SAUH BAGI JIWA
“Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.” (Amsal 16:18)
“Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.” (Amsal 16:18)
Siapa yang tidak kenal dengan kapal Titanic? Meski telah tenggelam lebih dari satu abad, kisah tentang Titanic tak pernah usang ditelan waktu. Kapal ini dibuat sekitar tahun 1909-1911 dan pertama kali berlayar pada tanggal 10 April 1912. Titanic merupakan sebuah kapal yang terbesar, karena bisa mengangkut 2.224 penumpang; dan termewah di zamannya, karena dilengkapi dengan berbagai fasilitas.
Para tamu bisa bersantai di arena pemandian atau menghabiskan waktu dengan bermain tenis, berenang dan berolahraga di gym. Menurut perancangnya, Thomas Andrews, Titanic didesain dengan sangat canggih, sehingga tidak mungkin tenggelam. Dengan sombongnya dia berkata, “Tuhan sendiri tidak dapat menenggelamkan kapal ini. Dengan pengalaman lebih dari empat puluh tahun, tidak ada satu pun pelayaran di bawah kendali saya yang pernah gagal, di tengah keadaan laut yang menggila sekalipun.” Namun kenyataan berbicara lain. Kapal itu tiba-tiba menabrak gunung es. Peringatan akan adanya gunung es yang telah dikirimkan berkali-kali diabaikan para awak kapal Titanic, sampai akhirnya tabrakan maut itu tak terelakkan. Kapal raksasa itu terbelah dua sebelum akhirnya benar-benar tenggelam. Pada dini hari, tanggal 15 April 1912 kapal tersebut tenggelam dan lebih dari 1.500 penumpangnya tewas di tempat.
Di dalam Alkitab juga dikisahkan mengenai seorang raja yang sombong, yaitu Nebukadnezar. Suatu hari, ketika dia sedang berjalan-jalan di atas istananya, dia begitu mengagumi kemegahan kerajaannya. Pikirnya, kerajaan Babel yang besar dan megah itu adalah hasil kerja kerasnya sendiri, dan dia berkata, “Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?” Namun, karena kesombongannya itu, dia dihalau dari antara manusia dan makan rumput seperti lembu selama tujuh masa (Dan 4:30-33).
Sesungguhnya, kedua tokoh ini, Thomas Andrews dan raja Nebukadnezar, merupakan orang-orang yang luar biasa. Thomas Andrews berhasil membuat sebuah kapal yang sangat megah dan mewah. Raja Nebukadnezar juga telah membangun Babel dan taman gantung sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia zaman kuno. Tetapi mereka lupa bahwa semua yang mereka raih, keahlian dan kepandaian mereka berasal dari Tuhan. Tuhan-lah yang telah memberikan mereka kemampuan untuk membuat hal-hal besar itu. Jadi, mereka sama sekali tidak dapat memegahkan diri, sebaliknya mereka perlu bersyukur atas kasih karunia Tuhan. Sayang sekali, kesombongan telah membawa mereka pada kehancuran, bahkan kematian.
Hendaknya hal ini dapat menjadi satu pelajaran bagi kita. Jika kita dianugerahi Tuhan secara luar biasa, dengan harta yang melimpah, kepandaian, keahlian, ataupun kesuksesan, janganlah kita memegahkan diri seolah-olah semuanya itu adalah karena pekerjaan dan kehebatan kita. Sebaliknya, hendaknya kita selalu rendah hati, mengucap syukur atas semuanya itu, dan menggunakannya untuk memberkati orang lain dan memuliakan Tuhan. Dengan harta, kita bisa membantu mereka yang kekurangan secara materi. Dengan kepandaian dan keahlian, kita bisa melayani Tuhan untuk memajukan gereja-Nya. Dengan demikian, kita dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain dan memuliakan Tuhan.