SAUH BAGI JIWA
“Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu” (Yakobus 4:3)
“Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu” (Yakobus 4:3)
Seringkali kita mendengar kata ‘baik’. Apakah arti kata ‘baik’ ini? Baik dapat diartikan sebagai keadaan ketika segala sesuatu berjalan sesuai harapan. Semua orang tentu mengharapkan segala yang baik terjadi di dalam kehidupannya. Namun, setiap orang memiliki tolok ukur yang berbeda-beda dalam mendefinisikan kata baik ini. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut orang lain. Ini terjadi karena setiap orang memiliki harapan dan tingkat kepuasan yang berbeda-beda.
Saat berdoa dan memohon kepada Tuhan, tentu kita juga memohon hal-hal yang baik terjadi di dalam kehidupan kita. Tetapi, ada kalanya permohonan kita tidak terkabul. Mungkinkah permohonan ini tidak baik di mata Tuhan? Atau, apakah kita telah masuk dalam tipu daya Iblis sehingga tidak dapat membedakan mana yang baik dan buruk?
Pada saat Hawa melihat buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, ia melihat buah itu baik dan sedap kelihatannya. Hawa tertarik pada apa yang dilihatnya. Rasa ingin tahu yang besar menggodanya sehingga ia melupakan perintah Allah dan terjerat dalam tipu daya Iblis. Seandainya Hawa berpegang teguh pada perintah Tuhan, merasa cukup dan mensyukuri semua yang diperolehnya di Taman Eden, mungkin ia tidak akan terjerat dalam dosa. Namun, sama seperti Hawa, kita cenderung menginginkan hal-hal yang belum kita miliki dan merasa baik apabila bisa mendapatkannya. Kita berdoa terus-menerus sampai Tuhan mengabulkannya.
Ketika Raja Hizkia jatuh sakit, Nabi Yesaya memberitahukan bahwa ia akan mati. Hizkia merasa belum puas dengan kehidupan yang telah dijalaninya. Ia memohon kesembuhan kepada Tuhan. Tuhan mengabulkan permohonannya. Setelah umurnya diperpanjang, Hizkia justru jatuh dalam jerat keangkuhan. Ia memperlihatkan semua hartanya kepada raja Babel. Bahkan, meskipun Nabi Yesaya telah memperingatkan kehancuran yang akan terjadi kelak, Hizkia memandang ringan semuanya itu dan tidak mempedulikannya. Permohonan Hizkia yang nampaknya baik ternyata malah menjadi jerat bagi dirinya sendiri.
Ketika kita memohon, bahkan memaksa Allah untuk mengabulkan doa kita, mungkin saja Allah pada akhirnya memberikan apa yang kita minta. Tetapi, kita harus merenungkan apakah permohonan kita ini baik di mata Allah atau malah bisa menjerat diri sendiri.
Bagaimana kita bisa mengetahuinya?
Pandangan kita tentu tidak sama dengan Allah. Kita tidak dapat melihat apa yang akan terjadi. Bila mata jasmani memerlukan cahaya untuk bisa melihat dengan jelas, mata rohani pun membutuhkan cahaya untuk membedakan mana yang baik dan benar. Tuhan adalah cahaya yang bisa menerangi mata rohani kita. Jika kita memohon kepada Allah agar Roh Kudus sepenuhnya memimpin kehidupan kita, pandangan kita dapat sejalan dengan pandangan Allah. Kita akan menemukan kebenaran sejati.
“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Luk 11:13)
Marilah kita memohon Roh Kudus memimpin kehidupan kita sehingga kita dapat melakukan kebenaran-Nya dan menerima apa yang baik dalam kehidupan kita.