Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.
Matius 15:8-9

Pada suatu ketika ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi bertanya kepada Yesus, mengapa murid-murid-Nya melanggar tradisi leluhur mereka dengan tidak mencuci tangan sebelum makan. Bukannya menjawab pertanyaan mereka, Yesus malah mengalihkan perhatian mereka pada kemunafikan mereka sendiri, “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?” Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tidak mampu menjawab-Nya, sebab mereka menyadari bahwa mereka sendiri berdosa.

Orang-orang Farisi terkenal dengan praktik mereka dalam hukum dan peraturan yang kaku, dan ahli-ahli Taurat adalah “para pakar” dalam hal hukum-hukum Allah. Mereka adalah golongan orang-orang yang mestinya tidak termasuk dalam nubuatan Yesaya, yang “memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia”. Namun Yesus dengan mudah dapat melihat melampaui kepalsuan mereka. Ia tidak menyembunyikan ketidaksenangan-Nya, tetapi dengan terang-terangan menegur mereka.

Hari ini, apakah kita merasakan jauh dari Allah, walaupun kita senantiasa datang ke gereja dan dengan tekun berdoa dan membaca Alkitab? Bila ya, maka kita harus memeriksa diri kita sendiri dan memperbaiki cara kita menyembah Allah. Apakah kita hanya berucap di mulut saja dalam doa, atau beribadah semata untuk menjaga imej? Yesus berkata, bahwa “penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran” (Yoh. 4:23).

Perbuatan kasat mata dalam berdoa dan berkebaktian tidak berarti kita melakukan ibadah yang bermakna. Perbuatan-perbuatan ini harus disertai dengan ketulusan dan ketaatan. Apabila hati kita tulus, kita akan mendapatkan didikan yang baik, dan ibadah kita haruslah disertai pengamalan firman Allah dan pengajaran yang telah kita terima dalam kehidupan sehari-hari. Maka ibadah akan menjadi cara hidup kita, bukan sekadar beberapa jam yang kita habiskan di gereja setiap minggu.

Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menggantikan firman Allah dengan tradisi-tradisi manusia demi mengikuti hawa nafsu mereka sendiri. Apakah kita juga mengarang penjelasan dan argumen demi membenarkan kehendak dan keinginan kita sendiri? Ingatlah, bahwa “mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan”. Jangan tertipu: apabila hidup dan perbuatan kita tidak seturut dengan kehendak Allah, maka ibadah kita sia-sia.

“Dengan apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun? Berkenankah TUHAN kepada ribuan domba jantan, kepada puluhan ribu curahan minyak? Akan kupersembahkankah anak sulungku karena pelanggaranku dan buah kandunganku karena dosaku sendiri?” “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” Mikha 6:6-8