“Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.” (Lukas 15:29)

Kadang-kadang kita merasa gusar dalam perjalanan kita bersama Allah. Saat orang-orang lain mengejar kesukaan mereka dan bersantai di akhir pekan, kita ada di gereja, memenuhi tugas-tugas pelayanan kita. Setiap hari kita harus senantiasa waspada untuk menjaga kekudusan kita, menghindari diri dari kegiatan-kegiatan tertentu yang dilakukan orang-orang lain tanpa banyak pikir panjang. Tetapi di saat yang sama orang-orang tidak percaya sedang menikmati hidup! Hal ini membuat kita bertanya-tanya: mengapa saya berusaha begitu keras? Apakah usaha dan jerih lelah saya menghasilkan perbedaan?

Si anak sulung dalam perumpamaan Yesus ini mungkin merasakan hal yang sama saat mendengar pesta yang besar dan meriah untuk menyambut adiknya yang kembali. Ia sudah berjerih payah dan senantiasa setia. Tetapi adiknya yang pergi menghancurkan hati ayahnya dan berfoya-foya menghambur-hamburkan uang ayahnya, diberikan kemuliaan yang demikian besar saat ia kembali. Lalu apakah gunanya ia dengan setia dan taat bertahun-tahun melayani ayahnya?

Saudara sulung ini begitu terpaku pada kenyataan bahwa ia tidak pernah menerima kambing untuk dinikmati bersama teman-temannya, sehingga ia tidak melihat sudut pandang yang lebih luas. Seperti ayahnya mengingatkannya, “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu” (Luk. 15:31). Sang ayah bersedia memberikan segala miliknya!

Tetapi berkat yang lebih besar terletak pada ayahnya sendiri. Karena saudara sulung ini tetap tinggal, ia mempunyai kesempatan untuk menikmati penyertaan ayahnya, dan meminta nasihatnya kapan pun ia mau. Ia mempunyai kesempatan untuk sungguh-sungguh mengenal lubuk hati ayahnya. Ia menikmati rasanya dikasihi, rasa aman dalam naungan kasih ayahnya. Dalam naungan ayahnya, ia tidak berkekurangan apa pun.

Kadang-kadang kita juga lupa bahwa kita memiliki Allah itu sendiri. Orang-orang lain harus melalui perjalanan yang sangat panjang dan sulit sebelum mereka dapat menikmati berkat-berkat yang saat ini sedang kita nikmati. Sebagai orang-orang yang tetap tinggal, apabila kita menghargai dan menggunakan waktu kita di sisi Tuhan, pengertian kita tentang Dia menjadi semakin dalam dan pengalaman kasih anugerah-Nya menjadi bertambah kaya dan penuh setiap hari.

 

Renungan:

  1. Apakah Anda merasa iri dengan orang-orang yang jauh dari Tuhan? Mengapa?
  2. Ambil sedikit waktu untuk merenungkan keuntungan dan manfaat tetap tinggal dalam rumah tangga Tuhan kita.