SAUH BAGI JIWA
“Karena TUHAN-lah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian” (Amsal 2:6)
“Karena TUHAN-lah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian” (Amsal 2:6)
Dalam ilmu filsafat, “hikmat” didefinisikan sebagai penggunaan pengetahuan dengan benar. Lawan kata dari “hikmat” adalah kebodohan atau kebebalan. Menurut Wikipedia, “hikmat” adalah suatu pengertian atau pemahaman yang dalam mengenai seseorang, barang, kejadian atau situasi, yang menghasilkan kemampuan untuk menerapkan persepsi, penilaian dan perbuatan sesuai pengertian tersebut. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa hikmat adalah pengetahuan, pengertian dan pemahaman yang benar atas segala sesuatu.
Salah satu usaha manusia untuk menjadi orang yang mempunyai hikmat atau pengetahuan adalah dengan menempuh pendidikan. Bahkan, ada sebagian orang yang terus mengejar pendidikan setinggi-tingginya demi memperoleh hikmat atau pengetahuan. Memang pendidikan bisa membuat seseorang mempunyai pengetahuan yang baik. Tetapi tidak jarang orang yang berpendidikan tinggi tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang mencerminkan bahwa ia adalah seseorang yang berhikmat. Bahkan, sebaliknya orang itu melakukan kebodohan dan menjadi orang yang tidak mau menerima masukan atau koreksi.
Hikmat yang sesungguhnya tidak hanya sebatas pengetahuan, pengertian dan pemahaman atas sesuatu saja. Sesungguhnya, takut akan Tuhan adalah hikmat yang benar, karena Tuhanlah yang memberikan hikmat sehingga seseorang bisa memperoleh pengetahuan dan kepandaian (Ams 2:6). Salomo, raja yang paling berhikmat di antara orang-orang bani Timur dan orang-orang Mesir pada zamannya juga mengatakan bahwa permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (1Raj. 4:30, Ams. 1:7).
Takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat karena dari mulut Tuhan datang pengetahuan dan kepandaian (Ams. 2:6). Namun, untuk memperoleh hikmat, kita membutuhkan semangat para pencari perak dan harta terpendam (Ams. 2:4). Para penambang perak harus mencari dan meneliti tanah atau daerah yang memiliki kandungan perak di dalamnya. Setelah menemukannya, mereka tidak berhenti di sana, tetapi harus menggali dalam-dalam sampai akhirnya mendapatkan tanah yang terkandung perak di dalamnya. Setelah itu, mereka masih harus memisahkan perak dengan kandungan logam yang lain sehingga mendapatkan perak yang murni. Diperlukan waktu, proses dan tahapan yang panjang hingga akhirnya bisa mendapatkan perak. Demikian pula, untuk memperoleh hikmat yang sesungguhnya dibutuhkan proses setahap demi setahap. Ketika seseorang benar-benar takut akan Tuhan, niscaya ada pengetahuan dan kepandaian di dalam dirinya. Tuhan akan senantiasa menuntun jalan kehidupannya (Ams. 2:8-9).
Selain itu, dalam Kitab Suci, frase “dari mulut Tuhan” seringkali digunakan sebagai kiasan untuk merujuk pada pengajaran atau instruksi yang ingin diberikan Tuhan kepada umat-Nya (Ayb 22:22; Yes 59:21). Pengajaran seperti apa yang keluar dari mulut Tuhan? Tentunya “pengetahuan” dan “kepandaian” yang dimaksud oleh penulis Amsal bukanlah persoalan hikmat pengetahuan akademis. Kitab Suci menjelaskan bahwa hikmat yang keluar atau yang diajarkan Tuhan kepada umat-Nya adalah ajaran tentang kebenaran, nubuat maupun peringatan (Yes 45:23; 48:3; Yeh 33:7).
Dengan kata lain, hikmat yang diberikan Tuhan adalah ajaran yang akan membimbing kita dalam bersikap dan menjalani hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya. Penulis kitab Yesaya bahkan menekankan bahwa ajaran yang keluar dari mulut Tuhan tidak akan sia-sia, melainkan mengandung janji yang kekal. Dengan demikian, jika kita menaati perintah Allah, niscaya janji itu akan terjadi di dalam kehidupan kita (Yes 55:11).
Tuhan Yesus memberkati.