SAUH BAGI JIWA
Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku. (Amsal 30:8-9)
Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku. (Amsal 30:8-9)
Kita semua diajarkan untuk rendah hati, baik di sekolah, keluarga atau tempat lain di masyarakat. Alkitab juga menekankan pentingnya hal ini. Tuhan Yesus berkata bahwa Ia meninggikan orang yang merendahkan diri di hadapan-Nya (Mat 23:12). Tetapi, ketika melihat orang-orang Farisi (Luk 18:11-14) dan gereja di Korintus (1Kor 4:7) gagal untuk hidup rendah hati di hadapan Tuhan, kita menyadari bahwa ada saat-saat dimana kita sendiri tidak berbeda dengan orang-orang Farisi atau anggota gereja di Korintus. Pada saat kita berhasil atau memperoleh kedudukan yang tinggi, pelayanan kita kepada Tuhan bisa menjadi rusak karena kesombongan yang muncul dalam hati kita. Kita membutuhkan tuntunan-Nya agar tidak jatuh dalam kesombongan.
Yosia, raja Israel, adalah orang yang sangat tinggi kedudukannya. Dia dan seluruh keluarganya menjalani hidup tanpa kekurangan apa pun. Namun, berasal dari keluarga terpandang tidak mempengaruhi pengabdiannya kepada Tuhan. Kenyamanan yang dinikmati dalam hidupnya dan berkat-berkat jasmani yang ia peroleh ternyata tidak mengotori pemahamannya tentang firman Allah. Dia mengakui bahwa nenek moyangnya salah di mata Tuhan dan mengerti bahwa mereka harus mengubah cara hidup mereka (2Taw 34:19). Sikap ini berbeda dengan Raja Saul yang juga memiliki kedudukan seperti Yosia. Awalnya, Saul adalah seorang yang rendah hati (1Sam 9:21), tetapi seiring berjalannya waktu kesombongan merusak imannya. Alih-alih sadar dan taat kepada kehendak Tuhan, dia malah melawan kehendak Tuhan dengan mencoba membunuh Daud dan menempatkan putranya sendiri sebagai raja (1Sam 20:31).
Apa yang dilakukan Yosia adalah cara yang benar dan dikehendaki Tuhan dari seorang raja. Dalam Hukum Musa dikatakan bahwa seorang raja Israel tidak boleh memiliki banyak istri dan perak dan emas yang berlebihan. Ia harus mempelajari Hukum dengan sungguh-sungguh dan menerapkannya dalam hidupnya (Ul 17:17-20). Alasannya adalah agar raja tidak menjauh dari antara saudara-saudaranya dan supaya kepercayaan raja tidak terletak pada kekayaan atau kekuatannya, tetapi kepada Tuhan. Tidak peduli posisi apa yang kita miliki atau nama apa yang kita bawa, Tuhan menuntut kita untuk rendah hati. Diakui dan dipuji oleh dunia tidak menjamin kita diakui dan dipuji oleh Tuhan. Memiliki posisi tinggi bukanlah sesuatu yang harus dimiliki oleh semua orang dan bukanlah hal yang terpenting. Sebaliknya, menjaga hati kita agar tidak tercemar oleh tipu daya kesombongan dan mengakui supremasi Tuhan atas hidup kita seperti yang dilakukan Yosia merupakan hal yang terutama.
Kita semua harus belajar dari doa Agur. Dia berkata, “Jangan beri aku kemiskinan atau kekayaan; beri aku makan dengan makanan yang aku perlukan, jangan sampai aku kenyang dan menyangkal Engkau dan berkata, ‘Siapakah TUHAN itu?’” (Ams 30:8-9). Dalam doa, kita harus meminta kerendahan hati. Kita harus memastikan bahwa lingkungan dan gaya hidup kita tidak akan menjadi batu sandungan. Banyak berinteraksi dengan sesama anggota gereja dan banyak menghabiskan waktu kita untuk Tuhan akan membuat kita lebih fokus untuk mengasihi sesama daripada mengutamakan kepentingan pribadi. Hal ini akan memperkuat iman dan melembutkan hati kita. Dengan begitu kita dapat menjadi seperti Yosia yang dikenan oleh Tuhan.