SAUH BAGI JIWA
“Tetapi ia menjawab mereka:”Pergilah sampai lusa, kemudian kembalilah kepadaku.” Lalu pergilah rakyat itu.” (1 Raja-Raja 12:5)
“Tetapi ia menjawab mereka:”Pergilah sampai lusa, kemudian kembalilah kepadaku.” Lalu pergilah rakyat itu.” (1 Raja-Raja 12:5)
Rehabeam meminta nasihat dari para tua-tua yang selama hidup Salomo mendampingi raja yang membangun rumah Tuhan itu. Ia juga meminta nasihat kepada orang-orang muda yang sebaya dengan dia. Nyatanya, nasihat dari kedua pihak itu sangat bertolak belakang. Rehabeam memilih satu di antaranya.
Rehabeam mengambil waktu dua hari untuk memperoleh nasihat dari kedua pihak itu. Mungkin ia menyadari bahwa pengalamannya dalam hal mengatur negeri masih sangat kurang, meskipun ia berusia 41 tahun saat ia menjadi raja (1Raj 14:21). Usia dewasa belum tentu dibarengi dengan pengalaman hidup yang kaya. Ketika seseorang suka membaca, banyak bergaul, tidak takut dengan hal-hal baru, pengalamannya tentu akan bertambah.
Rehabeam menunda keputusannya selama dua hari. Waktu ini digunakan untuk mempertimbangkan jawaban yang tepat bagi Yerobeam dan segenap jemaah Israel yang mengikutinya (1Raj 12:3). Alkitab seharusnya menjadi referensi utama dalam menentukan pilihan yang tepat (2Tim 3:16). Baik pihak yang dimintai nasihat maupun yang menerima nasihat seharusnya mengerti firman Tuhan dengan baik. Hindari memberi nasihat yang menyesatkan dan jangan disesatkan oleh pandangan atau pendapat yang salah. Paulus menyatakan, ”Sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan.” (2Tim 3:13).
Di satu sisi, kita tidak boleh menunda-nunda untuk berbuat baik. Menunda perbuatan baik adakalanya berkaitan dengan sifat kikir. Penulis Amsal mencatat dalam Ams 3:27-28 , “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: “Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,” sedangkan yang diminta ada padamu.”. Melakukan kebaikan adalah hal yang dapat memuliakan Allah (bandingkan dengan Yoh 15:8).
Namun, di sisi lain, seringkali kita membutuhkan waktu untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Waktu dua hari bisa mengubah Petrus yang semula lari ketakutan menjadi seorang pemberani (lihat Luk 22:56-62; Kis 4:13). Umat yang dulu kikir kini bisa membuka tangannya lebar-lebar bagi yang membutuhkan. Alkitab menuliskan, “Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu.” (Ul 15:11). Perubahan pandangan dari merasa sebagai “pemilik” menjadi “pengelola” harta dari Allah mungkin memerlukan waktu yang panjang. Namun, pandangan ini bisa juga berubah dalam dua hari jika Roh kudus menggerakkan hati seseorang.
Waktu “dua hari” juga mungkin dibutuhkan untuk mendinginkan hati yang panas. Firman Tuhan mencatat: “Maksudnya supaya jangan penuntut tebusan darah sementara hatinya panas dapat mengejar pembunuh itu, karena jauhnya perjalanan, menangkapnya dan membunuhnya, padahal pembunuh itu tidak patut mendapat hukuman mati, karena ia tidak membenci dia sebelumnya.” (Ul 19:6). Yakub panas hatinya saat dikejar oleh Laban. Ia bertengkar dengan mertuanya. Setelah berjalan beberapa saat, mertua dan menantu membuat perjanjian. Mereka bisa berdamai (Kej 31:36,45-55). Hanya butuh waktu satu hari bagi Yakub dan Laban untuk berdamai.
“Dua hari” menunjukkan waktu yang relatif singkat. Namun, dalam waktu yang singkat itu, orang bisa memperoleh nasihat yang benar. Dalam waktu singkat, seseorang yang kikir bisa menjadi umat Allah yang pengasih. “Dua hari” cukup untuk mendinginkan hati yang panas dan menciptakan perdamaian. Apa makna “dua hari” bagi Anda?