Kita mungkin ingat masa-masa dalam hidup kita ketika kita berasa bersemangat dan penuh dengan iman. Dan kita juga mungkin ingat pada masa-masa ketika kita tidak sebegitu beriman.

 

Begitu juga, Petrus dengan berani keluar dari perahu dan berjalan di atas air di tengah badai dan ombak menghampiri Yesus di tengah laut yang bergelora. Saat itu ia melakukan sesuatu yang mustahil. “Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam” (Mat. 14:30). Ketika kita memikirkan kembali hal-hal itu, saat itulah kita mulai ragu dan merasa gentar. “Badai ini begitu besar, aku tidak mungkin dapat melaluinya, aku pastilah akan tenggelam!” Perasaan gentar dan ragu inilah yang menghentikan kita, bukan angin badai yang menggoncang-goncang kehidupan kita.

 

Ketika kita menyadari bahwa iman kita tidak cukup dan mulai tenggelam, kita hanya dapat berseru-seru, “Tuhan, tolong!” Dan setelah Petrus berteriak, “segera Yesus mengulurkan tangan-Nya dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”” (Mat. 14:31).

 

Kita tidak akan senantiasa mempunyai iman setinggi dan sekokoh gunung. Dan pada saat-saat demikian, kiranya kita mengingat untuk meminta tolong kepada-Nya. Mungkin kita dapat langsung melihat pertolongan-Nya dan menangkap tangan kita. Tetapi kiranya kita juga mengingat, Yesus adalah Allah yang maha kuasa. Ia telah berkata, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (Mat. 14:27b). Mengapa kita harus takut? Mengapa kita ragu? “Jangan takut, tetapi percaya”.

 

Renungan

  1. Apakah beberapa rasa gentar dan ragu yang menghentikan iman kita?
  2. Bagaimanakah kita dapat melalui keadaan-keadaan yang kelihatannya mustahil dalam hidup kita?