Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Yohanes 8:1

Yesus tampaknya melakukan sebuah pengecualian hari itu di Bait Allah. Berzinah adalah perbuatan keji yang melanggar Sepuluh Hukum. Pelanggaran ini sangat berat sehingga di masa Perjanjian Lama, pasangan yang berzinah dihukum mati (Im. 20:10). Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu, “Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh. 8:10-11).

Sudah berapa kali-kah kita melakukan sesuatu yang tak termaafkan di mata Allah? Apakah perbuatan kita begitu hitam sehingga tembok di antara Allah dengan kita tidak lagi dapat diruntuhkan? Perempuan itu berdiri di hadapan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, dan mereka siap menghabisi hidupnya yang tercela. Tidak ada yang bersedia memberinya kesempatan kedua. Sebaliknya, semua orang berharap dapat memusnahkannya dari tengah-tengah mereka. Tidak ada yang melihat harapan dari dirinya. Ia sendiri merasa putus harapan.

Kadang kala perasaan putus asa yang memuncak dapat mencekik jiwa kita dan tampaknya kita hanya dapat menantikan akhir kehidupan. Pada momen itu, dalam kehidupan si perempuan, tampaknya ia tidak dapat kehilangan apa-apa lagi. Tetapi pada saat itulah Tuhan Yesus merangkul hidupnya dan berkata, “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” Kelegaan meliputi hati perempuan itu. Akhirnya, pikir perempuan itu, kehidupanku kembali menjadi baik. Allah turun tangan. Ada harapan.

Tuhan juga akan memberikan pengecualian ini bagi kita hari ini, apabila, kita meratapi masa lalu kita dengan hati yang penuh sesal, dan bertekad untuk tidak lagi melakukan dosa. Saat Allah kembali memeluk hidup kita, kita dapat merayakan kedamaian dalam roh dan berkata, “Aku mau bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, karena sungguhpun Engkau telah murka terhadap aku: tetapi murka-Mu telah surut dan Engkau menghibur aku. Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku.” (Yes. 12:1-2).