SAUH BAGI JIWA
“Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia di sana karena keteledorannya itu…”
“Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia di sana karena keteledorannya itu…”
Sebuah stasiun berita sedang menayangkan peristiwa kecelakaan kendaraan bermotor di suatu jalan protokol yang ramai lalu lintas. Rupanya kecelakaan tersebut diakibatkan oleh pengemudi yang tiba-tiba berbalik menuju arah yang berlawanan, dikarenakan jalan yang sedang ia lalui padat merayap. “Karena teledor,” demikian disampaikan oleh si pembawa berita, tabrakan dengan mobil yang melaju cepat dari arah berlawanan pun tak terhindarkan. Kata “teledor” cenderung memberikan konotasi “lalai” atau “lengah.” Namun, Kamus Bahasa Indonesia mencantumkan “tidak memenuhi kewajiban” sebagai salah satu definisinya. Dengan kata lain, teledor adalah kondisi dimana seseorang mengabaikan atau tidak menaati peraturan yang berlaku.
Penulis kitab
Dalam keramaian dan kemeriahan pelayanannya, Raja Daud menyuruh untuk menaikkan tabut Allah ke dalam kereta baru–cara yang persis dilakukan sebelumnya oleh bangsa Filistin (1 Sam 6:7). Padahal firman Tuhan jelas memberitahukan bahwa tabut Tuhan dibawa dengan cara diusung dan diangkat oleh para imam dengan kayu pengusung. Meskipun Raja Daud melakukan pelayanan dengan caranya sendiri, hal itu justru melanggar ketetapan Tuhan.
Sama halnya dengan Uza, saat ia berjalan di samping tabut Allah yang dibawa dalam kereta. Adalah suatu kebanggaan dan kehormatan tersendiri jika tabut Tuhan hadir bersama-sama dengan bangsa Israel, apalagi ini dapat berjalan di sampingnya. Namun, saat Uza melihat lembu-lembu yang membawa kereta tergelincir, Uza mengulurkan tangan dan memegang agar tabut Allah tidak jatuh (2 Sam 6:4, 6). Namun, firman Tuhan dengan tegas mencatatkan bahwa Uza teledor–yang dalam bahasa Ibrani diterjemahkan secara harfiah sebagai “ketidak-hormatan terhadap seseorang atau sesuatu yang seharusnya dianggap sebagai suatu keseriusan.”
Sebelumnya, Tuhan melalui Musa dan Harun dengan jelas memperingatkan bangsa Israel agar mereka tidak menyentuh barang-barang kudus yang telah ditetapkan Tuhan (Bil 4:15). Keteledoran Uza untuk mengulurkan tangan dan memegang bukan hanya menunjukkan ketidak-hormatannya kepada Tuhan, melainkan juga ketidak-taatannya pada hukum Tuhan.
Pada hari ini, tanpa sadar kita pun kadangkala dapat melakukan “keteledoran” di dalam tugas pelayanan. Mulai dari jadwal tugas yang terlupakan sampai pada peraturan yang diabaikan–hanya karena kita merasa bahwa hal itu sepele. Dengan berbagai pengetahuan yang kita dapatkan dalam masyarakat, seringkali kita merasa hal-hal tersebut dapat kita terapkan dalam tugas pelayanan. Namun, apakah perubahan tersebut sejalan dengan kehendak-Nya? Apakah cara tersebut berseberangan dengan ketetapan Tuhan?
Bukan berarti kita tidak boleh memanfaatkan kemampuan berkreativitas dalam tugas pelayanan, tetapi hendaknya kita tetap berpatokan pada kebenaran Tuhan. Saat kita lebih memilih dan menghormati cara kita sendiri di dalam melakukan pelayanan dibandingkan dengan apa yang dikenan oleh Tuhan, maka kita telah terjebak dalam keteledoran. Jangan sampai karena keteledoran, akhirnya kita mengabaikan dan tidak menaati ketetapan Tuhan; sehingga usaha jerih lelah yang kita lakukan justru menjadi hal yang tidak dikenan oleh-Nya.