SAUH BAGI JIWA
“Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu” (Yesaya 55:8-9)
“Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu” (Yesaya 55:8-9)
Allah pernah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan. Namun, waktu terus berlalu dan Sarah, istrinya, tak kunjung hamil. Akhirnya, Sarah mengemukakan pendapatnya, “Engkau tahu, Tuhan tidak memberikan aku melahirkan anak” dan ia mengajukan solusi pribadinya, “Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abraham mendengarkan perkataan Sarah. Walaupun di kemudian hari Sarah mengandung dan sungguh melahirkan seorang anak laki-laki, keberadaan anak dari Hagar, hamba Sarah, justru membawa sebuah badai besar dalam keluarga yang awalnya dalam damai. Bahkan, permusuhan terus berlanjut di antara dua keturunan yang dihasilkan.
Dari peristiwa ini, kita dapat mengambil suatu pengajaran bahwa cara manusia sekilas mendatangkan hasil yang instan tetapi membawa dampak buruk yang berkelanjutan. Tindakan Sarah adalah sebuah tindakan untuk menggenapi janji Allah dengan mengandalkan hikmat dan kemampuan pribadi. Seringkali kita merasa bahwa Allah lambat untuk menepati janji-Nya. Tetapi Allah sesungguhnya tidak lupa akan janji-Nya, Ia justru sedang merencanakan hal yang lebih indah bagi kita. Pada saat Allah menggenapi kehendak dan janji-Nya, pada waktu itulah kita akan merasakan anugrah dan kuasa Allah yang luar biasa sehingga kita dapat merasakan dan menyaksikan sendiri kemuliaan-Nya. Oleh karena itu, iman yang disertai dengan kesabaran niscaya akan membawa kita pada kenikmatan atas kasih karunia-Nya yang indah.
Lalu pengajaran apa yang dapat kita ambil dari Hagar? Status Hagar sesungguhnya adalah seorang hamba. Atas usul majikannya, ia diijinkan untuk menjadi istri dari Abraham—suami majikannya. Dan Hagar pun mendapat kasih karunia Allah, ia mengandung dan melahirkan seorang anak. Namun, apa yang dilakukan Hagar? Ia justru “memandang rendah akan nyonyanya itu” (Kej 16:4). Hagar menyombongkan diri dan membuat ketidak-puasan di hati Sarah, majikannya, sehingga akhirnya Hagar dianiaya. Karena tidak tahan dengan penindasan majikannya, Hagar melarikan diri ke padang belantara. Sikap perilaku Hagar dapat menjadi peringatan bagi kita untuk mawas diri di dalam keberhasilan. Kadangkala di dalam kesuksesan, manusia dengan mudahnya menyombongkan diri dan akhirnya mengabaikan kewajiban yang harus dijalankan.
Badai besar antara majikan dan hamba, Sarah dan Hagar, menunjukkan bahwa ada kalanya permasalahan hidup justru muncul karena perbuatan diri sendiri. Pada akhirnya, Allah turun tangan membantu menyelesaikan permasalahan yang ada. Pada waktu Hagar melarikan diri ke padang belantara, malaikat Allah menemuinya dan menyuruhnya kembali ke sisi majikannya untuk menjadi hamba yang taat. Malaikat pun memberkati Hagar.
Pada akhirnya, Hagar pun dengan taat kembali pada majikannya. Allah sungguh mengasihi Abraham. Walaupun ia lemah, Allah membantunya untuk mengatasi badai besar dalam keluarganya. Seringkali, saat kita lemah, lalai ataupun melakukan kesalahan, kita semakin terpuruk dalam berbagai kesulitan dan merasa putus asa. Namun, melalui peristiwa Abraham dan Hagar, kita belajar untuk selalu datang menghampiri Allah, memohon dan bersandar pada kuasa pengampunan-Nya. Sebab atas kasih karunia-Nya sajalah, kita dapat dikuatkan dari penderitaan dan malapetaka hingga akhirnya kita beroleh penghiburan dari-Nya.
