Bersemi Dalam Pandemi
Warta Sejati Edisi 107
Masa Sampar dan Perenungan
Tse Fu Ming – Taichung, Taiwan
Pendahuluan
Di penghujung tahun 2019, ketika dunia bersiap-siap menyambut tahun baru, kita tidak mengetahui apakah yang akan terjadi di tahun 2020. Kenyataan muncul secara perlahan-lahan: sebuah penyakit menular dan mematikan yang disebabkan oleh virus corona menyebar dengan cepat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO – World Health Organization) kemudian menamakan penyakit itu COVID-19, dan virus yang menyebabkannya dinamakan SARS-CoV-2. Wabah ini terus berlanjut menjadi ancaman global seiring dengan terus menyebarnya penyakit ini ke seluruh dunia.
Para ahli mulai memperingatkan krisis yang menghadang ini, dan satu per satu pemerintahan menempatkan sistem kesehatan mereka dalam kesiagaan penuh. Beberapa negara dengan cepat memobilisasi dan menempatkan tindakan-tindakan pencegahan, seperti karantina dan isolasi bagi mereka yang berasal dari wilayah-wilayah yang terpengaruh. Masyarakat diingatkan untuk sering mencuci tangan dan tetap berada di rumah apabila mereka menunjukkan gejala apa pun, untuk mencegah penularan lebih lanjut dan mengurung wilayah-wilayah yang terdampak. Ketika virus semakin cepat menyebar, larangan-larangan yang lebih ketat pun ditetapkan: pembatasan jumlah orang yang boleh berkumpul, penegakan pembatasan sosial baik di dalam dan di luar ruangan, upaya-upaya disinfeksi yang lebih besar pada tempat-tempat umum, dan kewajiban untuk mengukur suhu tubuh dan memakai masker. Tindakan-tindakan ini dilakukan untuk berusaha mengekang, mengendalikan, dan mencegah penyebaran virus dan menyelamatkan nyawa.
Dalam pandemi global ini, banyak pemerintah harus menetapkan berbagai bentuk pembatasan di kota-kota, wilayah, bahkan seluruh negara. Penerbangan internasional dibatalkan, dan industri pariwisata pun mandek. Sekolah, kantor, toko, dan tempat-tempat bersantai harus menutup pintu, dan pergerakan perorangan dibatasi. Faktor-faktor ini secara alami memperlambat laju ekonomi dunia, mempercepat resesi di beberapa negara, menjungkirbalikkan masyarakat, dan mempengaruhi karir dan kehidupan sehari-hari banyak orang.
Pengaruh COVID-19 pada hidup manusia terbukti jauh lebih berat daripada SARS di tahun 2003. Kedua virus ini secara genetik serupa dan sama-sama menyerang sistem pernapasan, menyebabkan gejala-gejala yang mengerikan. SARS mungkin memiliki angka kematian yang lebih tinggi, tetapi COVID-19 mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang dan kemunculan gejala yang lebih lambat, sehingga individu yang terinfeksi dapat menyebarkan virus dengan lebih luas sebelum ia menyadari bahwa ia terjangkit dan harus dikarantina. Dengan begitu, COVID-19 menyebar lebih cepat dan lebih meluas, menjangkau banyak orang yang rentan lebih daripada SARS, dan menjadi jauh lebih mematikan. Tragisnya, pada tanggal 11 Agustus 2020, WHO melaporkan kasus yang terkonfirmasi mencapai nyaris 20 juta orang, dengan angka kematian lebih dari 700 ribu (“WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard,” World Health Organization, diakses tanggal 11 August 2020, https://covid19.who.int)
Dalam jangka pendek, pandemi ini akan terus menjadi ancaman bagi hidup manusia, dan juga menyebabkkan keresahan sosial dan ketegangan politik internasional. Walaupun lingkup pandemi ini tidak seperti apa pun yang pernah kita alami sebelumnya, pandemi bukanlah perkara baru.
Sampai Desember 2020, belum ada vaksin ataupun obat resmi untuk menghadapi virus ini, dan ada kekuatiran walaupun tingkat penularan sudah mereda, masih mungkin terjadi gelombang kedua di musim gugur atau musim dingin. Dalam jangka pendek, pandemi ini akan terus menjadi ancaman bagi hidup manusia, dan juga menyebabkkan keresahan sosial dan ketegangan politik internasional. Walaupun lingkup pandemi ini tidak seperti apa pun yang pernah kita alami sebelumnya, pandemi bukanlah perkara baru.
