SAUH BAGI JIWA
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri…” (Matius 6:34)
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri…” (Matius 6:34)
Ada seorang pria yang merasa kesepian dan putus asa. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kejiwaan. Dokter tersebut menyarankan agar ia pergi menonton sebuah pertunjukkan sirkus, sebab disana terdapat seorang pelawak terkenal yang dapat membuat orang yang paling bersusah dan bersedih hati menjadi bersukacita. Akan tetapi, di luar dugaan, pria tersebut berkata, “Saya adalah pelawak itu, dok.”
Ilustrasi yang miris tersebut sesungguhnya menggambarkan kondisi banyak orang saat ini, yaitu: ketidak-bahagiaan dalam hidup. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahagia merupakan suatu keadaan atau perasaan senang dan tenteram, serta terbebas dari segala yang menyusahkan. Oleh karena itu, rasa bahagia dapat dipengaruhi oleh kondisi. Hari ini bisa saja kita merasa bahagia, tetapi esok hari malah bersedih hati. Di saat kesusahan atau kemalangan menimpa, perasaan bahagia tersebut dapat hilang dan berganti dengan perasaan sedih ataupun kecewa.
Salah satu alasan mengapa seseorang merasa tidak bahagia adalah kesalahpahaman mengenai kebahagiaan. Seringkali kebahagiaan dikaitkan dengan kehidupan tanpa masalah. Namun, penulis surat Yakobus memberikan pandangan yang unik tentang kebahagiaan. Di dalam suratnya, sang penulis justru menasehatkan kepada pembaca untuk menganggap suatu kebahagiaan apabila pencobaan ataupun ujian terhadap iman datang menimpa. Sebab hal-hal tersebut akan menghasilkan ketekunan iman sehingga kita dapat menjadi sempurna (Yak 1:2-4).
Inilah kunci kebahagiaan, yaitu memahami sisi lain dari kesulitan atau permasalahan. Dengan adanya masalah dalam hidup, maka kita mempunyai kesempatan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa dan tahan uji. Ingatlah bahwa Tuhan mengijinkan sesuatu terjadi atas kehidupan kita dengan tujuan yang baik. Penulis Injil Lukas memberitahukan kepada para pembaca bahwa Bapa di sorga tidak akan memberikan ular kepada anak-Nya yang meminta ikan (Luk 11:11). Dengan kata lain, Tuhan akan memberikan pemberian yang baik kepada anak-anak-Nya.
Sesungguhnya, kesusahan yang menimpa dapat berperan sebagai peringatan dari Tuhan agar kita tidak mengandalkan kekuatan diri sendiri dan pengingat bahwa kita memiliki Tuhan yang jauh lebih berkuasa dan besar daripada masalah yang kita sedang hadapi. Melalui kesusahan, Tuhan sedang menunggu kita untuk datang berlutut berdoa kepada-Nya. Melalui kesulitan hidup, Tuhan menginginkan agar kita mendengar ketukan demi ketukan yang Ia lakukan pada pintu hati kita.
Contoh lainnya mengapa seseorang tidak merasa bahagia adalah ia mengukur tingkat kebahagiaan dengan jumlah kekayaan secara nominal dan material yang dimilikinya. Oleh karena hal tersebut, banyak orang berlomba-lomba untuk mengutamakan uang di atas segalanya. Pada akhirnya, mereka tidak akan pernah merasa puas seberapa banyakpun harta benda yang telah mereka raih—sebab selalu akan ada saja hal-hal baru yang ingin mereka miliki.
Utamakanlah dan percayakanlah hidup kita ke tangan Tuhan—itulah kunci kebahagiaan. Mengutamakan Tuhan dalam segala hal berarti mempercayai bahwa Tuhan turut serta mengatur dan membimbing secara aktif segala hal yang terjadi dalam hidup kita. Dengan kata lain, Tuhan mengetahui kebutuhan yang kita perlukan dan Tuhan berkuasa untuk menambahkan berkat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Baik dalam kekurangan ataupun dalam kelimpahan, Tuhan tahu dan Tuhan tetap memelihara—itulah rasa ketidak-kuatiran. Dan saat kita tidak merasa kuatir, meskipun sedang dalam badai kehidupan, kita akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
SAUH BAGI JIWA
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri…” (Matius 6:34)
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri…” (Matius 6:34)
Ada seorang pria yang merasa kesepian dan putus asa. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kejiwaan. Dokter tersebut menyarankan agar ia pergi menonton sebuah pertunjukkan sirkus, sebab disana terdapat seorang pelawak terkenal yang dapat membuat orang yang paling bersusah dan bersedih hati menjadi bersukacita. Akan tetapi, di luar dugaan, pria tersebut berkata, “Saya adalah pelawak itu, dok.”
