SAUH BAGI JIWA
“Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru setelah mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, anak-anak Abinadab, mengantarkan kereta itu” (2 Samuel 6:3)
“Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru setelah mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, anak-anak Abinadab, mengantarkan kereta itu” (2 Samuel 6:3)
Dalam hidup, manusia tidak lepas dari kesalahan, baik itu berdampak kecil maupun berdampak besar sampai membahayakan keselamatan.
Dalam masa pemerintahannya, Raja Daud mengalami keberhasilan atas pimpinan Tuhan. Penulis kitab 2 Samuel menceritakan bagaimana Raja Daud ingin tabut Tuhan kembali ke tangan bangsa Israel, yang sebelumnya telah direbut oleh orang-orang Filistin dan dikembalikan lagi karena Tuhan menghajar mereka. Namun, saat tabut Tuhan akan dipindahkan, Raja Daud melakukan kesalahan fatal.
Raja Daud menggunakan caranya sendiri di dalam membawa tabut Tuhan. Sebelum pergi berperang, Daud selalu bertanya kepada Tuhan dan memohon pimpinan-Nya (1 Sam 23:2; 2 Sam 5:19). Namun, kali ini Raja Daud langsung bersiap dan berjalan beserta seluruh rakyat untuk mengangkut tabut Allah.
Dengan cara apa tabut Tuhan diangkut? Penulis kitab 2 Samuel menjelaskan bahwa tabut Tuhan dinaikkan ke dalam kereta yang baru dengan lembu-lembu, dengan cara yang sama seperti yang sebelumnya digunakan oleh orang-orang Filistin. Padahal firman Tuhan dengan jelas memberitahukan bahwa tabut Tuhan harus dibawa dengan cara diusung dan diangkat oleh para imam melalui kayu pengusung (Kel 37:5; Yos 3:6). Jika saja Raja Daud bertanya dan memohon petunjuk Tuhan tentang bagaimana seharusnya tabut Tuhan diangkut, tentunya kisah persiapan dan perjalanan Raja Daud dan rakyat untuk membawa pulang tabut Tuhan akan berbeda.
Melalui peristiwa itu, kita belajar bahwa terkadang dalam pelayanan, kita merasa bahwa kita memiliki motif yang baik untuk mengusulkan ataupun merancangkan suatu rencana kerja. Seakan-akan usulan yang diajukan jauh lebih efisien dan lebih cepat. Namun, cara yang akan kita terapkan belum tentu sesuai dengan kehendak Tuhan bahkan bertentangan dengan pengajaran firman Tuhan.
Mengenai pengusungan tabut, penulis kitab Keluaran pernah mencantumkan bahwa keempat gelang emas yang akan dimasukkan kayu pengusung, ditempatkan pada keempat penjuru (Kel 37:3-4). Artinya, empat orang imam dibutuhkan untuk mengangkat dan mengusung tabut Tuhan, masing-masing di empat penjuru. Demikianlah, seharusnya tabut Tuhan diangkut.
Tentunya, saat diangkat, ketinggian pikulan dan langkah kaki harus disesuaikan antara satu dengan yang lain. Langkah kaki yang terlalu cepat atau lambat, pikulan yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan posisi tabut menjadi tidak seimbang. Oleh karena itu, pengangkutan tabut Tuhan harus dilakukan secara bekerja sama.
Pada hari ini, pekerjaan pelayanan di rumah Tuhan perlu dilakukan dengan cara bekerja sama, bukan dengan seorang diri dan dengan caranya sendiri. Kadang kala, pekerjaan pelayanan Tuhan kita lakukan sendiri, karena kita merasa tidak cocok dengan orang lain. Dan segala sesuatunya kita kerjakan sendiri karena merasa diri mampu. Seharusnya tidak demikian. Peristiwa Raja Daud dan tabut Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa bukan hanya motivasi dan inisiatif untuk pekerjaan pelayanan harus sejalan dengan kehendak Tuhan, melainkan pekerjaan dalam rumah Tuhan perlu ditanggung bersama-sama, bukan seorang diri. Dengan penuh tanggung jawab dan kasih, kita berjalan dalam pelayanan bersama-sama mengiringi langkah kaki yang sepadan dan mengangkat pikulan dengan sama tinggi. Dengan demikian, kita tidak sampai melakukan kesalahan fatal.