Pernahkah Anda menerima sepotong berita yang sangat-sangat penting, dan Anda tahu Anda tidak boleh melupakannya? Manusia bisa lupa, jadi bergantung pada ingatan Anda untuk mengingat hal yang begitu penting sangat riskan. Begitu juga menuliskannya di secarik kertas, karena kertas itu bisa hilang. Sebelum zaman ponsel merebak, apakah yang dilakukan orang? Mereka menuliskannya di telapak tangan mereka.

Saat saya masih sekolah, saya punya seorang teman yang menuliskan setiap jadwal sekolah, judul buku dan informasi penting di telapak tangannya.

“Kalau aku tidak menulisnya di telapak tangan, aku akan lupa.”
“Mengapa kamu tidak menulisnya di agenda atau sejenisnya?” saya bertanya.
“Kalau ada di tanganku, aku akan terus ingat sembari menjalani keseharianku, bukankah demikian?”

Saya rasa jawabannya masuk akal (dengan telapak tangan penuh dengan bekas tinta).

Jadi mengapa saya menuliskan tentang hal ini? Semalam saya membaca ayat-ayat ini di Kitab Yesaya:

Sion berkata: “TUHAN telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan aku.”
Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.
Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku.
Yesaya 49:14-16

Kita begitu penting di mata Allah, sehingga Ia melukiskan kita di telapak tangan-Nya. Kita begitu berharga bagi-Nya sehingga Ia ingin memikirkan kita senantiasa. Jadi ketika kita menjalani berbagai-bagai pengujian dan kesulitan, jangan berpikir Allah telah meninggalkan Anda. Lihatlah, Anda dan saya ada di telapak tangan-Nya.

Jadi saat kita disentuh oleh kasih Allah dalam kehidupan kita, itu haruslah menggerakkan kita untuk juga mengasihi-Nya (Kita mengasihi karena Allah telah lebih dahulu mengasihi kita – 1Yoh. 4:19). Kita akan sungguh-sungguh merasakan hidup yang diberkati sebagai anak Allah dan menjadi buah di mata-Nya. Kita tidak akan membiarkan ada sesuatu menghalangi kita dengan Allah, dan kita akan melakukan apa saja untuk tetap tinggal di dalam kasih-Nya.

Lalu saat kita melakukan yang terbaik untuk hidup berkenan di hadapan-Nya, kita dapat dengan rendah hati untuk “Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu”(Kdg. 8:6), karena kita ingin ada di sana selamanya, di dalam hati-Nya, dilukiskan di telapak tangan-Nya.