatat bahwa ketika Yesus merasa lapar di padang gurun, setan berkata kepada- Nya: “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah batu-batu ini menjadi roti.” Yesus dapat melakukannya dengan mudah. Tetapi bukan hanya tidak mau, Dia juga berkata, “Manusia bukan hidup dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat 4:4b). Perkataan ini adalah Firman Tuhan (Ul 8:3). Apa yang dikatakan Yesus adalah benar, walaupun pernyataan ini tidak akan mengobati rasa lapar-Nya. Namun, antara lapar dan menguji Allah, Yesus memilih lapar. Antara makanan dan Firman Allah, Yesus memilih Firman Allah.
Bukan Allah kurang berkuasa, atau ada masalah dengan iman Yesus. Namun, percaya pada Bapa Surgawi dan kuasa Bapa bukan berarti Yesus dapat menguji Allah. Setan menantang Yesus untuk mengubah batu menjadi makanan untuk membuktikan bahwa Dia benar-benar Anak Allah. Tetapi Yesus tidak menuruti keinginan daging. Dia juga tidak membiarkan rasa lapar melemahkan pertimbangan-Nya. Dia tahu bahwa jika Dia jatuh karena cara setan dan mengubah batu menjadi roti, Dia telah menguji Allah dan tidak menghormati nama- Nya yang kudus.
Bayangkan jika kita berada dalam keadaan yang sama. Jika kita kurang hikmat rohani, kita mungkin berpikir bahwa kita perlu mempertahankan status kita sebagai anak Allah. Kita tertantang menghadapi godaan setan untuk ‘melakukan’ mukjizat yang menyatakan bahwa Tuhan beserta kita. Kita akan membenarkan diri bahwa kita sedang melindungi reputasi Tuhan yang terhormat. Kita berpikir bahwa kesempatan seperti ini justru sangat baik untuk membuktikan status kita sebagai anak Allah, memperlihatkan kuasa Bapa Surgawi kita, dan membuat musuh Allah terdiam dengan menunjukkan bahwa Tuhan sedang melindungi kita. Maka kita memohon Tuhan, dan memaksa-Nya untuk melakukan mukjizat yang ingin kita lihat, tanpa terlebih dahulu merenungkan apakah ini adalah mukjizat yang ingin Tuhan perlihatkan atau tidak. Pada masa- masa seperti ini, kita harus dengan jujur bertanya kepada diri kita: Apa yang kita ingin buktikan? Bahwa kita benar? Atau bahwa Tuhan itu benar?
Ketika ketiga sahabat Daniel menentang perintah raja, mereka tidak berusaha membuktikan bahwa mereka adalah anak-anak Allah. Mereka tidak berusaha untuk memperlihatkan kuasa Allah dengan menunjukkan bahwa mereka tidak akan dilukai secara fisik. Alasan mereka sederhana: mereka yakin hanya ada satu Allah, dan manusia tidak boleh sujud menyembah apa pun selain Dia. Mentaati perintah raja untuk menyembah patung emas secara langsung melanggar Sepuluh Perintah Allah, dasar iman mereka yang sepenuhnya. Maka perkataan dan perbuatan mereka tidak didorong oleh keinginan untuk menguji Allah, melainkan rasa hormat terhadap Allah.
Karena itu, adalah berbeda antara menguji Tuhan dan beriman kepada Tuhan. Dengan menguji Tuhan, kita memposisikan diri di atas Tuhan, memperlakukan Dia sebagai pembuat mukjizat suruhan kita. Namun beriman kepada Tuhan, kita melakukan segala sesuatu untuk menghormati Tuhan.
TETAPI SEANDAINYA TIDAK: PERCAYALAH PADA KEDAULATAN TUHAN
“Tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Dan 3:18, ESV)
Setelah menyatakan keyakinan mereka bahwa Tuhan akan melepaskan mereka, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego menambahkan bahwa andaikata Tuhan tidak melepaskan mereka, mereka tetap tidak akan menyembah dewa orang Babel. Aspek ini tidak kalah pentingnya bagi iman kita. Kita tidak boleh berhenti pada Dan 3:17, mengatakan “Jika demikian” dan menyatakan rasa percaya kita akan kelepasan dari Tuhan. Iman sejati juga mencakup ayat berikutnya, yang menyatakan “Tetapi seandainya tidak….” Aspek kedua ini menunjukkan penerimaan kita akan kedaulatan Allah.
Tuhan adalah Maha Kuasa dan dapat melakukan segala sesuatu. Dia dapat menyembuhkan, melepaskan dari maut, atau menyelamatkan siapapun setiap saat. Tetapi sebagai Pencipta yang berdaulat, Dia memiliki hak mutlak untuk memutuskan apakah Dia ingin bertindak atau tidak. Sebagai ciptaan-Nya, tidak seorang pun dari kita dapat menantang-Nya.
