SAUH BAGI JIWA
“Yudas, yang mengkhianati Yesus, tahu juga tempat itu, karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-murid-Nya”—Yohanes 18:2
“Yudas, yang mengkhianati Yesus, tahu juga tempat itu, karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-murid-Nya”—Yohanes 18:2
Yudas Iskariot tahu tempat di mana Tuhan Yesus dan murid-murid berkumpul untuk berdoa dan bersekutu. Namun, malam itu ia tidak ikut berkumpul. Ia sedang merencanakan rencana pengkhianatannya. Sebelumnya, pada saat perjamuan malam ketika Yesus sedang memberikan pesan-pesan terakhirnya kepada murid-murid yang berkumpul, hati Yudas tidak lagi di sana. Ia hanyalah seorang pengamat—yang merasa bahwa perkumpulan itu tidak lagi menguntungkan bagi dirinya. Akhirnya, di tengah-tengah perjamuan, Yudas Iskariot pergi meninggalkan Yesus dan murid-murid.
Berbanding terbalik dengan Yudas yang tahu tetapi tidak lagi melakukannya, terdapat begitu banyak contoh jemaat Gereja Yesus Sejati di berbagai belahan dunia, yang di dalam menjalani hidup, mereka mengalami suatu kesulitan maupun penderitaan—dengan kata lain, iman mereka dalam Tuhan Yesus sepertinya “tidak lagi memberikan keuntungan” bagi diri mereka. Namun, di dalam pergumulan itu mereka justru tetap mempertahankan iman dan pengharapan dan kesetiaan mereka pada-Nya. Beberapa contoh kehidupan mereka dijabarkan sebagai berikut:
Seorang pria paruh baya keturunan India dan penyandang disabilitas—kaki kirinya menderita keterbatasan dalam gerakan setelah ia mengalami sebuah kecelakaan—mulai mencoba mengikuti kegiatan ibadah di gereja setelah diajak oleh temannya yang adalah seorang jemaat Gereja Yesus Sejati. Setelah beberapa waktu lamanya, sesekali ia mengeluh, “Mengapa Tuhan belum menjawab doa-doa yang telah kupanjatkan? Mengapa Tuhan tidak memberikan kesembuhan pada kaki kiriku?” Namun, hari demi hari beserta dukungan dan penghiburan dari sesama saudara/i seiman, ia mulai menghitung berkat-berkat Tuhan yang selama ini ia terima. Bahkan ia mulai bisa menerima kondisinya yang difabel. Meskipun ia mengalami kesulitan dalam berjalan dan sering merasa sakit ngilu pada tulang kaki kirinya saat musim dingin, sekarang ia justru menjadi pribadi yang lebih ceria dan aktif di dalam mengikuti persekutuan secara rutin.
Seorang perempuan kelahiran Filipina paruh baya, yang hidup atas dana pensiunan, hidup sebatang kara di sebuah tempat kos-kosan kecil di sebuah negara maju. Seluruh sanak keluarganya masih berada di Filipina. Meskipun ia sudah percaya Yesus dan mengikuti ibadah di Gereja Yesus Sejati, perempuan paruh baya tersebut hidup dalam keadaan ekonomi yang berkekurangan. Kadang-kadang ia menerima bantuan ekonomi dari tetangga maupun dari saudara/i seiman di gereja. Bahkan beberapa temannya pernah membujuknya untuk kembali ke negri asalnya, ke tempat sanak keluarganya berada agar ia dapat terpelihara dengan baik. Namun, perempuan tersebut menjawab, “meskipun aku hidup dalam kekurangan di sini, aku tetap dapat merasakan hangatnya kasih sayang sebuah keluarga besar—yaitu ketika aku bersama-sama dengan keluarga baruku di gereja.”
Sama seperti yang telah Yudas alami ketika mengikut Yesus “tidak lagi menguntungkan,” kedua jemaat di atas juga merasakan “ketidak-untungan” saat mereka bersandar kepada Tuhan Yesus—bahkan kekurangan, penderitaan dan kesulitan yang mereka hadapi tetap ada. Namun, yang membedakan adalah: mereka tahu akan pertolongan Tuhan, dan mereka tetap menjalankan iman mereka meskipun kenyataan yang mereka hadapi berbeda. “Ketidak-untungan” dalam kondisi yang mereka hadapi tidak serta-merta membuat mereka pergi meninggalkan iman pengharapan tersebut.
Kiranya semangat dan iman mereka dapat menjadi teladan tersendiri bagi kehidupan kerohanian kita bersama Tuhan di saat kita menghadapi kemalangan dan ketidak-untungan dalam hidup.