Semua Ada Saatnya
Dalam nama Tuhan Yesus bersaksi,
Nama saya Shanty Setiawaty, jemaat Gereja Yesus Sejati, Samanhudi — Jakarta.
Satu Atap
Hangatnya sebuah keluarga membuat kami merasa aman. Saya sudah menikah dan dikaruniai dengan dua anak yang sudah remaja. Kami adalah satu keluarga besar, tinggal bersama dalam satu rumah yang sama. Selain saya, masih ada mama, seorang kakak laki-laki, dan seorang kakak perempuan. Masing-masing sudah berkeluarga. Total 14 orang dalam rumah ini.
Kue Imlek
Imlek tahun ini mendatangkan berkat tersendiri. Pesanan kue kering kami sudah mencapai 80 toples. Tentu saya senang sekali.
Terpanah
Namun siang itu, tanggal 25-Januari-2021, kami mendapat kabar bahwa istri kakak ternyata menderita Covid. Kami semua serasa terpanah, terkejut sekali. Setelah semua penghuni rumah menjalani tes, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat dua orang yang tertular: kakak perempuan dan seorang Asisten Rumah Tangga (ART).
Kakak perempuan lalu menjalani isolasi mandiri (isoman) di sebuah apartemen. ART kami menjalani isoman di Wisma Atlit. Sedangkan istri kakak dirawat inap di sebuah Rumah Sakit (RS).
Terbuka
Saya dan suami lalu memutuskan untuk bersikap terbuka kepada semua pemesan kue kering. Kami beritahukan apa adanya. Keputusan di tangan konsumen—apakah mereka ingin tetap lanjutkan pesanan atau tidak.
Memang, bahan-bahan kue sudah kami beli dan resiko batal harus siap kami tanggung. Sempat ada rasa getir di dalam hati mengingat kerugian yang harus kami terima.
Order Lanjut
Ternyata, masih ada pelanggan yang memilih untuk melanjutkan pesanan mereka. Total sebanyak 50 toples yang tetap dipesan. Kami sangat bersyukur.
Tetapi siang itu, tanggal 28-Januari-2021, hasil PCR tes menyatakan bahwa mama positif, tertular Covid.
Mama
Mama sudah lanjut usia, kadang ia dapat bersikap seperti anak kecil. Tidak mungkin jika mama menjalani opname sendirian. Kami merasa bingung dan hanya dapat menangis. Kami sungguh mengkuatirkan kondisi mama.
Setelah diperiksa, dokter menyarankan agar mama menjalani isoman di rumah dan tidak perlu opname di RS. Kami sungguh sangat lega mendengarnya.
Bertambah
Tanggal 29-Januari-2021 kakak laki-laki kami menyusul, terinfeksi oleh Covid. Saya menyarankan dia untuk menjalani isoman di rumah. Rasanya saya sanggup merawat mama dan dirinya. Tetapi karena beberapa pertimbangan, akhirnya kakak menjalani rawat inap di RS yang sama dengan istrinya.
Protokol Kesehatan
Merawat pasien covid bukan perkara mudah. Apalagi saya bukan petugas kesehatan dan saya pun tidak memiliki Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
Dengan hikmat yang Tuhan berikan, saya menjalankan himbauan 5M dengan ketat—memakai masker, mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan serta membatasi mobilisasi dan interaksi.
Dukungan Kasih
Keluarga, teman dan jemaat Gereja Yesus Sejati terus mendukung kami dalam doa. Sebagian dari mereka malah mengirimkan vitamin, buah, makanan, dan lain sebagainya. Dukungan kasih ini sungguh mengharukan dan membuat hati kami tersentuh. Saya sungguh merasa dikuatkan.
Saya harus tetap sehat untuk bisa merawat mama. Paling tidak, Tuhan memberi kesempatan pada saya untuk berbakti.
Terpisah
Kondisi istri kakak memburuk sehingga ia membutuhkan ruang ICU. Tetapi di saat pandemi, mencari ruang ICU seperti mencari barang langka. Setelah bersusah payah, akhirnya ditemukan di sebuah RS di kota Karawang dengan perjalanan sekitar dua jam dari Jakarta.
Tanggal 4-Februari-2021, istri kakak dipindahkan ke RS Karawang. Kakak hanya bisa mengantar istrinya dengan lambaian tangan. Keduanya cuma bisa saling memandang beberapa saat.
Jarum di Jerami
Tanggal 8-Februari-2021, kakak terjatuh di RS. Besoknya, kami mendapat kabar kondisi kakak memburuk. Kami diminta untuk mencari ruang ICU. Tetapi semua sudah penuh. Mencari ruang ICU bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami. Kami sungguh tidak berdaya.
Namun, minggu itu, kami terhibur dengan hasil PCR mama tertanggal 10-Februari-2021 yang menyatakan bahwa mama sudah negatif. Ini sungguh luar biasa sebab mama sudah berusia 85 tahun.
Padam
Sore itu, jam 16:00, kakak berpulang untuk selamanya dalam usia 62 tahun. Besoknya, jam 3 subuh, istri kakak yang dirawat di Karawang menyusul. Ia berpulang dalam usia 61 tahun.
Mereka berdua langsung dikremasi, sesuai peraturan pemerintah. Kami seakan kehilangan dua buah penerang dalam keluarga kami.
Ruang Duka
Mama dan kakak perempuan, yang sedang dalam masa pemulihan, belum tahu kabar duka ini.
Mungkin Tuhan tidak izinkan saya menangis lebih lama, karena akan membuat imunitas tubuh menurun.
Aplikasi Zoom
Saya hanya dapat mengantar kepergian kakak dan istrinya secara online, lewat aplikasi zoom. Tentu kami sedih sekali, sebab mereka berdua adalah sosok yang sudah tinggal bersama kami sejak kecil.
Kami terhibur dengan hasil PCR tes kakak perempuan yang sudah menunjukkan negatif, sehingga dia bisa menjalani isoman di rumah. Kakak perempuan menerima kabar kepergian dua anggota keluarga dengan tabah. Sekarang dia sudah tahu, anggota keluarga di rumah kami bukan 14 orang, tetapi 12 orang.
Hikmah
Kejadian ini membuat ikatan keluarga kami semakin erat. Puji Tuhan, saya, suami dan anak-anak diberikan kesehatan yang prima saat merawat mama. Puji Tuhan Yesus, kami diberi kekuatan dan ketabahan di dalam melewati masa sulit ini.
Setelah peristiwa ini, saya terus memikirkan, “Mengapa kakak yang berusia 62 tahun bisa meninggal? Mengapa mama yang berusia 85 tahun bisa bertahan?” Saya percaya, bukan karena Tuhan tidak sayang kakak dan istrinya, melainkan karena “segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal…” (Pengkhotbah 3:1-2).
“Sejak nenek positif Covid, kami semua tidak boleh turun ke lantai 1. Hanya mama dan nenek saja yang tinggal di lantai 1. Jika kami turun pun, begitu naik ke lantai 2 kami harus langsung mandi. Meskipun paman dan bibi dipanggil pulang oleh Tuhan, Tuhan tetap menjaga kami yang tersisa. Terutama mama yang sering menjaga nenek, bahkan sering kontak fisik dengan nenek yang menderita Covid, tetap diberikan kesehatan. Kami percaya bahwa ini semua terjadi karena kehendak Tuhan. Kami pun sudah berusaha maksimal untuk pengobatan paman dan bibi. Melalui kejadian ini, kami diingatkan untuk terus bersandar pada Tuhan di dalam menjalani hidup.”
Terpujilah nama Tuhan Yesus. Halleluya. Amin.