Ilustrasi yang miris tersebut sesungguhnya menggambarkan kondisi banyak orang saat ini, yaitu: ketidak-bahagiaan dalam hidup. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahagia merupakan suatu keadaan atau perasaan senang dan tenteram, serta terbebas dari segala yang menyusahkan. Oleh karena itu, rasa bahagia dapat dipengaruhi oleh kondisi. Hari ini bisa saja kita merasa bahagia, tetapi esok hari malah bersedih hati. Di saat kesusahan atau kemalangan menimpa, perasaan bahagia tersebut dapat hilang dan berganti dengan perasaan sedih ataupun kecewa.
Salah satu alasan mengapa seseorang merasa tidak bahagia adalah kesalahpahaman mengenai kebahagiaan. Seringkali kebahagiaan dikaitkan dengan kehidupan tanpa masalah. Namun, penulis surat Yakobus memberikan pandangan yang unik tentang kebahagiaan. Di dalam suratnya, sang penulis justru menasehatkan kepada pembaca untuk menganggap suatu kebahagiaan apabila pencobaan ataupun ujian terhadap iman datang menimpa. Sebab hal-hal tersebut akan menghasilkan ketekunan iman sehingga kita dapat menjadi sempurna (Yak 1:2-4).
Inilah kunci kebahagiaan, yaitu memahami sisi lain dari kesulitan atau permasalahan. Dengan adanya masalah dalam hidup, maka kita mempunyai kesempatan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa dan tahan uji. Ingatlah bahwa Tuhan mengijinkan sesuatu terjadi atas kehidupan kita dengan tujuan yang baik. Penulis Injil Lukas memberitahukan kepada para pembaca bahwa Bapa di sorga tidak akan memberikan ular kepada anak-Nya yang meminta ikan (Luk 11:11). Dengan kata lain, Tuhan akan memberikan pemberian yang baik kepada anak-anak-Nya.
Sesungguhnya, kesusahan yang menimpa dapat berperan sebagai peringatan dari Tuhan agar kita tidak mengandalkan kekuatan diri sendiri dan pengingat bahwa kita memiliki Tuhan yang jauh lebih berkuasa dan besar daripada masalah yang kita sedang hadapi. Melalui kesusahan, Tuhan sedang menunggu kita untuk datang berlutut berdoa kepada-Nya. Melalui kesulitan hidup, Tuhan menginginkan agar kita mendengar ketukan demi ketukan yang Ia lakukan pada pintu hati kita.
Contoh lainnya mengapa seseorang tidak merasa bahagia adalah ia mengukur tingkat kebahagiaan dengan jumlah kekayaan secara nominal dan material yang dimilikinya. Oleh karena hal tersebut, banyak orang berlomba-lomba untuk mengutamakan uang di atas segalanya. Pada akhirnya, mereka tidak akan pernah merasa puas seberapa banyakpun harta benda yang telah mereka raih—sebab selalu akan ada saja hal-hal baru yang ingin mereka miliki.
Utamakanlah dan percayakanlah hidup kita ke tangan Tuhan—itulah kunci kebahagiaan. Mengutamakan Tuhan dalam segala hal berarti mempercayai bahwa Tuhan turut serta mengatur dan membimbing secara aktif segala hal yang terjadi dalam hidup kita. Dengan kata lain, Tuhan mengetahui kebutuhan yang kita perlukan dan Tuhan berkuasa untuk menambahkan berkat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Baik dalam kekurangan ataupun dalam kelimpahan, Tuhan tahu dan Tuhan tetap memelihara—itulah rasa ketidak-kuatiran. Dan saat kita tidak merasa kuatir, meskipun sedang dalam badai kehidupan, kita akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.