SAUH BAGI JIWA
“Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu” (Yesaya 55:8-9)
“Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu” (Yesaya 55:8-9)
Allah pernah berjanji kepada Abraham bahwa ia akan memiliki keturunan. Namun, waktu terus berlalu dan Sarah, istrinya, tak kunjung hamil. Akhirnya, Sarah mengemukakan pendapatnya, “Engkau tahu, Tuhan tidak memberikan aku melahirkan anak” dan ia mengajukan solusi pribadinya, “Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abraham mendengarkan perkataan Sarah. Walaupun di kemudian hari Sarah mengandung dan sungguh melahirkan seorang anak laki-laki, keberadaan anak dari Hagar, hamba Sarah, justru membawa sebuah badai besar dalam keluarga yang awalnya dalam damai. Bahkan, permusuhan terus berlanjut di antara dua keturunan yang dihasilkan.
Dari peristiwa ini, kita dapat mengambil suatu pengajaran bahwa cara manusia sekilas mendatangkan hasil yang instan tetapi membawa dampak buruk yang berkelanjutan. Tindakan Sarah adalah sebuah tindakan untuk menggenapi janji Allah dengan mengandalkan hikmat dan kemampuan pribadi. Seringkali kita merasa bahwa Allah lambat untuk menepati janji-Nya. Tetapi Allah sesungguhnya tidak lupa akan janji-Nya, Ia justru sedang merencanakan hal yang lebih indah bagi kita. Pada saat Allah menggenapi kehendak dan janji-Nya, pada waktu itulah kita akan merasakan anugrah dan kuasa Allah yang luar biasa sehingga kita dapat merasakan dan menyaksikan sendiri kemuliaan-Nya. Oleh karena itu, iman yang disertai dengan kesabaran niscaya akan membawa kita pada kenikmatan atas kasih karunia-Nya yang indah.
Lalu pengajaran apa yang dapat kita ambil dari Hagar? Status Hagar sesungguhnya adalah seorang hamba. Atas usul majikannya, ia diijinkan untuk menjadi istri dari Abraham—suami majikannya. Dan Hagar pun mendapat kasih karunia Allah, ia mengandung dan melahirkan seorang anak. Namun, apa yang dilakukan Hagar? Ia justru “memandang rendah akan nyonyanya itu” (Kej 16:4). Hagar menyombongkan diri dan membuat ketidak-puasan di hati Sarah, majikannya, sehingga akhirnya Hagar dianiaya. Karena tidak tahan dengan penindasan majikannya, Hagar melarikan diri ke padang belantara. Sikap perilaku Hagar dapat menjadi peringatan bagi kita untuk mawas diri di dalam keberhasilan. Kadangkala di dalam kesuksesan, manusia dengan mudahnya menyombongkan diri dan akhirnya mengabaikan kewajiban yang harus dijalankan.
Badai besar antara majikan dan hamba, Sarah dan Hagar, menunjukkan bahwa ada kalanya permasalahan hidup justru muncul karena perbuatan diri sendiri. Pada akhirnya, Allah turun tangan membantu menyelesaikan permasalahan yang ada. Pada waktu Hagar melarikan diri ke padang belantara, malaikat Allah menemuinya dan menyuruhnya kembali ke sisi majikannya untuk menjadi hamba yang taat. Malaikat pun memberkati Hagar.
Pada akhirnya, Hagar pun dengan taat kembali pada majikannya. Allah sungguh mengasihi Abraham. Walaupun ia lemah, Allah membantunya untuk mengatasi badai besar dalam keluarganya. Seringkali, saat kita lemah, lalai ataupun melakukan kesalahan, kita semakin terpuruk dalam berbagai kesulitan dan merasa putus asa. Namun, melalui peristiwa Abraham dan Hagar, kita belajar untuk selalu datang menghampiri Allah, memohon dan bersandar pada kuasa pengampunan-Nya. Sebab atas kasih karunia-Nya sajalah, kita dapat dikuatkan dari penderitaan dan malapetaka hingga akhirnya kita beroleh penghiburan dari-Nya.