Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Mazmur 90:12

Kematian adalah bagian dari pengalaman manusia. Saat kita melihatnya dari lingkungan terdekat, kita tidak lagi menjadi orang yang sama. Tidak peduli apakah kita melihatnya pada sanak keluarga karena penyakit yang lama dideritanya, atau ketika kita melihat kengerian maut di televisi. Hati kita remuk dan terluka, dan kita meratap, tidak mau dan tidak dapat dihibur. Orang-orang bilang, waktu akan menyembuhkan semua luka. Aku tidak tahu apakah itu benar. Sebelum maut sendiri mencengkeram kita dengan tangannya yang dingin, hati kita akan terus terluka, sembuh, terluka lagi, hingga tidak dapat lagi kita hitung.

Namun bagi orang percaya, ini semua mempunyai alasan yang baik. Setidaknya, setiap kepedihan berguna untuk menguatkan tekad kita untuk percaya kepada Pencipta lebih banyak, dan kepada diri kita lebih sedikit, dan kembali mengingat bahwa kita adalah ciptaan-Nya.

Di penghujung tragedi nasional yang menghancurkan hati kami pada tanggal 11 September 2001, banyak orang Amerika berbalik kepada Tuhan dalam doa dan dalam lagu God Bless America. Melalui pandangan yang kabur karena kucuran air mata dan sejuta pertanyaan, kita menemukan diri kita mencoba meraih dan berpegangan pada Batu Karang, sehingga tidak terseret oleh arus kesedihan dan kepahitan, tetapi mendapatkan peristirahatan dalam kenyamanan kasih-Nya. Walaupun kita masih berduka dan meratapi yang hilang, yang pergi, dan yang terluka, kita akan membungkuk untuk mengambil bagian-bagian yang pecah dari hati kita, merajutnya kembali, dan kembali dalam kehidupan.

Pada akhirnya, kita semua yang melihat maut dengan dekat, tidak lagi menjadi orang yang sama seperti dahulu. Walaupun setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda, kita sekarang masing-masing hidup dengan menyadari bahwa kita adalah orang-orang yang fana, dan setiap hari adalah sebuah anugerah. Walaupun kita berharap untuk hidup hinggal seratus tahun, tetap saja, misalnya, pasangan yang masih hidup yang masih menanggung anak-anak mereka yang belum dewasa, akan pergi mencari hal-hal praktis seperti menyewa seorang pengacara untuk membuat surat warisan, atau mencantumkan nama wali yang sah untuk anak-anak mereka. Pada saat yang sama, maut menginspirasikan kita, orang-orang percaya, untuk mencari jiwa kita dan merenungkan warisan rohani yang ingin ditinggalkan kepada anak-anak kita. Apabila kita melakukannya, kita telah mendapatkan hati yang berhikmat.