PRESEDEN
Sampar di Alkitab
Sepanjang sejarah, berbagai wabah dan pandemi telah membinasakan banyak orang. Alkitab mencatat banyak referensi tentang wabah penyakit:
- Pada masa hidup Musa, sampar yang terjadi pada ternak orang Mesir adalah salah satu dari sepuluh tulah (Kel. 9:3-7, 15).
- Ketika bangsa Israel menggerutu kepada Musa dan Harun setelah mendengar laporan buruk dari para pengintai tanah Kanaan, Allah memukul mereka dengan sampar (Bil. 14:1-3, 11-12, 37).
- Setelah pemberontakan Korah, seluruh bangsa Israel bersungut-sungut pada Musa dan Harun. Dalam murka-Nya, Allah menurunkan sampar, membunuh 14.700 orang (Bil. 16:41-50).
- Ketika bangsa Israel melakukan kenajisan di Sitim, Allah murka dan menurunkan sampar, membunuh 24.000 orang (Bil. 25:1-9).
- Setelah Daud melakukan sensus penduduk, ia terpukul hatinya ketika menyadari bahwa ia telah berdosa terhadap Allah dengan perbuatan itu. Sebagai balasan, Allah menurunkan sampar ke atas bangsa Israel, dan tujuh puluh ribu orang mati (2Sam. 24:10-17).
- Ketika Tuhan Yesus memberitakan Injil di bumi, Ia memperingatkan bahwa hari-hari terakhir akan ditandai dengan peperangan, gempa bumi, bencana kelaparan, sampar, hal-hal mengejutkan dan tanda-tanda besar di langit (Luk. 21:10-11).
- Di kitab Wahyu, Rasul Yohanes mencatat apa yang akan terjadi ketika meterai keempat dibuka:
“Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning dan orang yang menungganginya bernama Maut dan kerajaan maut mengikutinya. Dan kepada mereka diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi.” (Why. 6:8)
Sampar dalam Sejarah
Pandemi paling mengerikan dalam catatan sejarah manusia adalah Black Death di abad ke-14. Selama bertahun-tahun, wabah pes menyebar di seluruh Asia, Afrika Utara, dan Eropa, membunuh lebih dari 75 juta orang di seluruh dunia, menyebabkan gelombang pengaruh sosial di setiap tingkat. Diperkirakan separuh populasi Eropa binasa selama wabah ini.
Semakin pesatnya komunikasi dunia dan globalisasi memungkinkan COVID-19 menyebar ke seluruh dunia jauh lebih cepat daripada wabah yang terjadi di abad pertengahan lalu. Pandemi ini juga terbukti merupakan sebuah ancaman jiwa manusia yang lebih besar daripada SARS atau flu. Dunia berada dalam keadaan yang baru.
SAMPAR DAN IMAN
Walaupun krisis global saat ini berdampak pada cara hidup kita, krisis ini membuat kita dapat berhenti sejenak dan merenungkan tanpa terganggu oleh rutinitas sehari-hari atau kegiatan lainnya. Di masa-masa sulit, segala sesuatunya menjadi jelas dengan sudut pandang yang jernih, dan kita menyadari apa yang sungguh-sungguh berarti dalam hidup kita.
Berikut ini adalah beberapa pemikiran bagaimana sampar ini dapat membantu kita merenungkan kembali dan meluruskan hati dan hubungan kita dengan Allah.
Perasaan: Damai Sejahtera dalam Kristus
Penyebaran COVID-19 bukan saja menampilkan ancaman bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga menyebabkan kegelisahan dan keresahan sosial. Orang-orang di dunia diingatkan akan rapuhnya hidup: mereka seperti burung yang hinggap di seuntai kawat, yang terkejut dengan hanya
getaran kecil. Walaupun demikian, sebagai orang Kristen kita dapat berpegang teguh pada janji Tuhan: walaupun di dunia kita dapat mengalami kesusahan, kita memiliki damai sejahtera karena Tuhan Yesus telah mengalahkan dunia (Yoh. 16:33).
“Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok. Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang. Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu.” (Mzm. 91:1-7)
Walaupun krisis global saat ini berdampak pada cara hidup kita, krisis ini membuat kita dapat berhenti sejenak dan merenungkan tanpa terganggu oleh rutinitas sehari-hari atau kegiatan lainnya. Di masa-masa sulit, segala sesuatunya menjadi jelas dengan sudut pandang yang jernih, dan kita menyadari apa yang sungguh-sungguh berarti dalam hidup kita.
