“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan”. Amsal 4:23

Jagalah hatimu. Kita seringkali membicarakan tentang menjaga hati kita dari pikiran-pikiran tidak mendidik yang jahat dan penuh dosa. Tetapi tetapi suatu kejahatan yang lebih kuat dapat merayap ke dalam hati kita, diam-diam bersarang: “Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (Ibr. 12:15).

Kepahitan adalah api yang membakar. Ia mengikis akal sehat dan rasa keadilan kita saat mengambil keputusan, mempengaruhi jawaban kita atas kejadian dan orang-orang. Kepahitan melukai orang yang memendamnya lebih daripada melukai orang lain. Ia menjadi pintu yang berat, yang menghalangi kehangatan dan kelemahlembutan yang seharusnya memenuhi hati yang dekat dengan Allah. Kepahitan menghalangi orang dari mengalami kepenuhan Roh Kudus Allah atau sukacita karena dipenuhi dengan kasih Allah.

Renungkanlah tentang Naomi, yang namanya berarti “manis”. Setelah ia kembali ke Betlehem, ia meminta dipanggil “Mara”, yang berarti “pahit”. Pilihan-pilihan yang buruk di masa lalu menyebabkannya mengalami banyak kepahitan, kehilangan orang-orang yang ia kasihi dan menjalani kesusahan dalam kemiskinan dan kesendirian (Rut 1). Bagi sebagian besar dari kita, mungkin hubungan antar sesama saudara seiman dapat menyebabkan kepahitan. Saat melayani Allah, apabila ada pertentangan pandangan atau tindakan yang melukai, mungkin secara tidak disengaja kita membiarkan rasa pahit merayap ke dalam hati kita. Pada akhirnya ia akan bertumbuh dan menodai hati kita.

Bangsa Israel pernah menemukan air yang pahit di tempat bernama Mara. Hanya Allah yang dapat melegakan rasa haus mereka dengan mengubah air ahit itu menjadi air yang manis (Kel. 15:22-27). Kemudian, mereka dipimpin ke Elim, tempat yang berlimpah ruah dengan air. Apabila kepahitan telah meracuni hati kita, Allah adalah obat penawar yang terbaik.

“Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah” (Mzm. 51:10). Apabila kepahitan itu telah berakar, doa adalah cara satu-satunya untuk menghilangkannya dari hati kita. Hubungan yang erat dengan Allah memungkinkan kita untuk merasakan kasih-Nya, dan hanya kasih Allah yang dapat menghapus kepahitan. Tidak ada tempat bagi kegelapan dalam hati kita saat kita dipenuhi dengan Roh Kudus. Rasa manis akan menyebar apabila kita sungguh-sungguh merasakan kita dikasihi oleh Allah yang maha kuasa. Kiranya hati kita diubah dari Mara menjadi Elim, berkelimpahan dalam kasih dan manis Allah, memperkaya roh kita dan orang-orang di sekitar kita.

 

Renungan:

Rasa pahit apakah dalam hati kita yang belum dipecahkan?

Apakah terdapat kepedihan yang belum selesai menyebarkan akar-akarnya dalam hati kita?