SAUH BAGI JIWA
“TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu;” (Ayb. 42:12)
“TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu;” (Ayb. 42:12)
Ayub adalah seorang yang saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Tuhan mau menguji dia, maka Tuhan mengijinkan Iblis menghabisi seluruh hambanya, ternak kekayaannya, dan anak-anaknya, semuanya dalam waktu satu hari. Tidak lama kemudian, Iblis juga merebut kesehatannya. Kita bisa bayangkan betapa besar penderitaannya ketika Ayub diserang barah yang busuk dari telapak kaki sampai ke kepalanya, sampai-sampai dia mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.
Ayub yang mengalami sengsara yang bertubi-tubi itu, sama sekali tidak bersungut-sungut, sebaliknya dengan serius berkata: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayb. 1:21)
Walaupun Ayub mengalami demikian banyak malapetaka, namun kesudahannya menggembirakan, karena TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu. Dia mendapat dua kali lipat jumlah ternak, juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub. Ayub juga diberi umur panjang, dia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat, dia mati tua dan lanjut umur.
Ayub diuji untuk membuktikan imannya yang murni. Dalam kesengsaraannya dia bukan saja tidak mengeluh, sebaliknya dengan tegas berkata: “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup!” (Ayb. 19:25). Perkataannya ini membuktikan imannya besar mengagumkan kita semua.
Tidak ada orang yang suka menderita, tetapi penderitaan adalah bagian kehidupan yang sangat berharga pemberian Allah. Berkat muncul dari penderitaan. Tanpa penderitaan, orang tidak dapat sungguh-sungguh mengenal Allah. Ini menjelaskan mengapa Ayub setelah menderita berkata: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” (Ayb. 42:5) Pemazmur menulis: “Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu.” (Mzm. 119:71)
Karena kita memiliki Allah, kita akan menderita di dalam damai sejahtera, dan ada damai sejahtera di dalam penderitaan. Kalau Allah beserta, kita akan mendapat banyak pahala sewaktu sengsara. Marilah kita belajar seperti Ayub, sewaktu di dalam kesusahan bersabar menanti, akhirnya kesusahan itu akan menjadi berkat terbesar buat kita. Berkat ini bukanlah berkat lahiriah, melainkan berkat rohaniah surgawi yang teramat mulia!