SAUH BAGI JIWA
“Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.”
(Yakobus 4:4 )
“Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.”
(Yakobus 4:4 )
Pernahkah saudara mendengar kisah tentang seekor anak singa yang diasuh oleh kawanan kambing?
Dikisahkan ada seekor bayi singa yang ditinggal mati induknya. Kemudian ia ditemukan dan diasuh oleh sekawanan kambing. Anak singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya. Tingkah lakunya persis layaknya kambing. Bahkan anak singa ini mengeluarkan suara layaknya kambing. Ia mengembik bukan mengaum! Singa ini tidak menyadari bahwa dirinya adalah si Raja hutan. Ia merasa dirinya adalah seekor kambing.
Suatu ketika datang serigala menyerang, induk kambing menyuruh singa untuk maju melawan, namun apa yang terjadi? Singa hanya mengembik dengan keras dan berusaha menanduk sang serigala seperti layaknya seekor kambing. Gigi dan cakar yang tajam tidak digunakannya untuk melawan sang serigala dan akhirnya singa ini pun mati.
Ketika dibaptis dalam Nama Tuhan Yesus, kita telah menerima identitas baru sebagai anak Tuhan. Kita dipilih untuk menjadi umat-Nya yang istimewa dan dipisahkan dari dunia yang fana ini untuk menjadi alat kemuliaan-Nya.
Namun seringkali pergaulan di dunia membawa kita menjadi serupa dengan dunia. Sama seperti singa yang hidup di tengah kawanan kambing. Kita terbiasa mendengar dan melakukan ajaran-ajaran dunia dan melupakan jati diri kita yang sebenarnya. Kita berpikir hidup hanya satu kali dan merasa wajar jika perbuatan kita sama dengan orang dunia. Oleh karena itu, kita menikmati hidup yang hanya sekali dan takkan terulang lagi.
Kita yang seharusnya bangga menjadi anak-anak Allah yang istimewa, seringkali menjadi malu dan dengan sengaja menutupi identitas kita yang sebenarnya, agar dunia menerima kita. Seorang teman berkata bahwa ia malu untuk berdoa saat makan di tempat umum. Ia lebih memilih untuk menjadi serupa dengan sekitarnya agar ia terhindar dari cemooh.
Selain cemooh dunia, penderitaan dan tekanan hidup juga sering menggoyang identitas kita sebagai anak Allah.
Daniel dan ketiga temannya berhasil menjaga identitas diri di tengah-tengah godaan dan tekanan yang begitu hebat. Meskipun nama mereka diubah, mereka tetap menjaga identitas dirinya dengan sempurna. Mereka memilih untuk memisahkan diri dari segala kesenangan yang dapat membuat mereka berdosa di hadapan Allah. Sebaliknya, saat mereka berada dalam tekanan yang begitu berat, Daniel dan tiga temannya tetap menjaga identitas dirinya dengan baik. Mereka tetap setia kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dan percaya sepenuhnya kepada Tuhan.
Hendaklah kita seperti Daniel dan ketiga temannya yang selalu setia kepada Tuhan dan tetap menjaga identitas diri kita sebagai anak-anak-Nya. Penulis surat Yakobus memperingatkan kepada para pembaca, “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah. (Yakobus 4:4)
Kita adalah anak-anak Tuhan yang telah dipilih untuk mewarisi Kerajaan Surga, sudah sepatutnya kita harus berbeda dengan orang dunia. Kita harus memisahkan diri dari kesenangan dunia, mengkhususkan diri kita untuk Tuhan, menjaga kekudusan dan tetap setia menjalankan tugas dan tanggung jawab kita sebagai anak Allah agar kita dapat memuliakan nama-Nya dan kelak menerima warisan Kerajaan Allah.