ALLAH ADALAH TEMPAT PERLINDUNGAN KITA
Sdri. Wong Fui-Khin – Gereja Adam Road, Singapura
Sdri. Wong Fui-Khin dilahirkan di Sabah, Malaysia Timur dalam sebuah keluarga jemaat Gereja Yesus Sejati. Neneknya dari sisi ayah, bersama dengan saudara-saudara neneknya dan anak neneknya (ayah Sdri. Wong) dibaptis di Gereja Yesus Sejati pada akhir tahun 1920-an. Selain menikmati anugerah keselamatan, Sdri. Wong juga mengalami berkat-berkat yang berlimpah dari Tuhan. Ia membagikan dua kesaksian ini untuk kita.
DIDORONG DAN SELAMAT
Haleluya! Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus saya bersaksi.
Pada tahun 1960-an, saya adalah siswi SMP di Kota Kinabalu, Sabah. Keluarga saya tinggal di sebuah tempat bernama Signal Hill, sekitar 20 menit perjalanan mobil dari pusat kota Kota Kinabalu. Dahulu, hanya ada sedikit bus-bus yang sudah tua yang beroperasi. Sekolah dimulai pada jam 8:15 pagi, dan kalau kami melewatkan bus pada jam 7:30 sampai 7:45, kami pasti akan terlambat masuk kelas dan dihukum oleh kepala sekolah. Jadi setiap hari, saya dan adik perempuan saya bergegas ke stasiun bus utama untuk mendapatkan bus ke sekolah.
Suatu pagi, kami sedang bergegas ke stasiun bus seperti biasa. Kami harus menyeberangi jalan yang ramai untuk mencapai stasiun. Adik saya yang ada di depan sudah berhasil menyeberang jalan. Karena terburu-buru mengejarnya, saya berlari menyeberang jalan tanpa memeriksa apakah jalanan sudah kosong. Separuh jalan, saya tiba-tiba melihat mobil berjalan ke arah saya. Saya sangat terkejut sehingga saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya terpaku di tempat dan kaki saya seperti berubah menjadi kaku, tidak dapat digerakan. Saya sama sekali tidak terpikir untuk berlari. Yang saya ingat, hanyalah berkata, “Haleluya, Haleluya!”
Tiba-tiba saya merasakan suatu kekuatan mendorong saya ke pinggir jalan di sisi lain. Setelah saya mendarat di sana, saya melihat ke belakang, tepat pada saat mobil itu melewati saya. Supir mobil menoleh dan memandangi saya dengan mata dan mulut terbuka. Ia seperti baru saja melihat hantu karena saya bergerak dari tengah jalan ke pinggir trotoar dalam sekejap mata!
Sungguh, Allah yang kita sembah adalah Tuhan yang setia, yang menyelamatkan kita pada waktu-waktu bahaya. Saya tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi apabila Ia tidak mengulurkan tangan-Nya untuk menyelamatkan saya. Puji Tuhan atas anugerah dan kemurahan-Nya!
PENDARAHAN INTERNAL BERHENTI
Pada tahun 1970-an, saya menikah dan tinggal di Tawau, sebuah kota di Sabah. Anak saya yang kedua, Guo-Hua, mengalami hemofilia, penyakit darah turunan. Darah manusia terdiri dari sel darah merah, darah putih, dan plasma. Dalam plasma darah, ada sesuatu yang dikenal sebagai faktor VIII, yang membantu darah menggumpal saat kita terluka sehingga kita tidak mengeluarkan darah terus menerus. Agar berfungsi dengan normal, manusia membutuhkan antara 50-100% faktor VIII. Tetapi orang-orang yang mengidap hemophilia hanya memiliki sedikit faktor ini dalam darah mereka. Guo-Hua hanya memiliki 0.05% faktor VIII. Terbentur atau terluka sedikit saja dapat menyebabkannya mengalami pendarahan. Pendarahan internal sangat berbahaya baginya. Jadi Guo-Hua seringkali mengalami pendarahan begitu saja.
Guo-Hua didiagnosa dengan penyakit ini di Singapura ketika ia baru berumur beberapa bulan. Kami pergi ke Singapura untuk memeriksa kesehatannya, karena saat itu belum ada fasilitas medis di Sabah yang dapat mendiagnosa penyakitnya. Perawatan yang umumnya diberikan pada orang-orang hemofilia adalah memberikan transfusi ekstrak plasma darah atau injeksi endapan faktor VIII. Sayangnya, perawatan ini belum ada di Sabah pada waktu itu. Jadi setiap kali Guo Hua mengalami pendarahan, kami hanya dapat membiarkannya beristirahat selama beberapa hari; pendarahan biasanya berhenti dan ia dapat pulih.