Tidak setiap orang percaya memiliki iman “tetapi seandainya tidak” ini. Sebagian orang tidak dapat menerima bahwa rancangan Tuhan bagi mereka berbeda dengan rancangan mereka sendiri. Jika mereka sakit, Tuhan harus menyembuhkan. Jika mereka dalam masalah, Tuhan harus melepaskan dengan cara dan pada waktu yang mereka putuskan, bukan Tuhan. Mereka percaya bahwa selama mereka mentaati Firman-Nya, rutin ke gereja, berdoa, giat melayani-Nya, dan memberi persembahan dengan sukarela, Tuhan tidak punya pilihan selain melindungi, menyembuhkan, dan mengabulkan permohonan mereka. Walaupun bibir mereka berkata, “Biarlah kehendak-Mu yang terjadi”, tetapi hati mereka berpikir bahwa Tuhan harus menjawab doa mereka karena iman, kesalehan, dan kesetiaan mereka! Ini sama saja dengan merebut kedaulatan Tuhan.
Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:39)
Ketika Yesus ada di dalam dunia, Bapa surgawi menghendaki-Nya mati di kayu salib. Yesus berdoa tiga kali untuk perkara ini karena tidak ingin meminum cawan pahit (Mat 26:36-44). Tetapi, iman Yesus yang “tetapi seandainya tidak” dapat dilihat dari perkataan-Nya “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Dia percaya bahwa kehendak Bapa Surgawi lebih baik dan lebih indah. Dia taat kepada Allah sampai mati di kayu salib. Ketika kita dapat tunduk pada kedaulatan Tuhan, kita dapat menerima situasi apapun yang Dia tempatkan atas kita, pelajaran apapun yang harus kita pelajari. Iman “tetapi seandainya tidak” ini dimanifestasikan dengan ketaatan yang rendah hati. Contoh- contoh Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa umat Tuhan yang setia tidak selalu menikmati kekayaan materi atau kehidupan yang mulus. Mereka tidak selalu menikmati kesehatan dan keamanan.
Ayub, seorang yang saleh yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, mengalami penderitaan – semua anaknya mati, dan tubuhnya dipenuhi borok (Ayub 1-2). Yeremia, nabi Allah, yang memberitakan pesan Allah dengan setia, dilemparkan ke dalam sumur kosong (Yer 38). Lazarus hidup susah sebagai pengemis, dipenuhi borok, dan ingin makan remah-remah yang jatuh dari meja orang yang kaya (Luk 16:19–31).
Sebagian menerima kelepasan, seperti ketiga sahabat Daniel. Namun, yang lain tidak. Murid-murid Yesus adalah para pekerja yang setia, namun Allah tidak memberikan seorang pun dari mereka, kematian yang tenang di usia tua mereka. Menurut sejarah gereja, rasul Paulus dipancung dan Petrus disalib terbalik. Beberapa orang percaya diangkat ke surga tanpa melalui kematian, seperti Henokh (Kej 5:21–24). Tetapi beberapa orang mati secara mengerikan dan mengenaskan, seperti Stefanus, yang dilempari batu (Kis 7:59–60).
KESIMPULAN
Jika kita telah mendengar dan melakukan Firman Tuhan dengan tekun, namun masih mengalami penderitaan, wabah, sakit, atau kesulitan lainnya, janganlah kita meragukan kemahakuasaan Allah atau kesetiaan-Nya. Kita harus percaya sepenuhnya akan kasih- Nya yang besar, dan juga percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi-Nya – Dia dapat menyelamatkan, menyembuhkan, dan melindungi. Iman seperti ini tidak boleh terkandung niat untuk mencobai Tuhan.
Selain itu, kita harus percaya pada kedaulatan Allah, bahwa Dia memiliki waktu-Nya. Tuhan telah menyiapkan pengaturan yang lebih baik, cara yang lebih indah, dan kehendak yang lebih mulia. Entah kehendak dan jalan Tuhan bagi kita itu mulus atau sebaliknya, semua itu adalah untuk kebaikan kita (Rom 8:28). Peganglah teguh pada janji-Nya ini, maka kita akan dapat tunduk pada semua rancangan Tuhan.
Kiranya Tuhan membantu kita menumbuhkan iman yang sempurna sehingga kita dapat benar-benar berkata:
“Jika demikian” bahwa kita harus mengalami kesakitan, Tuhan akan melepaskan kita; “tetapi seandainya tidak”, kita tetap akan memuji Dia.
“Jika demikian” bahwa kita dihadapkan pada wabah, Tuhan akan menghardiknya; “tetapi seandainya tidak”, kita tidak akan meninggalkan iman kita.
“Jika demikian” bahwa kita mengalami kesulitan, Tuhan akan menyelesaikan masalah kita; “tetapi seandainya tidak”, kita tidak akan meninggalkan Dia, dan kita akan tetap setia sampai mati.
Catatan Kaki:
(1) Helen Pidd, “Study finds half of 16- to 24-year-olds hit by ‘lockdown loneliness,’ ” The Guardian, June 8, 2020, https://www.theguardian.com/society/2020/jun/08/study-finds-half-of-16–to-24-year-olds-hit-by-lockdown-loneliness.