Musa mendengarkan perkataan mertuanya itu dan dilakukannyalah segala yang dikatakannya.
Keluaran 18:24

Ilmu pengetahuan tertinggi pada masa itu, yaitu hikmat dan ilmu pengetahuan Mesir, ia kuasai. Ia “berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya” (Kis. 7:22). Melalui tangannya, Allah melakukan mujizat-mujizat yang luar biasa dan menghancurkan musuh-musuh bangsa Israel. Ia telah memimpin bangsa Israel, yang berjumlah ratusan ribu jiwa, keluar dari Mesir. Musa penuh dengan ilmu, orang yang cakap, dan berpengalaman. Ia tidak memerlukan nasihat dari siapa pun.

Namun ketika mertuanya, Yitro, datang berkunjung, ia memperhatikan apa yang sedang dilakukan Musa dan berkata, “Apakah ini yang kaulakukan kepada bangsa itu? Mengapakah engkau seorang diri saja yang duduk, sedang seluruh bangsa itu berdiri di depanmu dari pagi sampai petang?”

Perkataan mertuanya mungkin terdengar sedikit kasar. Bisa saja pikiran pertama Musa adalah, “Apa yang salah dengan apa yang kulakukan? Apakah kamu tidak mengerti betapa sulitnya hal ini?” Musa bisa saja merasa tersinggung dan tidak mau mendengar apa yang ingin dikatakan Yitro. Tetapi Musa mendengarkan dengan seksama. Tidak heran apabila Alkitab menyebutnya sebagai orang yang paling lemah lembut di dunia (Bil. 12:3).

Musa menerima perubahan-perubahan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keuntungan anak-anak Allah. Ia tidak berkata, “Kami sudah sejak lama melakukan hal ini. Saya tidak melihat perlunya melakukan perubahan yang dapat membingungkan orang. Semuanya baik-baik saja.” Dengan berkata begitu, Musa mungkin akan mencegah mertuanya menawarkan nasihat lebih lanjut. Tetapi Musa tidak memasukkan hal ini ke dalam hatinya, sebaliknya, ia berpusat pada bagaimana menjalankan pekerjaan Allah dengan cara yang lebih baik. Sungguh, kesetiaannya pada segenap rumah Allah patut diteladani (Ibr. 3:2). Musa menunjukkan hikmat yang benar:

“Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak.” (Ams. 12:15)

Apabila kita tidak dapat memisahkan perasaan pribadi dengan kepentingan pekerjaan Tuhan, kita akan memperlambat pekerjaan kudus Allah. Apabila kita berpusat pada diri sendiri dalam perkataan dan tindakan kita, dan tidak memusatkan perhatian pada keuntungan jemaat Allah, maka “hikmat” apa pun yang kita miliki menjadi bersifat duniawi, dan bukan berasal dari atas (Yak. 3:13-17).

Hikmat Musa menuntunnya untuk menyaring perasaan tidak menyenangkan yang mungkin disebabkan oleh perkataan Yitro, sehingga ia dapat melihat bahwa nasihat mertuanya layak dipertimbangkan. Pada kesemuanya itu, ia adalah pekerja Allah yang rendah hati dan bijak. Kiranya Tuhan memberikan sifat dan karakter yang sama kepada kita semua yang telah dipanggil dalam pekerjaan pelayanan-Nya.