Kedekatan Keluarga: Membangun Mezbah Keluarga
Dalam pandemi apa pun, lini pertahanan utama adalah pembatasan sosial mandiri di rumah masing-masing, dan hanya keluar rumah dalam keadaan mendesak. Isolasi mandiri ini mengekang kebebasan bergerak dan mempengaruhi kesehatan mental kita, tetapi satu bagian yang dapat diuntungkan adalah kehidupan berkeluarga. Sebelum pandemi muncul, kita menjalani hidup yang sangat sibuk, sehingga mempengaruhi hubungan keluarga kita. Tetapi sekarang, mereka yang berada dalam pembatasan sosial dapat meluangkan waktu lebih banyak bersama sanak keluarga mereka. Dan lebih penting lagi, waktu luang ini memungkinkan kita untuk memusatkan perhatian pada iman kita dan membangun mezbah keluarga kita – untuk menyembah Allah di rumah.
Walaupun kita tidak dapat mengikuti ibadah di bangunan gereja yang lahiriah, banyak di antara kita yang cukup beruntung dapat mengikuti ibadah-ibadah online yang disediakan oleh Gereja Yesus Sejati di seluruh dunia dan terus beribadah dalam Roh bersama-sama. Kebaktian-kebaktian ini menghubungkan keluarga kita secara virtual dengan gereja secara lebih luas, menguatkan ikatan keluarga dengan menguatkan iman. Kita juga mempunyai waktu untuk mengadakan kebaktian-kebaktian keluarga tambahan – membaca Alkitab, doa, dan persekutuan. Ini memungkinkan kita untuk mengejar pertumbuhan rohani bersama-sama, saling menasihati dan mendoakan, yang membangun kasih dan kehangatan di antara keluarga. Rumah bukan saja menjadi benteng pertahanan melawan pandemi, tetapi lebih penting lagi, menjadi benteng iman.
Persahabatan: Menunjukkan Hormat dan Perhatian
Hidup dalam pandemi telah mengubah drastis interaksi sosial kita. Kita menjaga jarak fisik, mengenakan masker, dan menghindari jabatan tangan dengan orang lain ketika berada di tempat umum. Namun kita tidak perlu menjauhi teman-teman kita dan membiarkan pembatasan sosial ini
mempengaruhi hubungan persahabatan. Kita harus membatasi risiko penularan, tetapi kita tetap harus menunjukkan perhatian dan hormat dengan saudara-saudari seiman lainnya. Banyak di antara kita yang akan mengalami kesulitan dalam keuangan atau kesehatan jasmani dan rohani, jadi kita harus siap memberikan bantuan.
Dalam hal persekutuan dengan jemaat gereja, kita dapat tetap berhubungan melalui media sosial, chat group, dan panggilan video. Apabila kita menggunakan alat-alat ini dengan efektif, kita dapat menguatkan persekutuanpersekutuan, dan juga menggembalakan dan
saling memperhatikan, memastikan agar kita dapat terus bertumbuh bersama-sama dalam iman, walaupun secara jasmani kita terpisah.
Dosa: Pembunuh Senyap
Kelahiran, usia senja, sakit dan kematian, suka dan duka, perpisahan dan pertemuan: semua ini adalah bagian hidup manusia. Namun di dalam pandemi ini, pengalaman-pengalaman manusia menjadi lebih terasa, menyentuh kita dengan intensitas yang belum pernah kita rasakan. Sejak awal, terbukti bahwa COVID-19 adalah infeksi yang menyerupai flu, yang utamanya menyerang paru-paru. Belakangan kehilangan indera perasa dan penciuman ditambahkan dalam deretan gejala virus ini. Sampai Desember 2020, kita masih menyelidiki virus ini dan apa yang dapat terjadi pada orang yang terinfeksi. Kenyataan yang paling menguatirkan adalah infeksi ini dapat berakibat fatal, dan kita mungkin tidak menyadari apabila kita telah terpapar dengan virus ini. Penyakit ini senyap dan membunuh diam-diam, menyebarkan ketakutan dalam hati banyak orang.
Banyak orang mengira-ngira tentang asal COVID-19 dan identitas patient zero. Namun, virus yang patut kita takuti terutama adalah virus dosa. Alkitab menyatakan, “Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yak. 1:15) Karena dosa dan maut masuk ke dalam dunia melalui satu orang, kita harus dibersihkan dari dosa dan menerima keselamatan melalui Kristus Yesus (Rm. 5:12, 6:23). Sembari kita berusaha memerangi virus yang lahiriah seperti COVID-19, kita semua harus berjaga-jaga terhadap virus yang mungkin ada di dalam hati kita. Alkitab memberikan panduan dalam upaya ini:
“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.” (Ef. 4:31)
Rumah bukan saja menjadi benteng pertahanan melawan pandemi, tetapi lebih penting lagi, menjadi benteng iman.
“Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1Kor. 15:55-57)
JALAN KE DEPAN BAGI GEREJA
Bersatu dalam Berjaga-Jaga, Berdoa bagi Kelestarian Hidup
Dalam masa pandemi ini, Gereja Yesus Sejati di Taiwan menggalakkan tema “Bersatu dalam berjaga-jaga, berdoa bagi kelestarian hidup dari virus.” Karena banyak di antara kita lebih banyak berada di rumah, kita dapat berdoa, memohon, dan mendoakan orang lain, memohon kasih karunia dan kemurahan Allah. Dengan iman dan kasih, kita harus berdoa bagi sanak keluarga kita dan bagi damai sejahtera dan kesehatan orang-orang di dunia. Seperti yang tertulis dalam Alkitab:
“Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.” (1Tim. 2:1-2)
Penggembalaan dan Pelatihan Online
Di masa lalu, mengikuti pertemuan gereja wilayah, nasional, dan internasional seringkali melibatkan transportasi, kadang melewati batas negara, menggunakan banyak waktu, uang, dan tenaga. Sejak awal pandemi ini, pertemuan online telah menggantikan pertemuan tatap muka. Bukan saja ini menghemat uang dan waktu, tetapi juga membuat pekerjaan kita lebih efisien. Dengan kemajuan teknologi yang tersedia bagi kita, gereja dapat menggunakan momentum ini untuk memikirkan kembali dan merestrukturisasi proses dan pekerjaan penggembalaan, penginjilan, dan pelatihan. Menggunakan wadah online dan media sosial, kita dapat melatih lebih banyak pekerja gereja, dan juga memperluas dan menguatkan pekerjaan penggembalaan kita.
Kita harus sungguh-sungguh bertobat dari dosa-dosa kita dan memohon kemurahan pengampunan Allah, bagi diri kita sendiri dan orang-orang lain. Kita harus menjadi harum aroma Kristus bagi Allah, menyebarkan aroma hidup dalam doa-doa kita, agar kita dapat menjadi seperti Musa dan Harun, berdiri di tengah-tengah yang hidup dan yang mati untuk menghentikan wabah.
Menginjil Seperti Malaikat Terbang
Hari ini, gereja membutuhkan keragaman dalam metode penginjilan. Pembatasan sosial yang disebabkan oleh pandemi ini menyebabkan meningkatnya penggunaan internet dan media sosial oleh orang-orang di seluruh dunia. Lebih lagi, pola ini tampaknya menjadi pilihan untuk mencari informasi secara online ketimbang bentuk-bentuk komunikasi tradisional. Karena itu, kita tidak boleh menunda-nunda untuk meningkatkan kemampuan pelayanan internet dan penginjilan online kita. Kita harus memastikan agar pekerjaan literatur kita mencerminkan masa kita hidup sekarang, dan menggunakan metode-metode terkini untuk menguatkan kehadiran kita di media sosial dan strategi penginjilan.
Dalam Alkitab tercatat:
“Dan aku melihat seorang malaikat lain terbang di tengah-tengah langit dan padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka yang diam di atas bumi dan kepada semua bangsa dan suku dan bahasa dan kaum, dan ia berseru dengan suara nyaring: “Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia, karena telah tiba saat penghakiman-Nya, dan sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air.”” (Why. 14:6-7)
Gereja adalah malaikat yang terbang ini, mengemban amanat untuk memberitakan Injil. Kita harus melakukannya dengan segenap kemampuan kita agar dengan berbagai cara kita dapat ambil bagian dalam Injil dan menyelamatkan jiwa-jiwa (1Kor. 9:16-23).
KESIMPULAN
COVID-19 telah mempengaruhi hidup jutaan orang dan menyebabkan banyak korban. Kita harus sungguh-sungguh bertobat dari dosa-dosa kita dan memohon kemurahan pengampunan Allah, bagi diri kita sendiri dan orang-orang lain. Kita harus menjadi harum aroma Kristus bagi Allah,
menyebarkan aroma hidup dalam doa-doa kita, agar kita dapat menjadi seperti Musa dan Harun, berdiri di tengah-tengah yang hidup dan yang mati untuk menghentikan wabah (Bil. 16:46-48;
“Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai.” (Mzm. 30:5) “Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu.” (Mzm. 57:1)
Daftar Isi
Penerbit |
Gereja Yesus Sejati |
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
Hubungi Kami |