SELURUH KELUARGA PERCAYA KEPADA TUHAN
Sdri. O Hou-Hou, GYS Sumida, Tokyo, Japan
Haleluya! Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus saya bersaksi. Keluarga saya percaya kepada Tuhan karena ayah saya. Sebelum kami percaya kepada Tuhan, ayah saya didiagnosa kanker hati stadium akhir. Pada waktu itu, ayah saya sangat kesakitan; nenek, ibu dan tante saya hanya dapat melihatnya menderita dengan gelisah dan tak berdaya karena tidak ada yang tahu apa yang harus kami lakukan. Bahkan kami pun tidak memahami bahasa Jepang sehari-hari. Saya dan ibu baru saja tiba di Jepang, dan tidak mengetahui apa-apa. Kami menemukan penerjemah untuk membantu kami mencari bantuan medis. Namun keluarga kami miskin dan kami tidak mampu membayar penerjemah setiap waktu. Kami pergi ke mana-mana dengan kekalutan, menyembah setiap dewa yang dapat kami temukan dengan harapan agar ayah saya dapat sembuh, tetapi keadaan ayah saya terus memburuk.
Pada akhirnya, kami putus asa dan hendak menyerah. Suatu hari, kami bertemu dengan teman nenek saya, Sdr. Kenjiro Kinoshita. Mendengar ayah saya sakit, ia bertanya kepada nenek saya apakah ia mau pergi ke gereja. Pada saat itu, nenek saya berpikir tidak ada salahnya pergi ke gereja karena kami sudah menyembah begitu banyak dewa-dewi. Namun ia tidak benar-benar berusaha untuk pergi ke gereja.
Pada akhirnya, Sdr. Kenjiro Kinoshita datang bersama saudara-saudari seiman menjenguk ayah saya, dan mendoakannya. Mereka juga menolong kami dalam banyak hal. Kasih mereka yang tanpa pamrih sangat menyentuh keluarga kami. Kami berpikir, “Apakah ada orang-orang demikian baik di dunia ini?” Puji Tuhan, ayah saya pada akhirnya dibaptis. Setelah dibaptis, kesakitannya berkurang dan menjadi lebih tenang. Ketika Tuhan akhirnya datang untuk menjemputnya, ia pun meninggalkan dunia ini dengan senyum di wajahnya. Setelah ayah saya meninggal, keluarga Pnt. Wu, keluarga Kinoshita, dan banyak saudara-saudari seiman berinisiatif membantu kami memakamkan Ayah. Kami sungguh mengalami belas kasihan Allah. Bagaimana tidak, ada banyak saudara-saudari seiman yang menghibur kami. Allah kita yang penuh kasih tidak saja mengampuni kami yang lambat percaya kepada-Nya, tetapi Ia juga mencurahkan kemurahan-Nya.
Tidak lama setelah ayah meninggal, saudara laki-laki saya menemukan masalah di kaki-kakinya, yang dikenal sebagai “sindrom kaki pendek”. Ketika kami sangat membutuhkan kasih dan perhatian, saudara-saudari seiman datang menolong dan mendoakan kami. Oleh karena kemurahan Allah, kaki saudara saya sembuh begitu saja tanpa pengobatan. Tidak lama kemudian, ibu saya mengalami kecelakaan lalu lintas, dan luka-lukanya mengeluarkan banyak darah. Namun saya teringat ibu saya memberitahukan saya di kemudian hari bahwa ketika ia mengalami kecelakaan, ia merasakan seseorang menariknya pada saat kecelakaan terjadi. Sungguh, “…manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi (Ayb. 5:7).” Walaupun kami menghadapi banyak kesengsaraan, tetapi kami diperbolehkan untuk mengalami kebesaran kasih Allah. Kami dapat bertahan menghadapi satu demi satu kesukaran oleh karena kasih dan dukungan saudara-saudari seiman.
Empat tahun kemudian, keluarga kami pindah ke rumah yang baru. Rumah ini, rumah yang kami diami sampai saat ini, adalah pemberian Allah kepada kami. Setelah kami pindah, keluarga kami mulai sejahtera dan penuh dengan berkat. Namun karena apa yang telah keluarga kami lalui, saya menjadi orang yang suka menyendiri. Saya diam di rumah dan tidak suka pergi keluar. Saya tidak punya banyak teman, dan mengucilkan diri sendiri dari dunia. Puji Tuhan, sejak bulan Maret tahun ini, saya kembali bersukacita. Saya mulai lebih banyak berbicara dan perlahan-lahan berusaha berkomunikasi dengan orang lain. Saya tahu dalam hati saya ini semua terjadi karena pertolongan Tuhan. Sekarang saya gembira dan tidak lagi mengucilkan diri sendiri. Hidup kami bertambah baik, dan lebih penting lagi, semua anggota keluarga kami, termasuk paman dan tante saya, telah dibaptis ke dalam rumah Tuhan.
Tetapi, seperti dicatat dalam Alkitab, “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah…” (Pkh. 7:14). Pada tanggal 23 Mei tahun ini, saya tertabrak truk, tetapi hanya mengalami luka-luka ringan. Pada saat itu, saya tidak berpikir bahwa Tuhan Yesus-lah yang menolong saya. Saya hanya mengira saya sangat beruntung. Namun setelah merenungkannya, saya menyadari bahwa bukan keberuntungan yang menolong saya – tetapi Allah-lah yang menyelamatkan saya. Saya mengingatkan diri sendiri, “Sekarang saya orang Kristen, dan Allah menjaga saya di setiap keadaan.” Namun kita pun tidak boleh melupakan anugerah Allah di waktu suka.
Manusia seringkali hanya ingat pada Bapa kita di surga di waktu-waktu sulit. Ini tidak benar. Kita harus senantiasa menempatkan Allah dalam hati kita. Kita juga tidak boleh berkeluh kesah kepada Allah ketika menghadapi kesulitan. Seringkali, kita baru memahami bahwa anugerah Allah cukup bagi kita ketika kita menghadapi bencana. Apabila keluarga saya tidak mengalami banyak pengujian, saya kira kami tidak akan pernah menyadari betapa bernilainya Allah. Puji Tuhan atas kemurahan dan kasih-Nya. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus terus menjaga kami selama-lamanya.
Kiranya segala hormat, kuasa, dan kemuliaan bagi Bapa kita di surga. Amin.