SAUH BAGI JIWA
“Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka” (Lukas 2:46)
“Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka” (Lukas 2:46)
Semua anak lebih merindukan hari ketika mereka bebas untuk mengambil keputusan sendiri daripada terkurung dalam pilihan orangtua mereka. Mungkin kita teringat akan tahun-tahun mengesalkan ketika kita tidak bisa memilih untuk menonton televisi atau bermain karena sudah waktunya tidur atau belajar.
Ironisnya, ketika kita akhirnya sudah dewasa, kita sering mendapati diri berada di bawah tekanan besar saat dibanjiri oleh banyaknya pilihan yang harus kita ambil. Walaupun kita tahu bahwa kita harus mencari kehendak Tuhan pada persimpangan jalan hidup kita, kita sering merasa kesulitan untuk mewujudkan pengetahuan ini ke dalam tindakan nyata. Bagaimana kita tahu apa kehendak Tuhan bagi kita?
Janganlah mengira bahwa kehendak Tuhan pasti dinyatakan dengan cara-cara supranatural seperti penglihatan, mimpi, suara-suara dari surga, atau berbagai tanda. Ada orang-orang yang berharap untuk memahami kehendak Tuhan dengan mencari pengalaman-pengalaman yang demikian. Dan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka mungkin menjadi bingung dan kecewa, menyimpulkan bahwa Tuhan tidak menjawab permohonan mereka dan tidak membimbing mereka di jalan-Nya.
Memang, Tuhan mewahyukan kehendaknya secara jelas kepada beberapa orang dalam Alkitab melalui pengalaman-pengalaman supranatural. Contohnya, ketika Tuhan menyuruh Nuh untuk membuat bahtera. Demikian juga, Tuhan berbicara secara langsung kepada Abraham, menyuruhnya pindah ke Tanah Kanaan.
Pengalaman-pengalaman ilahi ini mengubah kehidupan orang-orang tersebut dan membentuk langkah-langkah mereka selanjutnya. Masing-masing individu ini mungkin hanya punya satu kali atau beberapa kali, pengalaman serupa itu di sepanjang hidup mereka.
Tetap saja, sekalipun tanpa bimbingan supranatural yang berlanjut, orang-orang ini menentukan pilihan yang tepat dan menjalani hidup dengan cara yang dikenan Tuhan. Dengan kata lain, hubungan mereka yang konstan dan persekutuan mereka yang mendalam dengan Tuhan-lah yang membuat mereka bertahan; bukan pengalaman-pengalaman supranatural itu.
Pengalaman-pengalaman supranatural itu sering kali hanya merupakan suatu gebrakan yang mengawali tindakan penyembahan mereka yang tak kenal henti kepada Tuhan, ketaatan mereka pada perintah Tuhan, dan kerendah-hatian mereka pada kekuatan dan kekuasaan-Nya.
Yesus sendiri memberikan teladan yang baik bagi kita selama pelayanan-Nya di dunia. Sejak usia yang masih amat muda, 12 tahun, Ia sudah menjunjung tinggi firman Tuhan dan urusan Bapa-Nya. Sebelum memulai pelayanan-Nya secara resmi, Dia menghabiskan waktu empat puluh hari empat puluh malam untuk berpuasa dan berdoa di padang gurun (Mat 4:1-2). Tak ada catatan bahwa nama-nama para rasul diwahyukan secara khusus kepada Yesus, melainkan setelah berdoa semalamanlah Ia memanggil mereka (Luk 6:12-16). Persekutuan sedekat itu dengan Tuhan dapat disaksikan di sepanjang kehidupan Yesus, bahkan sampai pada saat-saat terakhir di Getsemani, ketika kehendak Tuhan menang dalam pergumulan panjang melawan kehendak manusia.
Dari teladan Yesus, kita belajar bahwa ketika kita harus menentukan keputusan besar, kita jangan mencari pengalaman supranatural sebagai pertanda kehendak Tuhan. Jika kita tetap bersikeras, kita akan mengalami kekecewaan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sebaliknya, kita harus terus-menerus berjuang untuk menjalani kehidupan yang saleh dalam persekutuan yang mendalam dengan Tuhan. Dengan cara ini, kita akan mengetahui arah tepat yang harus kita ambil ketika menjumpai persimpangan dalam jalan hidup kita, dan kemudian kita bisa melangkah ke depan dengan penuh keyakinan, menyaksikan kehendak Tuhan seolah disingkapkan di depan mata kita.