SAUH BAGI JIWA
“Maka air telah menghanyutkan kita, dan sungai telah mengalir melingkupi diri kita, maka telah mengalir melingkupi diri kita air yang meluap-luap itu”—Mazmur 124:4-5
“Maka air telah menghanyutkan kita, dan sungai telah mengalir melingkupi diri kita, maka telah mengalir melingkupi diri kita air yang meluap-luap itu”—Mazmur 124:4-5
Saat kita sedang berenang, kita mungkin menyadari bahwa bergerak di dalam air lebih sulit dibandingkan bergerak di udara seperti yang biasanya kita lakukan.
Penulis kitab Mazmur mencatatkan sebuah perumpamaan tentang air sungai meluap-luap yang melingkupi dan menghanyutkan kita (Mzm. 124:4-5). Perumpamaan tersebut, dalam konteks pasal 124, menggambarkan tentang pertolongan Tuhan saat kita berada dalam bahaya. Dalam bahasa Ibrani, kata “jiwa” secara harfiah dapat diterjemahkan menjadi “pusat dari perasaan, keinginan dan pikiran,” maupun “diri manusia itu sendiri secara keseluruhan.” Dengan kata lain, bahaya yang dimaksudkan sang penulis Mazmur bukan sekedar bahaya terhadap jasmani, melainkan juga bahaya terhadap mental, pikiran dan rohani kita.
Kemudian, kata “menghanyutkan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna: “terbawa oleh arus, habis, lenyap.” Sedangkan kata “melingkupi” mengandung arti: “menutupi, termasuk dalam.” Kedua kata kerja di atas memberikan nuansa makna bahwa “air sungai yang mengalir dan meluap-luap” dalam Mazmur 124 adalah suatu hal yang membahayakan dan mengancam diri kita, menyeret kita dalam arusnya saat kita terlena—bahkan terlalu asyik—sehingga lama-kelamaan luapan air tersebut menutupi dan melenyapkan kita.
Sekarang ini, contoh bahaya arus dunia yang sering kita dapati adalah tantangan dalam bidang teknologi. Meskipun perkembangan teknologi telah menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan kita sehari-hari terutama di dalam memudahkan aktivitas kita, kemajuan teknologi juga dapat menghanyutkan kita—yaitu saat kita lebih mengandalkan kecanggihan teknologi di dalam menyembuhkan penyakit dibandingkan dengan andalan iman kepada Tuhan.
Selain itu, perkembangan teknologi dalam media sosial juga dapat menghanyutkan kita untuk tidak lagi mensyukuri atas hal yang kita telah miliki. Saat kita membanding-bandingkan diri kita dengan keberhasilan dan kesuksesan orang lain di dalam pekerjaan, gaya hidup serta kedudukan sosial; maka tanpa disadari, kita hanyut dalam arus dunia dan menjauhi Tuhan.
Namun, Penulis Injil Yohanes menguatkan kita dengan pesannya, “Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup. Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya,” yaitu: Roh Kudus (Yoh 7:38-39). Disini, penulis Injil menjelaskan tentang aliran-aliran air yang dapat “menghanyutkan” kita, tetapi bukan kepada kebinasaan melainkan kepada kehidupan dalam Tuhan.
Dalam Perjanjian Lama, nabi Yehezkiel-pun pernah menuliskan tentang aliran air yang keluar dari Bait Suci — perlambangan Roh Kudus — yang kepenuhannya akan “menghanyutkan” kita. Namun, bedanya dengan aliran air yang dimaksudkan oleh penulis kitab Mazmur 124, yang hanya akan membahayakan dan mengancam keselamatan diri kita; aliran air yang dimaksudkan oleh nabi Yehezkiel pada pasal 47 justru akan membuat kita “tidak dapat berjalan lagi” kepada arus dunia maupun keinginan daging kita dan membawa kita menyusuri sepanjang sungai yang memberi kehidupan (Yeh 47:1-8). Demikianlah nabi Yehezkiel menegaskan, “…ke mana saja sungai itu mengalir, segala makhluk hidup yang berkeriapan di sana akan hidup…” (Yeh 47:9).
Meskipun arus dunia begitu deras dan menghanyutkan, saat kita mengejar kepenuhan Roh Kudus maka Tuhan akan membawa kita pada aliran air hidup yang memberikan kita bimbingan dan kekuatan atas penguasaan diri menghadapi cobaan dan tantangan dunia.