Ketika Guo Hua berumur dua tahun, ia terbentur dengan sebuah lemari di rumah. Kening kirinya terluka, tepat pada pembuluh darahnya yang cukup besar. Walaupun kami langsung mendoakannya, kami tidak benar-benar memperhatikan luka Guo Hua, karena mengira pendarahan akan berhenti dengan sendirinya setelah beberapa hari. Namun pada waktu itu, setelah dua hari pendarahan malah semakin parah. Kedua matanya terpengaruh dan ia tidak lagi dapat melihat. Ia beberapa kali kehilangan kesadaran.
Kami segera melarikan Guo Hua ke rumah sakit. Dokter yang menerimanya memberitahukan kami bahwa terjadi pendarahan internal pada sepertiga otaknya, dan ada pendarahan parah di kedua matanya. Dokter berkata, “Pak Chong, saya bukan Tuhan.” Malah, ia berulang kali berkata demikian pada dirinya sendiri, “Saya bukan Tuhan… Saya bukan Tuhan… Mengapa Anda baru membawa anak Anda sekarang? Anda tahu penyakit anak Anda. Mengapa Anda tidak langsung membawanya setelah mengalami kecelakaan? Sekarang sudah terlambat.”
Saya menyadari bahwa dokter sedang memberitahukan saya bahwa tidak ada lagi harapan hidup bagi Guo Hua. Walaupun dokter berkata bahwa ia akan memberikan transfusi darah biasa, ia juga menyebutkan bahwa transfusi itu tidak ada gunanya, dan ia juga memberitahukan kami tentang kemungkinan Guo Hua mengalami kerusakan otak.
Pada saat itu, saya hanya dapat diam-diam berdoa, “Tuhan, kalau adalah kehendak-Mu membawa anak saya, saya akan menerimanya. Kiranya jadilah seperti kehendak-Mu.” Saya mempercayakan segalanya kepada Allah, menyerahkan diri pada kenyataan bahwa Tuhan mungkin akan membawa anak kami. Saya terus mengingatkan diri sendiri bahwa kami pasti akan berjumpa lagi di kerajaan surga Tuhan kita. Setelah berdoa, saya merasakan damai sejahtera dan ketenangan. Kata-kata tak dapat menguraikan perasaan tenang dalam hati saya. Seakan-akan seluruh beban terangkat dari pundak saya. Puji Tuhan atas kemurahan dan anugerah-Nya!
Kami sangat tersentuh ketika banyak saudara-saudari seiman dan keluarga secara khusus berkumpul di gereja untuk mendoakan Guo Hua. Dengan doa-doa mereka yang penuh kasih dan anugerah Allah yang ajaib, Guo Hua secara ajaib dapat pulih setelah satu minggu.
Di hari ketiga Guo Hua di rumah sakit, seorang spesialis mata datang dari Kota Kinabalu untuk memeriksanya. Ia berkata bahwa karena pendarahan hebat di matanya, berat pendarahan itu dapat menyebabkan bola mata Guo Hua pecah. Namun oleh karena kemurahan Tuhan Yesus, Guo Hua tidak saja luput dari kerusakan otak, tetapi ia juga tidak menjadi buta.
Puji Tuhan atas kemurahan-Nya – anak dua tahun yang terluka parah itu sekarang sudah berumur 30-an akhir. Kami semua hidup pada waktu yang dipinjamkan oleh Tuhan Yesus, tetapi Guo Hua terlebih menghargai kebenaran ini. Baginya, setiap hari adalah anugerah yang luar biasa dari Tuhan Yesus.
PERTOLONGAN YANG SENANTIASA
Tidak ada kata-kata yang dapat menyatakan rasa syukur kami kepada Yesus atas kemurahan-Nya bagi kami. Saya tidak akan pernah dapat membayar anugerah Tuhan yang ajaib dan kasih-Nya yang senantiasa tercurah bagi keluarga saya. Ia menyelamatkan saya dari maut, dan Ia juga memelihara hidup anak saya.
Seperti yang dinyatakan pemazmur di Mazmur 46:1,
“Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.”
Kiranya segala kemuliaan bagi Tuhan Yesus! Haleluya!
Catatan: Sdr. Guo Hua bertahan hidup dengan penyakitnya. Kesaksian pribadi Sdr. Guo Hua diterbitkan pada Majalah Manna edisi 81.